Jumat, 09 Agustus 2019

AGAMA PARA BAJINGAN

Peresensi : Fatah Yasin Noor
Judul Buku : AGAMA PARA BAJINGAN
Penulis : Taufiq Wr. Hidayat
Penerbit : Pusat Studi Budaya Banyuwangi dan Rumah Kopi Nongko Sesigar
14x20 cm, VII+250 halaman
ISBN : 9-786025-352119
Cetakan : 1, Tahun : 2019

Nyastra! Dan renyah serenyah kacang. Tapi bukan kacang. Tulisan-tulisan pendek—kadang juga panjang—Taufiq Wr. Hidayat yang lepas, memang asik. Tulisan dalam buku “Agama Para Bajingan” ini tulisan yang “tidak main-main”. Digali dari pengetahuan dan karakter unik penulisnya. Anda dapat bayangkan, bagaimana sebuah tema dipandang dari pengertian klasik kitab-kitab kuno pesantren, yang bergumul mesra dengan filsafat timur dan barat, juga sastra. Wawasan film dan pornografi. Itu bajingan! Taufiq, manusia unik yang bukan bajingan—tapi kadang-kadang jadi bajingan, membuka cakrawala pandangan kita tentang agama dan kehidupan sehari-hari, juga isu-isu mutakhir. Ia melihat sesuatu dari detil yang beraneka dan “yang lain”, dari begitu banyak sudut pandang yang berpagutan membentuk sebuah pengertian yang “gak tanggung-tanggung”. Pengetahuan dan penguasaan penulis buku ini pada khazanah keilmuan Islam yang hanya dapat digali bertahun-tahun di pesantren tradisional yang memegang teguh “disiplin kaidah berbahasa Arab” itu, juga keliarannya menggali pemahaman yang bertolak-belakang dari dunia pesantren, membuat buku ini dalam, kaya gizi dan nutrisi, juga menawarkan sesuatu yang dapat diperbincangkan atau dipersoalkan lebih hangat dan inspiratif pada sebuah diskursus. Dan tak terduga! Banyak tema—yang dalam penguraiannya—sampai pada sebuah keadaan atau pengertian tak terduga. Mendebarkan. Taufiq memang cerdik mengolah sejumlah tema biasa dalam adonan pikiran serta gaya bahasa yang “tak biasa”. Dan mencengangkan! Menjadi bahan permenungan. Juga dengan gelak tawa, yang melihat banyak hal dengan cair. Kadang mengerutkan kening. Sinis. Menyindir. Atau membongkar tanpa tedeng aling-aling. Dengan nakal, buku ini menggoda kesadaran siapa saja, baik yang sudah karib dengan kesakralan agama, bahkan bagi yang lebih akrab dengan film-film porno atau tak karib dengan agama.

Tulisan Tuafiq khas. Karakternya kuat. Dia penulis yang tekun. Juga pekerja keras yang rajin. Dia tak memfokuskan hidupnya sebagai penulis. Sepertinya dia tak terlalu senang disebut penulis. Tapi tulisan-tulisannya melimpah, buku yang menyimpan tulisannya setinggi satu meter lebih, sangking banyaknya. Bajingan! Tulisan yang jadi buku hanya sebagian kecil dari tulisan-tulisannya yang tak sempat terpublikasikan itu, yang masih berupa tulisan tangan. Bertemu orang ini menyenangkan. Seperti bertemu seorang pahlawan yang datang membawakan rokok kesukaanmu, tepat di saat kamu kehabisan rokok. Dia bukan orang yang hidup dari kamar yang gelap. Ia selalu bersikap sebagai orang kebanyakan, tapi yang khas. Wawasan dan argumentasinya nyeleneh. Tapi secara unik mampu mengusulkan gagasan baru, membuka banyak hal yang selama ini tak tersentuh secara lazim. Ibarat sopir bis, Taufiq mengendara secara ugal-ugalan dan terkesan serampangan. Dan “untungnya” selamat! Kita dapat bersyukur karena bis tiba dengan beres di tempat tujuan tak kurang satu apa. Pengalaman itu akan kita alami saat membaca buku ini. Ada fiksi. Ada non fiksi yang ganjil di sini. Ada catatan sastra Banyuwangi yang cukup jadi bahan referensi. Siapa pun dapat mengunyahnya tanpa sarat. Ini buku serius. Tapi juga rekreatif. Keseriusan yang digarap “secara main-main”. Dan ketidakseriusan yang digarap dengan cukup serius. Buku ini dapat dibaca kapan pun dan bisa langsung pada halaman berapa pun. Tidak harus runut. Coba saja! Menurut saya, membaca buku ini membawa pada pemahaman, bahwa untuk menjadi bajingan, sepertinya kita harus membongkar kebenaran dengan “modal ilmu yang tidak pas-pasan”. Tapi untuk menemukan kearifan, kita perlu membongkar watak bajingan dalam diri kita. Terserah siapa diri kita, apakah memang bajingan, agamawan, pemimpin, jomblo, atau siapa pun.

Untuk bisa memahami tulisan Taufiq Wr. Hidayat seyogianya, saya tunjukkan saja "kuncinya" di sini. Yakni dibaca dengan sabar dan belajar memahami bahasa pasemon, bahasa lambang. Sindiran terhadap segala sesuatu tentang pelbagai hal dalam hidup dan kehidupan. Tak langsung tunjuk hidung. Tidak perlu. Sebab pasemon tak hanya tertuju pada orang, tapi juga kehidupan sehari-hari. Juga perkara alam dan kebudayaan. Pasemon itu sejenis tutur kata satir, kadang bisa juga berkelit dalam humor atau kejenakaan. Kita merasa kegetiran hidup tak bisa dilawan dengan kesedihan belaka. Tapi direspon lewat dagelan, menertawakan diri sendiri dengan “mbeling”. Tulisan Taufiq selalu—saya rasakan, didasari oleh kembelingan itu: menolak secara halus dengan cara cengengesan. Seperti “enggih-enggih ning ora kepanggih”. Memosisikan diri dari kampung (orang kebanyakan—meminjam istilah Budi Darma), tapi dengan derajat diri menolak segala sesuatu yang menghegemonik. Kampungan sekaligus modern. Dari akar tradisi dan budaya lokal, tapi mampu membereskan persoalan esensial yang rumit, kadang juga sederhana. Secara guyonan, inilah ”yang lokal dengan cita rasa meng-internasional,” katanya.

Tapi akhirnya toh kita tahu apa makna dari gaya tutur Taufiq Wr. Hidayat yang diksinya seolah “ngajari” kita. Padahal itu hanya gaya bahasa belaka. Taufiq tidak benar-benar bisa vulgar memberi petuah misalnya, tapi kita sadar telah mendapat pesan itu berulang kali. Itu bajingan! Di mata Taufiq—yang kadang berubah memata-matai keadaan—sesungguhnyalah masyarakat banyak mengalami gangguan jiwa akibat gegar budaya (culture shock) dalam kajian psikoanalisa Freud. Tak jarang Taufiq harus menjelaskan gejala itu terang benderang: bahwasanya banyak orang gak beres di sekitar kita, yang tentu saja tak perlu sibuk-sibuk kita bereskan. Melainkan jangan-jangan—secara tak sadar, ketidakberesan itu dikandung oleh diri kita sendiri. Hingga kita melihat orang lainlah yang gak beres. Diri inilah yang sejatinya punya tugas wajib untuk membereskan dirinya sendiri. Bukan orang lain.

Tulisan Taufiq Wr. Hidayat bukan kliping koran. Tapi catatan kecil itu seperti kliping yang menyimpan ironi masa kini dan masa silam sekaligus. Kliping-kliping itu menjadi catatan penting untuk menjadi landasan Taufiq Wr. Hidayat melungsurkan kontemplasinya. Sebentuk fakta yang sukar dibantah, bahwa kita hidup di ruang yang pengap dan penuh ambiguitas. Hidup yang sungguh paradok ketika seseorang diuji kewarasannya di tengah kehidupan yang sesungguhnya kurang waras. Fiksi-fiksi yang juga ditulis dalam buku ini, terasa ganjil. Orang-orang ganjil. Di tengah hidup yang diam-diam memang ganjil. Kita tak sepenuhnya sadar telah menjalani kehidupan yang sebenarnya ganjil itu, mungkin karena kita lupa untuk sekadar berjeda atau menyadari keganjilan hidup ini.

Agama dan para bajingan: kita tahu apa yang ingin didedahkan. Perkara moral dan agama sebagai satu terma kebenaran langit. Di sisi lain, agama dipakai para bajingan dengan cara yang disengaja. Diperalat. Dimanipulasi. Bajingan, kita tahu, hanya dipakai sebagai penanda. Mengadopsi fabel, sejumlah perilaku dan sifat binatang: bajing. Sejaman dengan Borges, George Orwell dengan karya fabelnya yang mashur, “The Animal Farm”, menggambarkan secara jitu sifat manusia sebagai binatang: lugu, dan begitu tampak jujur tidak dibuat-buat, tak ada tipu muslihat yang bersumber dari keburukan hati. Binatang, dalam hal ini, berjalan polos sebagaimana karakter bawaan binatang. Sebagaimana kucing misalnya, tak pernah jauh meninggalkan rumah. Anjing yang memiliki kesetiaan yang keras kepala pada tuannya. Kisah di fabel itu menjadi menarik ketika dibenturkan dengan watak manusia.

Tapi manusia menelan dunia dengan mengatasnamakan kebenaran agama. Binatang tak sejauh itu dalam memakan korban. Binatang tak memakai pembenaran lewat dalil agama. Lalu siapakah bajingan?

Baik Budi Darma maupun Borges, membongkar kebohongan itu secara naratif, mengebor sukma pembaca, satir dan tanpa tedeng aling-aling. Membongkar, memaparkan karakter manusia yang seringkali mirip dengan karakter binatang. Menutup nuraninya seraya merayakan naluri kebinatangan yang lebih sadis dari binatang. Lebih buas dari macan saat memangsa korban. Hanya manusialah ternyata, makhluk yang sanggup melakukan kejahatan dengan sangat sadis itu. Keji dan menjijikkan. Sangat mengerikan bagi kita yang memiliki hati nurani dan perikemanusiaan. Ternyatalah manusia makhluk yang paradok. Kekerasan, kesadisan, ketegaan, kejijikan, atau kebusukan tanpa perikemanusiaan bisa juga sekendang seirama dengan kemuliaan yang dinamakan iman atau agama. Paradok yang rumit. Dan bajingan. Selamat membaca!

2019

Dapatkan bukunya! Harga Buku: 90.000,-
(sudah termasuk ongkos kirim seluruh Jawa. Luar Jawa menyesuaikan)

Pemesanan atau pembelian buku dapat menghubungi para pemuka buku “Agama Para Bajingan” pada akun Facebook: Yanuar Widodo (WA: 08113654422).
https://www.facebook.com/TaufiqWr.Hidayat/posts/2587782741233038
http://sastra-indonesia.com/2019/08/agama-para-bajingan/

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

A Anzieb A. Khoirul Anam A. Muhaimin Iskandar A. Mustofa Bisri A. Qorib Hidayatullah A. Rodhi Murtadho A.H. J Khuzaini A.S Laksana Aa Sudirman Abdul Kirno Tanda Abdurrahman Wahid Acep Iwan Saidi Achiar M Permana Addi Mawahibun Idhom Adhi Pandoyo Adi W. Gunawan Afrion Afriza Hanifa Afrizal Malna Agama Para Bajingan Aguk Irawan MN Agung Poku Agus Buchori Agus Mulyadi Agus Noor Agus R. Sarjono Agus R. Subagyo Agus Setiawan Agus Sulton Agus Sunyoto Agus Wahyudi Agusri Junaidi AH J Khuzaini Ahmad Baso Ahmad Dahri Ahmad Farid Yahya Ahmad Muchlish Amrin Ahmad Munjin Ahmad Naufel Ahmad Rifa’i Rif’an Ahmad Syauqi Sumbawi Ahmad Tohari Ahmad Yulden Erwin Ahmad Zaini Ahmadul Faqih Mahfudz Ahmadun Yosi Herfanda Akhlis Purnomo Akhmad Sekhu Akhmad Taufiq Akhudiat Albert Camus Alfathri Adlin Alfian Dippahatang Ali Audah Alim Bakhtiar Alimuddin Amelia Rachman Amie Williams Amien Kamil Amien Wangsitalaja Aming Aminoedhin An. Ismanto Andhi Setyo Wibowo Andik Suprihartono Andri Awan Anindita S Thayf Anjrah Lelono Broto Antologi Sastra Lamongan Anton Wahyudi Anugrah Gio Pratama Anung Wendyartaka Aprinus Salam APSAS (Apresiasi Sastra) Indonesia Arafat Nur Ari Welianto Arief Rachman Hakim Arif Hidayat Arif Saifudin Yudistira Arman A.Z. Arsyad Indradi Arti Bumi Intaran Asarpin Asep Dudinov Ar Atafras Awalludin GD Mualif Ayu Nuzul Bahrum Rangkuti Beni Setia Benni Setiawan Benny Benke Berita Bernando J. Sujibto Binhad Nurrohmat Bonardo Maulana Wahono Bre Redana Budi Darma Budiman Hakim Buku Bung Hatta Bustan Basir Maras Butet Kertaredjasa Candrakirana Capres Cawapres 2019 Catatan Cerpen Chairil Anwar CNN Indonesia Coronavirus COVID-19 Cunong N. Suraja D. Zawawi Imron Dadang Ari Murtono Dahlan Iskan Dahlan Kong Damiri Mahmud Danarto Daniel Dhakidae Deni Jazuli Denny JA Denny Mizhar Dessy Wahyuni Dewi Satika Dian R. Basuki Dian Sukarno Dian Tri Lestari Dien Makmur Din Saja Dinas Perpustakaan Daerah Lamongan Diponegoro Djoko Pitono Djoko Saryono Doddi Ahmad Fauji Doddy Hidayatullah Dodit Setiawan Santoso Dody Yan Masfa Donny Anggoro Donny Darmawan Doris Lessing Dr. Hilma Rosyida Ahmad Dwi Pranoto Dyah Ayu Fitriana Edisi Khusus Edy A Effendi Egidius Patnistik Eka Budianta Eka Kurniawan Eko Hendri Saiful Eko Prasetyo Eko Tunas Ekwan Wiratno el-Ha Abdillah Enny Arrow Erdogan Esai Esthi Maharani Estiana Arifin Evi Melyati F. Budi Hardiman F. Rahardi Fahmi Faqih Fahri Salam Faisal Kamandobat Farah Noersativa Fatah Anshori Fatah Yasin Noor Feby Indirani Felix K. Nesi Festival Gugur Gunung Forum Santri Nasional Frischa Aswarini Fuad Mardhatillah UY Tiba Fuad Nawawi Galeri Sonobudoyo Galuh Tulus Utama Gampang Prawoto Geger Riyanto Geguritan Goenawan Mohammad Gola Gong Grathia Pitaloka Gugun el-Guyanie Gus Ahmad Syauqi Gus Dur Gusti Eka Habib Syech bin Abdul Qodir Assegaf Halim HD Hamdy Salad Hamid Jabbar Hamka Hamzah al-Fansuri Hari Puisi Indonesia (HPI) Harris Maulana Hasan Basri Hasnan Bachtiar Herry Fitriadi Herta Muller Heru Kurniawan Hesti Sartika Hilmi Abedillah Hudan Hidayat IAI TABAH Ibnu Wahyudi Idrus Efendi Ignas Kleden Iis Narahmalia Imam Jazuli Imam Nawawi Imamuddin SA Iman Budhi Santosa Imron Tohari Indra Intisa Indra Tjahyadi Indra Tranggono Inung As Irfan Afifi Irwan Kelana Isbedy Stiawan Z.S. Iwan Simatupang Jafar Fakhrurozi Jajang R Kawentar Jalaluddin Rakhmat Jawa dan Islam JJ. Kusni Jo Batara Surya Joni Ariadinata Jordaidan Rizsyah Jual Buku Paket Hemat Jurnalisme Sastra K.H. Ma'ruf Amin Kadek Suartaya Kadjie MM Kalis Mardiasih Kanti W. Janis Karang Taruna Kedungrejo Katrin Bandel Kedai Kopi Sastra Kedung Darma Romansha Kedungrejo Muncar Banyuwangi Kemah Budaya Panturan (KBP) Kembulan KetemuBuku Jombang KH. M. Najib Muhammad KH. Muhammad Amin (1910-1949) Khairul Mufid Jr Khawas Auskarni Ki Ompong Sudarsono Kitab Arbain Nawawi Kitab Kelamin Kompas TV Komplek Gor Kamantren Paciran Lamongan Komunitas Buana Kasih Komunitas Penulis Katolik Deo Gratias Komunitas Perupa Lamongan (KOSPELA) Komunitas Sastra dan Teater Lamongan Komunitas Sastra Ilalang Indonesia (KSII) Komunitas Selapan Sastra Kopi Bubuk Mbok Djum Kostela KPRI IKMAL Lamongan Kritik Sastra Kumpulan Cerita Buntak Kuswaidi Syafi’ie L Ridwan Muljosudarmo L.K. Ara Lagu Laksmi Shitaresmi Lan Fang Launching Buku Launching dan Bedah Buku Lawi Ibung Linda S Priyatna Literasi Liza Wahyuninto Lona Olavia Lukisan Lukman Santoso Az M. Faizi M. Lutfi M. Raudah Jambak M.D. Atmaja Maduretna Menali Mahendra Cipta Mahmud Jauhari Ali Mahwi Air Tawar Maimun Zubair Maiyah Banyuwangi Malkan Junaidi Maman S. Mahayana Manneke Budiman Maratushsholihah Mardi Luhung Marhalim Zaini Maria Magdalena Bhoernomo Mariana Sitohang Mario Vargas Llosa Marsel Robot Mas Garendi Mashuri Massayu Masuki M. Astro Max Arifin Media Seputar Indonesia Mei Anjar Wintolo Melukis Membongkar Mitos Kesusastraan Indonesia Menggalang Dana Amal MG. Sungatno Mianto Nugroho Agung Mien Uno Miftachur Rozak Mihar Harahap Mochtar Lubis Moh. Husen Moh. Jauhar al-Hakimi Moh. Syafari Firdaus Mohamad Sobary Mohammad Rokib Mohammad Wildan Motinggo Busye Muafiqul Khalid MD Muhammad Al-Fayyadl Muhammad Alfatih Suryadilaga Muhammad Alimudin Muhammad Anta Kusuma Muhammad Marzuki Muhammad Muhibbuddin Muhammad N. Hassan Muhammad Subarkah Muhammad Yasir Muhammad Yunus Muhidin M. Dahlan Mukhsin Amar Mulyosari Banyuurip Ujung Pangkah Gresik Munawir Aziz Mutia Sukma N. Syamsuddin CH. Haesy Naskah Teater Ndix Endik Nenden Lilis A Nezar Patria Ni Made Purnama Sari Ninin Damayanti NKRI Nur Taufik Nurel Javissyarqi Nurul Komariyah Obrolan Orasi Budaya Akhir Tahun 2018 Orhan Pamuk Pagelaran Musim Tandur Palestina Palupi Panca Astuti Pameran Lukisan Parimono V / 40 Plandi Jombang Pawon Seni PDS H.B. Jassin Pekan Literasi Lamongan Pelukis Tarmuzie Pendhapa Art Space Pendidikan Penerbit Pelangi Sastra Pengajian Pipiet Senja Politik Pondok Pesantren Mamba'ul Ma'arif Denanyar Jombang Pramoedya Ananta Toer Presiden Jokowi Proses Kreatif Puisi Puisi Menolak Korupsi (PMK) Pungkit Wijaya Pusat Studi Budaya Banyuwangi (PSBB) Pustaka LaBRAK Putu Fajar Arcana R Giryadi R. Ng. Ronggowarsito Radhar Panca Dahana Raedu Basha Rakai Lukman Rakhmat Nur Hakim Rani R. Moediarta Raudal Tanjung Banua Raudlotul Immaroh Reiny Dwinanda Remy Syaldo Remy Sylado Rendy Adrikni Sadikin Resensi Reuni dan Halal Bihalal Mts Putra-Putri Simo 1991-1992 Ribut Wijoto Ridwan Munawwar Galuh Riki Antoni Riki Dhamparan Putra Rimbun Natamarga Rinto Andriono Robin Al Kautsar Rodli TL Rofiqi Hasan Romel Masykuri Nur Arifin Ronny Agustinus Rosi Rosihan Anwar Rosmawaty Harahap Roy Kusuma Rumah Budaya Pantura (RBP) Rx King Motor S. Jai S.W. Teofani Sabrank Suparno Sahaya Santayana Sainul Hermawan Sajak Salman Faris Sandiaga Uno Sanggar Lukis Alam Sanggar Pasir Sanggar Rumah Ilalang Sanusi Pane Sapardi Djoko Damono Saripuddin Lubis Sasti Gotama Saut Situmorang Saya Sayyid Muhammad Hadi Assegaf Sejarah Sekolah Literasi Gratis (SLG) SelaSAstra Boenga Ketjil Seni Gumira Ajidarma Seni Rupa Seno Joko Suyono Setia Budhi Shiny.ane el’poesya Shofa As-Syadzili Sholihul Huda Shulhan Hadi Sihar Ramses Simatupang Siti Aisyatul Adawiyah Siwi Dwi Saputro Soediro Satoto Soeparno S. Adhy Soesilo Toer Soetanto Soepiadhy Sofyan RH. Zaid Sosiawan Leak Sri Wintala Achmad STKIP PGRI Ponorogo Subagio Sastrowardoyo Suminto A. Sayuti Sunardian Wirodono Sunlie Thomas Alexander Sunoto Sunu Wasono Sunudyantoro Suryanto Sastroatmodjo Susianna Sutan Iwan Soekri Munaf Sutardji Calzoum Bachri Sutejo Syahrudin Attar Syaifuddin Gani Syaikh Prof. Dr. dr. Yusri Abdul Jabbar al-Hasani Asyadzili Syaikh Yusri al-Hasani Al Azhari Taman Ismail Marzuki Taufiq Wr. Hidayat Teater Ilat Teguh Afandi Temu Penyair Timur Jawa Tengsoe Tjahjono Tere Liye Toko Buku PUstaka puJAngga Lamongan Tri Wahono TS Pinang Tsani Fanie Tulus S Udo Z. Karzi Umar Kayam Umbu Landu Paranggi Umi Kulsum Universitas Jember Untung Wahyudi Uwell's King Shop Uwell's Setiawan Virdika Rizky Utama W.S. Rendra Wage Daksinarga Wahyu Aji Wawan Eko Yulianto Wawancara Wayan Sunarta Widie Nurmahmudy Yanuar Widodo Yanusa Nugroho Yerusalem Yetti A. KA Yohanes Padmo Adi Nugroho Yohanes Sehandi Yoks Kalachakra Yonathan Rahardjo Yuditeha Yusri Fajar Yuval Noah Harari Zainal Arifin Thoha Zehan Zareez Zuhdi Swt Zulfikar Akbar