Rabu, 25 Agustus 2021

Gerakan Kemandirian Sastra Merdekakan Sumatera Utara

Afrion
sastramedan.com
 
Bangkitnya gerakan Sastra Sumatera Merdeka, mestilah diartikan sebagai spirit menumbuhkan kebersamaan dan kemandirian sastra.
 
Tulisan ini dimaksudkan untuk membangkitkan kembali semangat pergerakan penciptaan karya sastra dan perlawanan Sastra Sumatera Merdeka. Suatu gerakan moral yang menentang hegemoni dan monopoli pusat (Jakarta) di daerah. Bangkitnya gerakan Sastra Sumatera Merdeka, mestilah diartikan sebagai spirit menumbuhkan kebersamaan dan kemandirian sastra. Dalam artian tidak menjadikan Jakarta sebagai daerah yang memiliki kekuasaan besar, yang sangat menentukan, dan menjadi barometer karya sastra berkualitas.
 
Sejarah sastra merupakan teori sastra, jika pengembangan pengajarannya tidak tepat dan lengkap, maka dapat membahayakan keberadaan karya sastra. Bahkan pada akhirnya menghilangkan konteks dan fungsinya di masyarakat. Akibatnya, karya sastra menjadi terasing dan akan kehilangan relevansi sosial budayanya.
 
Gerakan Sastra Sumatera Merdeka yang diprakarsai Idris Pasaribu sejak tahun 1998, terus menyuarakan kemandirian sastra di Sumatera Utara hingga kini. Kemandirian sastra diartikan sebagai kewenangan daerah, untuk menentukan dan mengelola sendiri segala hal yang berkaitan dengan sastra. Kualitas karya sastra tidak digiring mengikuti teori-teori sastra yang berkembang di Jakarta. Dengan demikian, tidak menjadikan Jakarta sebagai barometer untuk mengukur pencapaian kualitas karya sastra.
 
Menurut sosiolog sastra Dr. Faruk Rediasyah, munculnya gerakan perlawanan menentang monopoli dan hegemoni pusat, pada dasarnya bertujuan untuk; (1) membangun sastra yang lebih membumi, (2) membuka jalan bagi pengakuan eksistensi sastra di daerah, dan (3) menghidupkan iklim kesenian di berbagai daerah. Munculnya gerakan tersebut mencerminkan harapan sastrawan di daerah untuk diakui eksistensinya oleh lingkungan yang lebih luas.
 
Sedangkan Prof. Dr. Suripan Sadi Hutomo (Dahana, 1994) menyebut adanya gerakan revitalisasi perlawanan sastra di daerah, merupakan reaksi daerah atas dominasi pusat dan merupakan satu bukti bahwa daerah mempunyai hak untuk bersuara dan diperhitungkan di tingkat nasional. Daerah bereaksi karena semakin menipisnya peluang dan kemungkinan media-media massa berskala nasional mengakomodasi ekspresi artistiknya para sastrawan daerah.
 
Gerakan perlawanan menentang hegemoni pusat ini, ternyata diikuti sastrawan dari beberapa daerah lain di Indonesia. Munculnya Angkatan Reformasi yang dimotori Kusprihyanto Namma (Ngawi), Sosiawan Leak (Solo), dan Wowok Hesti Prabowo (Tangerang). Mempelopori lahirnya angkatan terbaru sastra Indonesia yang dilansir dalam tabloid Angkatan.
 
Mendobrak Hegemoni pusat, mendobrak dan Membongkar Relasi Kuasa Seni di Bali. yang dilakukan Kamasra (Keluarga Mahasiswa Seni Rupa) STSI/ISI Denpasar. Di Kalimantan Tumbuhnya komunitas-komunitas sastra alternative, di samping ingin memperbaiki berbagai ketimpangan yang ada dalam perangkat sistem sastra di Indonesia, juga sebagai upaya perlawanan sastrawan mendobrak arogansi sentralisme dan monopoli Jakarta.
 
Dalam pandangan kreatif, lahirnya komunitas sastra alternatif di Kalimantan merupakan penentangan terhadap legitimasi dan kewibawaan pemegang otoritas sastra di pusat kesenian Jakarta yang dianggap sebagai penghalang kreativitas. Di Palembang Sumatera Selatan, muncul gerakan pemurnian dengan semangat sastra lokal sebagai bentuk perlawanan sastra yang tidak ingin terus menerus dikuasai oleh hegemoni pusat.
 
Bahkan di Jawa Timur gerakan perlawanan yang dilakukan Komunitas Revitalisasi Sastra Pedalaman (RSP), Forum Studi Sastra Seni Luar Pagar (FS3LP), Komunitas Dewan Kesenian Blambangan Reformasi, dan Bagus Putu Parto bersama Barisan Seniman Muda Blitar mengusung tiga konsep landasan perlawan yaitu (1) membangkitkan penyebaran kehidupan sastra agar tidak terpusat di pusat-pusat kekuasaan, tetapi dapat berkembang dimana-mana. (2) membuat media alternatif sebagai media penyebaran karya sastra, dan (3) membangun jaringan komunikasi.
 
Perubahan mendasar dengan gerakan besar, akan terus diperjuangkan. Perubahan dengan tujuan mengembalikan poros sastra Sumatera Utara, sebagai ujung tombak perkembangan sastra Indonesia. Secara umum pertanyaan mengapa tidak ada karya-karya sastrawan daerah khususnya Sumatera Utara dalam buku-buku teks sejarah sastra Indonesia terkini? Justru karena sentralistik kekuasaan dan adanya hegemoni pusat
 
Gerakan memerdekakan sastra Sumatera Utara, pada akhirnya harus memperjuangkan pula penerbitan dan pemakaian teks-teks buku sejarah sastra, baik di sekolah maupun perguruan tinggi. Pengajaran sastra tidak dimonopoli buku-buku sastra terbitan Jakarta. Khususnya menyangkut materi penciptaan karya sastra, lebih mengutamakan kearifan lokal.
 
Kondisi yang memprihatinkan ini, disebut Yulhasni sebagai bentuk hegemoni dan monopoli Jakarta. Tembok-tembok kekuasaan Jakarta hanya mengakui keunggulan karya-karya sastra yang dibukukan oleh penerbit Jakarta. Apalagi kemudian penerbit buku terbesar di Indonesia memang berasal dari Jakarta, terus semakin menguasai distribusi pangsa pasar buku-buku di Sumatera Utara bahkan di seluruh Indonesia.
 
Tidak menganggap karya sastra Sumatera Utara berkualitas rendah, apalagi dianggap sebagai pengekor berbagai bentuk penciptaan karya sastra Jakarta. Jika hal ini terjadi, maka Sumatera Utara tentu saja hanya dikenang sebagai daerah yang tidak mampu menciptakan kualitas karya sastra.
 
Gerakan Memerdekakan Sastra Sumatera Utara, lahir dari pemahaman makin tersisihnya Sumatera Utara dari khasanah sastra Indonesia. Hal ini ditandai dengan tidak adanya pergerakan memunculkan kualitas sastra. Begitu pula dengan sejarah sastra terkini, yang semakin menggerus posisi Sumatera Utara. Saya termasuk orang yang setuju dengan pendeklarasi Sastra Sumatera Merdeka, dengan tujuan membendung hegemoni pusat, khususnya menyangkut keberadaan penerbit Jakarta yang terus menggurita dan memonopoli teks-teks buku sastra. Gerakan perlawanan Sastra Sumatera Merdeka lebih mengarah pada penggunaan teks-teks buku sastra terbitan Jakarta, dengan cara membatasi peredarannya dan mengutamakan penggunaan teks-teks buku sastra terbitan daerah. baik tingkat SD, SMP, SMA, dan di perguruan tinggi negeri maupun swasta.
 
Pandangan Idris Pasaribu yang menyebutkan karya sastra nasional telah menggurita menguasai pangsa pasar buku di daerah dan karya sastra lokal semakin jauh tersingkirkan, bukan tidak beralasan. Secara politis para pemegang kekuasaan di dunia pendidikan, mewajibkan pemakaian buku-buku terbitan Jakarta, secara tidak langsung mematikan buku-buku terbitan daerah. Dengan demikian cara pandang guru dan dosen pun sebagai staf pengajar bahasa dan sastra Indonesia di sekolah dan perguruan tinggi, hanya mengakui buku-buku terbitan Jakarta.
 
Praktek monopoli yang dilakukan penerbit besar yang ada di Jakarta, pada akhirnya mematikan Penerbit buku yang ada di Sumatera Utara (Medan). Sekaligus tidak memberikan pencerahan terhadap perkembangan sejarah sastra. Apalagi teks-teks buku sejarah sastra Indonesia kini mengalami stagnasi, tidak bergerak dan masih mengulang-ulang materi sejarah masa lalu. Teks buku sejarah sastra masa kini, hanya memuat angkatan masa lalu yaitu angkatan Pujangga Lama, Angkatan Sastra Melayu Lama, Balai Pustaka, Angkatan Pujangga Baru, Angkatan 45, dan Angkatan 66.
 
Gerakan memerdekakakan sastra Sumatera Utara, tidak hanya melawan praktek monopoli yang dilakukan penerbit Jakarta. Tidak hanya mengadakan perlawanan terhadap intervensi pusat, tetapi juga harus memasuki ranah yang lebih luas. Karena itu diperlukan penguatan kemandirian karya sastra.
 
Jika Hegel berbicara mengenai manusia, yang dimaksudnya adalah manusia sebagai bangsa. Roh suatu bangsa, menurut Hegel menentukan panggilan dan nasib historisnya. (Weij, 2000). Historis sastra merupakan bagian dari ilmu sastra yang mempelajari tentang perkembangan sastra dengan segala permasalahannya. Di dalamnya mencakup teori sastra, sejarah sastra dan kritik sastra, dimana ketiga hal tersebut saling berkaitan.
 
Dengan demikian, kemandirian sastra berarti menempatkan karya sastra pada ruang yang maha luas. Dalam kaitan inilah hegemoni dan monopoli pusat terhadap daerah kemudian digugat, karena ternyata pusat bukannya tambah menghidupkan sastra daerah, malah cenderung mematikan kreatifitas penulis daerah.
 
Mengkritisi hegemoni dan monopoli pusat di daerah dalam karya sastra sebenarnya sejak tahun 1994 sudah mulai didengungkan di daerah ini (baca; Sumatera Utara) lewat gerakan Sastra Sumatera Medeka. Saya menyebutnya sebagai gerakan membendung dominasi Jakarta yang mengabaikan perkembangan sejarah karya sastra di daerah.
 
Gubernur dan walikota sebagai pejabat yang berada dalam level pemegang kekuasaan tertinggi di daerah, harus bertanggungjawab terhadap praktik monopoli pemasaran buku-buku yang selama ini masuk menguasai dunia pendidikan di daerah, khususnya Sumatera Utara. Praktik pembunuhan terselubung terhadap penerbit buku di daerah yang selama ini berjalan mulus, harus segera dihapuskan. Setidaknya akan dapat menghidupkan kembali penerbit buku di daerah.
 
Dunia sastra di Sumatera Utara harus diakui selalu berkembang mengikuti zamannya, sebagaimana tulis M. Raudah Jambak (Analisa, 5 Juni 2011) bahwa Sumatera Utara cukup dikenal apresiatif terhadap dunia sastra. Hanya saja perhatian secara sungguh-sungguh terhadap sastra dan seni masih penuh dengan tandatanya besar. Artinya, kita telah melahirkan cukup banyak sastrawan. Beberapa di antaranya tentu dikenal di seantero nusantara. Tetapi Jakarta tetap menganggap sebelah mata.
 
Generasi sastra masa kini, telah bermunculan dari daerah-daerah. Sumatera Utara ternyata menyimpan sedemikian banyak potensi pekarya yang menulis karya-karya sastra seperti puisi, cerpen, dan novel. Dari segi usia tentu sangat menggembirakan, mereka para pekarya ini masih berusia muda dan bahkan kebanyakan di antaranya masih berstatus mahasiswa.
 
Seiring dengan perkembangan zaman, sastra pun terus berkembang mengikuti derap peradaban. Dengan sifatnya yang khas dan unik, sastra Sumatera Utara terus mewartakan nilai-nilai kehidupan dan kemanusiaan, hingga mampu menumbuhkan kepekaan nurani pembacanya.
***

http://sastra-indonesia.com/2017/12/gerakan-kemandirian-sastra-merdekakan-sumatera-utara/

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

A Anzieb A. Khoirul Anam A. Muhaimin Iskandar A. Mustofa Bisri A. Qorib Hidayatullah A. Rodhi Murtadho A.H. J Khuzaini A.S Laksana Aa Sudirman Abdul Kirno Tanda Abdurrahman Wahid Acep Iwan Saidi Achiar M Permana Addi Mawahibun Idhom Adhi Pandoyo Adi W. Gunawan Afrion Afriza Hanifa Afrizal Malna Agama Para Bajingan Aguk Irawan MN Agung Poku Agus Buchori Agus Mulyadi Agus Noor Agus R. Sarjono Agus R. Subagyo Agus Setiawan Agus Sulton Agus Sunyoto Agus Wahyudi Agusri Junaidi AH J Khuzaini Ahmad Baso Ahmad Dahri Ahmad Farid Yahya Ahmad Muchlish Amrin Ahmad Munjin Ahmad Naufel Ahmad Rifa’i Rif’an Ahmad Syauqi Sumbawi Ahmad Tohari Ahmad Yulden Erwin Ahmad Zaini Ahmadul Faqih Mahfudz Ahmadun Yosi Herfanda Akhlis Purnomo Akhmad Sekhu Akhmad Taufiq Akhudiat Albert Camus Alfathri Adlin Alfian Dippahatang Ali Audah Alim Bakhtiar Alimuddin Amelia Rachman Amie Williams Amien Kamil Amien Wangsitalaja Aming Aminoedhin An. Ismanto Andhi Setyo Wibowo Andik Suprihartono Andri Awan Anindita S Thayf Anjrah Lelono Broto Antologi Sastra Lamongan Anton Wahyudi Anugrah Gio Pratama Anung Wendyartaka Aprinus Salam APSAS (Apresiasi Sastra) Indonesia Arafat Nur Ari Welianto Arief Rachman Hakim Arif Hidayat Arif Saifudin Yudistira Arman A.Z. Arsyad Indradi Arti Bumi Intaran Asarpin Asep Dudinov Ar Atafras Awalludin GD Mualif Ayu Nuzul Bahrum Rangkuti Beni Setia Benni Setiawan Benny Benke Berita Bernando J. Sujibto Binhad Nurrohmat Bonardo Maulana Wahono Bre Redana Budi Darma Budiman Hakim Buku Bung Hatta Bustan Basir Maras Butet Kertaredjasa Candrakirana Capres Cawapres 2019 Catatan Cerpen Chairil Anwar CNN Indonesia Coronavirus COVID-19 Cunong N. Suraja D. Zawawi Imron Dadang Ari Murtono Dahlan Iskan Dahlan Kong Damiri Mahmud Danarto Daniel Dhakidae Deni Jazuli Denny JA Denny Mizhar Dessy Wahyuni Dewi Satika Dian R. Basuki Dian Sukarno Dian Tri Lestari Dien Makmur Din Saja Dinas Perpustakaan Daerah Lamongan Diponegoro Djoko Pitono Djoko Saryono Doddi Ahmad Fauji Doddy Hidayatullah Dodit Setiawan Santoso Dody Yan Masfa Donny Anggoro Donny Darmawan Doris Lessing Dr. Hilma Rosyida Ahmad Dwi Pranoto Dyah Ayu Fitriana Edisi Khusus Edy A Effendi Egidius Patnistik Eka Budianta Eka Kurniawan Eko Hendri Saiful Eko Prasetyo Eko Tunas Ekwan Wiratno el-Ha Abdillah Enny Arrow Erdogan Esai Esthi Maharani Estiana Arifin Evi Melyati F. Budi Hardiman F. Rahardi Fahmi Faqih Fahri Salam Faisal Kamandobat Farah Noersativa Fatah Anshori Fatah Yasin Noor Feby Indirani Felix K. Nesi Festival Gugur Gunung Forum Santri Nasional Frischa Aswarini Fuad Mardhatillah UY Tiba Fuad Nawawi Galeri Sonobudoyo Galuh Tulus Utama Gampang Prawoto Geger Riyanto Geguritan Goenawan Mohammad Gola Gong Grathia Pitaloka Gugun el-Guyanie Gus Ahmad Syauqi Gus Dur Gusti Eka Habib Syech bin Abdul Qodir Assegaf Halim HD Hamdy Salad Hamid Jabbar Hamka Hamzah al-Fansuri Hari Puisi Indonesia (HPI) Harris Maulana Hasan Basri Hasnan Bachtiar Herry Fitriadi Herta Muller Heru Kurniawan Hesti Sartika Hilmi Abedillah Hudan Hidayat IAI TABAH Ibnu Wahyudi Idrus Efendi Ignas Kleden Iis Narahmalia Imam Jazuli Imam Nawawi Imamuddin SA Iman Budhi Santosa Imron Tohari Indra Intisa Indra Tjahyadi Indra Tranggono Inung As Irfan Afifi Irwan Kelana Isbedy Stiawan Z.S. Iwan Simatupang Jafar Fakhrurozi Jajang R Kawentar Jalaluddin Rakhmat Jawa dan Islam JJ. Kusni Jo Batara Surya Joni Ariadinata Jordaidan Rizsyah Jual Buku Paket Hemat Jurnalisme Sastra K.H. Ma'ruf Amin Kadek Suartaya Kadjie MM Kalis Mardiasih Kanti W. Janis Karang Taruna Kedungrejo Katrin Bandel Kedai Kopi Sastra Kedung Darma Romansha Kedungrejo Muncar Banyuwangi Kemah Budaya Panturan (KBP) Kembulan KetemuBuku Jombang KH. M. Najib Muhammad KH. Muhammad Amin (1910-1949) Khairul Mufid Jr Khawas Auskarni Ki Ompong Sudarsono Kitab Arbain Nawawi Kitab Kelamin Kompas TV Komplek Gor Kamantren Paciran Lamongan Komunitas Buana Kasih Komunitas Penulis Katolik Deo Gratias Komunitas Perupa Lamongan (KOSPELA) Komunitas Sastra dan Teater Lamongan Komunitas Sastra Ilalang Indonesia (KSII) Komunitas Selapan Sastra Kopi Bubuk Mbok Djum Kostela KPRI IKMAL Lamongan Kritik Sastra Kumpulan Cerita Buntak Kuswaidi Syafi’ie L Ridwan Muljosudarmo L.K. Ara Lagu Laksmi Shitaresmi Lan Fang Launching Buku Launching dan Bedah Buku Lawi Ibung Linda S Priyatna Literasi Liza Wahyuninto Lona Olavia Lukisan Lukman Santoso Az M. Faizi M. Lutfi M. Raudah Jambak M.D. Atmaja Maduretna Menali Mahendra Cipta Mahmud Jauhari Ali Mahwi Air Tawar Maimun Zubair Maiyah Banyuwangi Malkan Junaidi Maman S. Mahayana Manneke Budiman Maratushsholihah Mardi Luhung Marhalim Zaini Maria Magdalena Bhoernomo Mariana Sitohang Mario Vargas Llosa Marsel Robot Mas Garendi Mashuri Massayu Masuki M. Astro Max Arifin Media Seputar Indonesia Mei Anjar Wintolo Melukis Membongkar Mitos Kesusastraan Indonesia Menggalang Dana Amal MG. Sungatno Mianto Nugroho Agung Mien Uno Miftachur Rozak Mihar Harahap Mochtar Lubis Moh. Husen Moh. Jauhar al-Hakimi Moh. Syafari Firdaus Mohamad Sobary Mohammad Rokib Mohammad Wildan Motinggo Busye Muafiqul Khalid MD Muhammad Al-Fayyadl Muhammad Alfatih Suryadilaga Muhammad Alimudin Muhammad Anta Kusuma Muhammad Marzuki Muhammad Muhibbuddin Muhammad N. Hassan Muhammad Subarkah Muhammad Yasir Muhammad Yunus Muhidin M. Dahlan Mukhsin Amar Mulyosari Banyuurip Ujung Pangkah Gresik Munawir Aziz Mutia Sukma N. Syamsuddin CH. Haesy Naskah Teater Ndix Endik Nenden Lilis A Nezar Patria Ni Made Purnama Sari Ninin Damayanti NKRI Nur Taufik Nurel Javissyarqi Nurul Komariyah Obrolan Orasi Budaya Akhir Tahun 2018 Orhan Pamuk Pagelaran Musim Tandur Palestina Palupi Panca Astuti Pameran Lukisan Parimono V / 40 Plandi Jombang Pawon Seni PDS H.B. Jassin Pekan Literasi Lamongan Pelukis Tarmuzie Pendhapa Art Space Pendidikan Penerbit Pelangi Sastra Pengajian Pipiet Senja Politik Pondok Pesantren Mamba'ul Ma'arif Denanyar Jombang Pramoedya Ananta Toer Presiden Jokowi Proses Kreatif Puisi Puisi Menolak Korupsi (PMK) Pungkit Wijaya Pusat Studi Budaya Banyuwangi (PSBB) Pustaka LaBRAK Putu Fajar Arcana R Giryadi R. Ng. Ronggowarsito Radhar Panca Dahana Raedu Basha Rakai Lukman Rakhmat Nur Hakim Rani R. Moediarta Raudal Tanjung Banua Raudlotul Immaroh Reiny Dwinanda Remy Syaldo Remy Sylado Rendy Adrikni Sadikin Resensi Reuni dan Halal Bihalal Mts Putra-Putri Simo 1991-1992 Ribut Wijoto Ridwan Munawwar Galuh Riki Antoni Riki Dhamparan Putra Rimbun Natamarga Rinto Andriono Robin Al Kautsar Rodli TL Rofiqi Hasan Romel Masykuri Nur Arifin Ronny Agustinus Rosi Rosihan Anwar Rosmawaty Harahap Roy Kusuma Rumah Budaya Pantura (RBP) Rx King Motor S. Jai S.W. Teofani Sabrank Suparno Sahaya Santayana Sainul Hermawan Sajak Salman Faris Sandiaga Uno Sanggar Lukis Alam Sanggar Pasir Sanggar Rumah Ilalang Sanusi Pane Sapardi Djoko Damono Saripuddin Lubis Sasti Gotama Saut Situmorang Saya Sayyid Muhammad Hadi Assegaf Sejarah Sekolah Literasi Gratis (SLG) SelaSAstra Boenga Ketjil Seni Gumira Ajidarma Seni Rupa Seno Joko Suyono Setia Budhi Shiny.ane el’poesya Shofa As-Syadzili Sholihul Huda Shulhan Hadi Sihar Ramses Simatupang Siti Aisyatul Adawiyah Siwi Dwi Saputro Soediro Satoto Soeparno S. Adhy Soesilo Toer Soetanto Soepiadhy Sofyan RH. Zaid Sosiawan Leak Sri Wintala Achmad STKIP PGRI Ponorogo Subagio Sastrowardoyo Suminto A. Sayuti Sunardian Wirodono Sunlie Thomas Alexander Sunoto Sunu Wasono Sunudyantoro Suryanto Sastroatmodjo Susianna Sutan Iwan Soekri Munaf Sutardji Calzoum Bachri Sutejo Syahrudin Attar Syaifuddin Gani Syaikh Prof. Dr. dr. Yusri Abdul Jabbar al-Hasani Asyadzili Syaikh Yusri al-Hasani Al Azhari Taman Ismail Marzuki Taufiq Wr. Hidayat Teater Ilat Teguh Afandi Temu Penyair Timur Jawa Tengsoe Tjahjono Tere Liye Toko Buku PUstaka puJAngga Lamongan Tri Wahono TS Pinang Tsani Fanie Tulus S Udo Z. Karzi Umar Kayam Umbu Landu Paranggi Umi Kulsum Universitas Jember Untung Wahyudi Uwell's King Shop Uwell's Setiawan Virdika Rizky Utama W.S. Rendra Wage Daksinarga Wahyu Aji Wawan Eko Yulianto Wawancara Wayan Sunarta Widie Nurmahmudy Yanuar Widodo Yanusa Nugroho Yerusalem Yetti A. KA Yohanes Padmo Adi Nugroho Yohanes Sehandi Yoks Kalachakra Yonathan Rahardjo Yuditeha Yusri Fajar Yuval Noah Harari Zainal Arifin Thoha Zehan Zareez Zuhdi Swt Zulfikar Akbar