Peresensi : Fatah Yasin Noor
Judul Buku : AGAMA PARA BAJINGAN
Penulis : Taufiq Wr. Hidayat
Penerbit : Pusat Studi Budaya Banyuwangi dan Rumah Kopi Nongko Sesigar
14x20 cm, VII+250 halaman
ISBN : 9-786025-352119
Cetakan : 1, Tahun : 2019
Nyastra! Dan renyah serenyah kacang. Tapi bukan kacang. Tulisan-tulisan pendek—kadang juga panjang—Taufiq Wr. Hidayat yang lepas, memang asik. Tulisan dalam buku “Agama Para Bajingan” ini tulisan yang “tidak main-main”. Digali dari pengetahuan dan karakter unik penulisnya. Anda dapat bayangkan, bagaimana sebuah tema dipandang dari pengertian klasik kitab-kitab kuno pesantren, yang bergumul mesra dengan filsafat timur dan barat, juga sastra. Wawasan film dan pornografi. Itu bajingan! Taufiq, manusia unik yang bukan bajingan—tapi kadang-kadang jadi bajingan, membuka cakrawala pandangan kita tentang agama dan kehidupan sehari-hari, juga isu-isu mutakhir. Ia melihat sesuatu dari detil yang beraneka dan “yang lain”, dari begitu banyak sudut pandang yang berpagutan membentuk sebuah pengertian yang “gak tanggung-tanggung”. Pengetahuan dan penguasaan penulis buku ini pada khazanah keilmuan Islam yang hanya dapat digali bertahun-tahun di pesantren tradisional yang memegang teguh “disiplin kaidah berbahasa Arab” itu, juga keliarannya menggali pemahaman yang bertolak-belakang dari dunia pesantren, membuat buku ini dalam, kaya gizi dan nutrisi, juga menawarkan sesuatu yang dapat diperbincangkan atau dipersoalkan lebih hangat dan inspiratif pada sebuah diskursus. Dan tak terduga! Banyak tema—yang dalam penguraiannya—sampai pada sebuah keadaan atau pengertian tak terduga. Mendebarkan. Taufiq memang cerdik mengolah sejumlah tema biasa dalam adonan pikiran serta gaya bahasa yang “tak biasa”. Dan mencengangkan! Menjadi bahan permenungan. Juga dengan gelak tawa, yang melihat banyak hal dengan cair. Kadang mengerutkan kening. Sinis. Menyindir. Atau membongkar tanpa tedeng aling-aling. Dengan nakal, buku ini menggoda kesadaran siapa saja, baik yang sudah karib dengan kesakralan agama, bahkan bagi yang lebih akrab dengan film-film porno atau tak karib dengan agama.
Tulisan Tuafiq khas. Karakternya kuat. Dia penulis yang tekun. Juga pekerja keras yang rajin. Dia tak memfokuskan hidupnya sebagai penulis. Sepertinya dia tak terlalu senang disebut penulis. Tapi tulisan-tulisannya melimpah, buku yang menyimpan tulisannya setinggi satu meter lebih, sangking banyaknya. Bajingan! Tulisan yang jadi buku hanya sebagian kecil dari tulisan-tulisannya yang tak sempat terpublikasikan itu, yang masih berupa tulisan tangan. Bertemu orang ini menyenangkan. Seperti bertemu seorang pahlawan yang datang membawakan rokok kesukaanmu, tepat di saat kamu kehabisan rokok. Dia bukan orang yang hidup dari kamar yang gelap. Ia selalu bersikap sebagai orang kebanyakan, tapi yang khas. Wawasan dan argumentasinya nyeleneh. Tapi secara unik mampu mengusulkan gagasan baru, membuka banyak hal yang selama ini tak tersentuh secara lazim. Ibarat sopir bis, Taufiq mengendara secara ugal-ugalan dan terkesan serampangan. Dan “untungnya” selamat! Kita dapat bersyukur karena bis tiba dengan beres di tempat tujuan tak kurang satu apa. Pengalaman itu akan kita alami saat membaca buku ini. Ada fiksi. Ada non fiksi yang ganjil di sini. Ada catatan sastra Banyuwangi yang cukup jadi bahan referensi. Siapa pun dapat mengunyahnya tanpa sarat. Ini buku serius. Tapi juga rekreatif. Keseriusan yang digarap “secara main-main”. Dan ketidakseriusan yang digarap dengan cukup serius. Buku ini dapat dibaca kapan pun dan bisa langsung pada halaman berapa pun. Tidak harus runut. Coba saja! Menurut saya, membaca buku ini membawa pada pemahaman, bahwa untuk menjadi bajingan, sepertinya kita harus membongkar kebenaran dengan “modal ilmu yang tidak pas-pasan”. Tapi untuk menemukan kearifan, kita perlu membongkar watak bajingan dalam diri kita. Terserah siapa diri kita, apakah memang bajingan, agamawan, pemimpin, jomblo, atau siapa pun.
Untuk bisa memahami tulisan Taufiq Wr. Hidayat seyogianya, saya tunjukkan saja "kuncinya" di sini. Yakni dibaca dengan sabar dan belajar memahami bahasa pasemon, bahasa lambang. Sindiran terhadap segala sesuatu tentang pelbagai hal dalam hidup dan kehidupan. Tak langsung tunjuk hidung. Tidak perlu. Sebab pasemon tak hanya tertuju pada orang, tapi juga kehidupan sehari-hari. Juga perkara alam dan kebudayaan. Pasemon itu sejenis tutur kata satir, kadang bisa juga berkelit dalam humor atau kejenakaan. Kita merasa kegetiran hidup tak bisa dilawan dengan kesedihan belaka. Tapi direspon lewat dagelan, menertawakan diri sendiri dengan “mbeling”. Tulisan Taufiq selalu—saya rasakan, didasari oleh kembelingan itu: menolak secara halus dengan cara cengengesan. Seperti “enggih-enggih ning ora kepanggih”. Memosisikan diri dari kampung (orang kebanyakan—meminjam istilah Budi Darma), tapi dengan derajat diri menolak segala sesuatu yang menghegemonik. Kampungan sekaligus modern. Dari akar tradisi dan budaya lokal, tapi mampu membereskan persoalan esensial yang rumit, kadang juga sederhana. Secara guyonan, inilah ”yang lokal dengan cita rasa meng-internasional,” katanya.
Tapi akhirnya toh kita tahu apa makna dari gaya tutur Taufiq Wr. Hidayat yang diksinya seolah “ngajari” kita. Padahal itu hanya gaya bahasa belaka. Taufiq tidak benar-benar bisa vulgar memberi petuah misalnya, tapi kita sadar telah mendapat pesan itu berulang kali. Itu bajingan! Di mata Taufiq—yang kadang berubah memata-matai keadaan—sesungguhnyalah masyarakat banyak mengalami gangguan jiwa akibat gegar budaya (culture shock) dalam kajian psikoanalisa Freud. Tak jarang Taufiq harus menjelaskan gejala itu terang benderang: bahwasanya banyak orang gak beres di sekitar kita, yang tentu saja tak perlu sibuk-sibuk kita bereskan. Melainkan jangan-jangan—secara tak sadar, ketidakberesan itu dikandung oleh diri kita sendiri. Hingga kita melihat orang lainlah yang gak beres. Diri inilah yang sejatinya punya tugas wajib untuk membereskan dirinya sendiri. Bukan orang lain.
Tulisan Taufiq Wr. Hidayat bukan kliping koran. Tapi catatan kecil itu seperti kliping yang menyimpan ironi masa kini dan masa silam sekaligus. Kliping-kliping itu menjadi catatan penting untuk menjadi landasan Taufiq Wr. Hidayat melungsurkan kontemplasinya. Sebentuk fakta yang sukar dibantah, bahwa kita hidup di ruang yang pengap dan penuh ambiguitas. Hidup yang sungguh paradok ketika seseorang diuji kewarasannya di tengah kehidupan yang sesungguhnya kurang waras. Fiksi-fiksi yang juga ditulis dalam buku ini, terasa ganjil. Orang-orang ganjil. Di tengah hidup yang diam-diam memang ganjil. Kita tak sepenuhnya sadar telah menjalani kehidupan yang sebenarnya ganjil itu, mungkin karena kita lupa untuk sekadar berjeda atau menyadari keganjilan hidup ini.
Agama dan para bajingan: kita tahu apa yang ingin didedahkan. Perkara moral dan agama sebagai satu terma kebenaran langit. Di sisi lain, agama dipakai para bajingan dengan cara yang disengaja. Diperalat. Dimanipulasi. Bajingan, kita tahu, hanya dipakai sebagai penanda. Mengadopsi fabel, sejumlah perilaku dan sifat binatang: bajing. Sejaman dengan Borges, George Orwell dengan karya fabelnya yang mashur, “The Animal Farm”, menggambarkan secara jitu sifat manusia sebagai binatang: lugu, dan begitu tampak jujur tidak dibuat-buat, tak ada tipu muslihat yang bersumber dari keburukan hati. Binatang, dalam hal ini, berjalan polos sebagaimana karakter bawaan binatang. Sebagaimana kucing misalnya, tak pernah jauh meninggalkan rumah. Anjing yang memiliki kesetiaan yang keras kepala pada tuannya. Kisah di fabel itu menjadi menarik ketika dibenturkan dengan watak manusia.
Tapi manusia menelan dunia dengan mengatasnamakan kebenaran agama. Binatang tak sejauh itu dalam memakan korban. Binatang tak memakai pembenaran lewat dalil agama. Lalu siapakah bajingan?
Baik Budi Darma maupun Borges, membongkar kebohongan itu secara naratif, mengebor sukma pembaca, satir dan tanpa tedeng aling-aling. Membongkar, memaparkan karakter manusia yang seringkali mirip dengan karakter binatang. Menutup nuraninya seraya merayakan naluri kebinatangan yang lebih sadis dari binatang. Lebih buas dari macan saat memangsa korban. Hanya manusialah ternyata, makhluk yang sanggup melakukan kejahatan dengan sangat sadis itu. Keji dan menjijikkan. Sangat mengerikan bagi kita yang memiliki hati nurani dan perikemanusiaan. Ternyatalah manusia makhluk yang paradok. Kekerasan, kesadisan, ketegaan, kejijikan, atau kebusukan tanpa perikemanusiaan bisa juga sekendang seirama dengan kemuliaan yang dinamakan iman atau agama. Paradok yang rumit. Dan bajingan. Selamat membaca!
2019
Dapatkan bukunya! Harga Buku: 90.000,-
(sudah termasuk ongkos kirim seluruh Jawa. Luar Jawa menyesuaikan)
Pemesanan atau pembelian buku dapat menghubungi para pemuka buku “Agama Para Bajingan” pada akun Facebook: Yanuar Widodo (WA: 08113654422).
https://www.facebook.com/TaufiqWr.Hidayat/posts/2587782741233038
http://sastra-indonesia.com/2019/08/agama-para-bajingan/
Wahyaning wahyu tumelung, tulus tan kena tinegor (wirid hidayat jati, R.Ng. Ronggowarsito)
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
A Anzieb
A. Khoirul Anam
A. Muhaimin Iskandar
A. Mustofa Bisri
A. Qorib Hidayatullah
A. Rodhi Murtadho
A.H. J Khuzaini
A.S Laksana
Aa Sudirman
Abdul Kirno Tanda
Abdurrahman Wahid
Acep Iwan Saidi
Achiar M Permana
Addi Mawahibun Idhom
Adhi Pandoyo
Adi W. Gunawan
Afrion
Afriza Hanifa
Afrizal Malna
Agama Para Bajingan
Aguk Irawan MN
Agung Poku
Agus Buchori
Agus Mulyadi
Agus Noor
Agus R. Sarjono
Agus R. Subagyo
Agus Setiawan
Agus Sulton
Agus Sunyoto
Agus Wahyudi
Agusri Junaidi
AH J Khuzaini
Ahmad Baso
Ahmad Dahri
Ahmad Farid Yahya
Ahmad Muchlish Amrin
Ahmad Munjin
Ahmad Naufel
Ahmad Rifa’i Rif’an
Ahmad Syauqi Sumbawi
Ahmad Tohari
Ahmad Yulden Erwin
Ahmad Zaini
Ahmadul Faqih Mahfudz
Ahmadun Yosi Herfanda
Akhlis Purnomo
Akhmad Sekhu
Akhmad Taufiq
Akhudiat
Albert Camus
Alfathri Adlin
Alfian Dippahatang
Ali Audah
Alim Bakhtiar
Alimuddin
Amelia Rachman
Amie Williams
Amien Kamil
Amien Wangsitalaja
Aming Aminoedhin
An. Ismanto
Andhi Setyo Wibowo
Andik Suprihartono
Andri Awan
Anindita S Thayf
Anjrah Lelono Broto
Antologi Sastra Lamongan
Anton Wahyudi
Anugrah Gio Pratama
Anung Wendyartaka
Aprinus Salam
APSAS (Apresiasi Sastra) Indonesia
Arafat Nur
Ari Welianto
Arief Rachman Hakim
Arif Hidayat
Arif Saifudin Yudistira
Arman A.Z.
Arsyad Indradi
Arti Bumi Intaran
Asarpin
Asep Dudinov Ar
Atafras
Awalludin GD Mualif
Ayu Nuzul
Bahrum Rangkuti
Beni Setia
Benni Setiawan
Benny Benke
Berita
Bernando J. Sujibto
Binhad Nurrohmat
Bonardo Maulana Wahono
Bre Redana
Budi Darma
Budiman Hakim
Buku
Bung Hatta
Bustan Basir Maras
Butet Kertaredjasa
Candrakirana
Capres Cawapres 2019
Catatan
Cerpen
Chairil Anwar
CNN Indonesia
Coronavirus
COVID-19
Cunong N. Suraja
D. Zawawi Imron
Dadang Ari Murtono
Dahlan Iskan
Dahlan Kong
Damiri Mahmud
Danarto
Daniel Dhakidae
Deni Jazuli
Denny JA
Denny Mizhar
Dessy Wahyuni
Dewi Satika
Dian R. Basuki
Dian Sukarno
Dian Tri Lestari
Dien Makmur
Din Saja
Dinas Perpustakaan Daerah Lamongan
Diponegoro
Djoko Pitono
Djoko Saryono
Doddi Ahmad Fauji
Doddy Hidayatullah
Dodit Setiawan Santoso
Dody Yan Masfa
Donny Anggoro
Donny Darmawan
Doris Lessing
Dr. Hilma Rosyida Ahmad
Dwi Pranoto
Dyah Ayu Fitriana
Edisi Khusus
Edy A Effendi
Egidius Patnistik
Eka Budianta
Eka Kurniawan
Eko Hendri Saiful
Eko Prasetyo
Eko Tunas
Ekwan Wiratno
el-Ha Abdillah
Enny Arrow
Erdogan
Esai
Esthi Maharani
Estiana Arifin
Evi Melyati
F. Budi Hardiman
F. Rahardi
Fahmi Faqih
Fahri Salam
Faisal Kamandobat
Farah Noersativa
Fatah Anshori
Fatah Yasin Noor
Feby Indirani
Felix K. Nesi
Festival Gugur Gunung
Forum Santri Nasional
Frischa Aswarini
Fuad Mardhatillah UY Tiba
Fuad Nawawi
Galeri Sonobudoyo
Galuh Tulus Utama
Gampang Prawoto
Geger Riyanto
Geguritan
Goenawan Mohammad
Gola Gong
Grathia Pitaloka
Gugun el-Guyanie
Gus Ahmad Syauqi
Gus Dur
Gusti Eka
Habib Syech bin Abdul Qodir Assegaf
Halim HD
Hamdy Salad
Hamid Jabbar
Hamka
Hamzah al-Fansuri
Hari Puisi Indonesia (HPI)
Harris Maulana
Hasan Basri
Hasnan Bachtiar
Herry Fitriadi
Herta Muller
Heru Kurniawan
Hesti Sartika
Hilmi Abedillah
Hudan Hidayat
IAI TABAH
Ibnu Wahyudi
Idrus Efendi
Ignas Kleden
Iis Narahmalia
Imam Jazuli
Imam Nawawi
Imamuddin SA
Iman Budhi Santosa
Imron Tohari
Indra Intisa
Indra Tjahyadi
Indra Tranggono
Inung As
Irfan Afifi
Irwan Kelana
Isbedy Stiawan Z.S.
Iwan Simatupang
Jafar Fakhrurozi
Jajang R Kawentar
Jalaluddin Rakhmat
Jawa dan Islam
JJ. Kusni
Jo Batara Surya
Joni Ariadinata
Jordaidan Rizsyah
Jual Buku Paket Hemat
Jurnalisme Sastra
K.H. Ma'ruf Amin
Kadek Suartaya
Kadjie MM
Kalis Mardiasih
Kanti W. Janis
Karang Taruna Kedungrejo
Katrin Bandel
Kedai Kopi Sastra
Kedung Darma Romansha
Kedungrejo Muncar Banyuwangi
Kemah Budaya Panturan (KBP)
Kembulan
KetemuBuku Jombang
KH. M. Najib Muhammad
KH. Muhammad Amin (1910-1949)
Khairul Mufid Jr
Khawas Auskarni
Ki Ompong Sudarsono
Kitab Arbain Nawawi
Kitab Kelamin
Kompas TV
Komplek Gor Kamantren Paciran Lamongan
Komunitas Buana Kasih
Komunitas Penulis Katolik Deo Gratias
Komunitas Perupa Lamongan (KOSPELA)
Komunitas Sastra dan Teater Lamongan
Komunitas Sastra Ilalang Indonesia (KSII)
Komunitas Selapan Sastra
Kopi Bubuk Mbok Djum
Kostela
KPRI IKMAL Lamongan
Kritik Sastra
Kumpulan Cerita Buntak
Kuswaidi Syafi’ie
L Ridwan Muljosudarmo
L.K. Ara
Lagu
Laksmi Shitaresmi
Lan Fang
Launching Buku
Launching dan Bedah Buku
Lawi Ibung
Linda S Priyatna
Literasi
Liza Wahyuninto
Lona Olavia
Lukisan
Lukman Santoso Az
M. Faizi
M. Lutfi
M. Raudah Jambak
M.D. Atmaja
Maduretna Menali
Mahendra Cipta
Mahmud Jauhari Ali
Mahwi Air Tawar
Maimun Zubair
Maiyah Banyuwangi
Malkan Junaidi
Maman S. Mahayana
Manneke Budiman
Maratushsholihah
Mardi Luhung
Marhalim Zaini
Maria Magdalena Bhoernomo
Mariana Sitohang
Mario Vargas Llosa
Marsel Robot
Mas Garendi
Mashuri
Massayu
Masuki M. Astro
Max Arifin
Media Seputar Indonesia
Mei Anjar Wintolo
Melukis
Membongkar Mitos Kesusastraan Indonesia
Menggalang Dana Amal
MG. Sungatno
Mianto Nugroho Agung
Mien Uno
Miftachur Rozak
Mihar Harahap
Mochtar Lubis
Moh. Husen
Moh. Jauhar al-Hakimi
Moh. Syafari Firdaus
Mohamad Sobary
Mohammad Rokib
Mohammad Wildan
Motinggo Busye
Muafiqul Khalid MD
Muhammad Al-Fayyadl
Muhammad Alfatih Suryadilaga
Muhammad Alimudin
Muhammad Anta Kusuma
Muhammad Marzuki
Muhammad Muhibbuddin
Muhammad N. Hassan
Muhammad Subarkah
Muhammad Yasir
Muhammad Yunus
Muhidin M. Dahlan
Mukhsin Amar
Mulyosari Banyuurip Ujung Pangkah Gresik
Munawir Aziz
Mutia Sukma
N. Syamsuddin CH. Haesy
Naskah Teater
Ndix Endik
Nenden Lilis A
Nezar Patria
Ni Made Purnama Sari
Ninin Damayanti
NKRI
Nur Taufik
Nurel Javissyarqi
Nurul Komariyah
Obrolan
Orasi Budaya Akhir Tahun 2018
Orhan Pamuk
Pagelaran Musim Tandur
Palestina
Palupi Panca Astuti
Pameran Lukisan
Parimono V / 40 Plandi Jombang
Pawon Seni
PDS H.B. Jassin
Pekan Literasi Lamongan
Pelukis Tarmuzie
Pendhapa Art Space
Pendidikan
Penerbit Pelangi Sastra
Pengajian
Pipiet Senja
Politik
Pondok Pesantren Mamba'ul Ma'arif Denanyar Jombang
Pramoedya Ananta Toer
Presiden Jokowi
Proses Kreatif
Puisi
Puisi Menolak Korupsi (PMK)
Pungkit Wijaya
Pusat Studi Budaya Banyuwangi (PSBB)
Pustaka LaBRAK
Putu Fajar Arcana
R Giryadi
R. Ng. Ronggowarsito
Radhar Panca Dahana
Raedu Basha
Rakai Lukman
Rakhmat Nur Hakim
Rani R. Moediarta
Raudal Tanjung Banua
Raudlotul Immaroh
Reiny Dwinanda
Remy Syaldo
Remy Sylado
Rendy Adrikni Sadikin
Resensi
Reuni dan Halal Bihalal Mts Putra-Putri Simo 1991-1992
Ribut Wijoto
Ridwan Munawwar Galuh
Riki Antoni
Riki Dhamparan Putra
Rimbun Natamarga
Rinto Andriono
Robin Al Kautsar
Rodli TL
Rofiqi Hasan
Romel Masykuri Nur Arifin
Ronny Agustinus
Rosi
Rosihan Anwar
Rosmawaty Harahap
Roy Kusuma
Rumah Budaya Pantura (RBP)
Rx King Motor
S. Jai
S.W. Teofani
Sabrank Suparno
Sahaya Santayana
Sainul Hermawan
Sajak
Salman Faris
Sandiaga Uno
Sanggar Lukis Alam
Sanggar Pasir
Sanggar Rumah Ilalang
Sanusi Pane
Sapardi Djoko Damono
Saripuddin Lubis
Sasti Gotama
Saut Situmorang
Saya
Sayyid Muhammad Hadi Assegaf
Sejarah
Sekolah Literasi Gratis (SLG)
SelaSAstra Boenga Ketjil
Seni Gumira Ajidarma
Seni Rupa
Seno Joko Suyono
Setia Budhi
Shiny.ane el’poesya
Shofa As-Syadzili
Sholihul Huda
Shulhan Hadi
Sihar Ramses Simatupang
Siti Aisyatul Adawiyah
Siwi Dwi Saputro
Soediro Satoto
Soeparno S. Adhy
Soesilo Toer
Soetanto Soepiadhy
Sofyan RH. Zaid
Sosiawan Leak
Sri Wintala Achmad
STKIP PGRI Ponorogo
Subagio Sastrowardoyo
Suminto A. Sayuti
Sunardian Wirodono
Sunlie Thomas Alexander
Sunoto
Sunu Wasono
Sunudyantoro
Suryanto Sastroatmodjo
Susianna
Sutan Iwan Soekri Munaf
Sutardji Calzoum Bachri
Sutejo
Syahrudin Attar
Syaifuddin Gani
Syaikh Prof. Dr. dr. Yusri Abdul Jabbar al-Hasani Asyadzili
Syaikh Yusri al-Hasani Al Azhari
Taman Ismail Marzuki
Taufiq Wr. Hidayat
Teater Ilat
Teguh Afandi
Temu Penyair Timur Jawa
Tengsoe Tjahjono
Tere Liye
Toko Buku PUstaka puJAngga Lamongan
Tri Wahono
TS Pinang
Tsani Fanie
Tulus S
Udo Z. Karzi
Umar Kayam
Umbu Landu Paranggi
Umi Kulsum
Universitas Jember
Untung Wahyudi
Uwell's King Shop
Uwell's Setiawan
Virdika Rizky Utama
W.S. Rendra
Wage Daksinarga
Wahyu Aji
Wawan Eko Yulianto
Wawancara
Wayan Sunarta
Widie Nurmahmudy
Yanuar Widodo
Yanusa Nugroho
Yerusalem
Yetti A. KA
Yohanes Padmo Adi Nugroho
Yohanes Sehandi
Yoks Kalachakra
Yonathan Rahardjo
Yuditeha
Yusri Fajar
Yuval Noah Harari
Zainal Arifin Thoha
Zehan Zareez
Zuhdi Swt
Zulfikar Akbar
Tidak ada komentar:
Posting Komentar