Kamis, 22 Agustus 2019

Belajar Nasionalisme Bung Hatta

Dr. H. Sutejo, M.Hum. *

Hari ini, adalah hari Proklamasi Kemerdekaan Indonesia. Bung Hatta adalah salah satu proklamator bangsa yang berduet dengan Bung Karno. Merenungkan nasionalisme Bung Hatta adalah ruang belajar sepanjang massa.
Nasionalisme yang ditawarkan Bung Hatta, pertama-tama, tampaknya adalah “nasionalisme literasi”. Bangsa yang besar, tentunya, yang menjadikan literasi sebagai panglima perubahan dan peradaban. Tak mengherankan, begitu dahsyatnya pesan filosofis Bung Hatta untuk mencintai buku. “Aku rela dipenjara asalkan bersama buku, karena dengan buku aku bebas.” Begitulah kata beliau. “Selama dengan buku, kalian boleh memenjarakanku di mana saja, karena dengan buku, aku merasa bebas.” Literasi yang handal akan menciptakan kebudayaan yang handal pula.

Bangsa yang besar adalah bangsa yang mengagungkan buku, bukan bangunan fisik. Tersebab, buku adalah media ampuh untuk membangun kualitas SDM bangsa yang berdaya guna. Manusia unggul yang mampu mempertaruhkan bangsanya untuk tegak berdiri diantara bangsa lain. Bangsa yang mengedepankan budaya baca sehingga melek budaya itu akan menjadi kunci utamanya.

“Membaca tanpa merenungkan adalah bagaikan makan tanpa dicerna.” Begitulah selanjutnya pesan Bung Hatta. Sebagai pembaca yang baik, kita dituntut memiliki permenungan tinggi hingga menemukan saripati kehidupan untuk membangun kebudayaan bangsa. Membangun humanitas yang berkadilan, demokratis, dan berkeadaban.

Karakter besar yang diimpikan dari bangsa literat, dengan doyan baca-tulis adalah menjadi bangsa yang jujur dan mampu membela negerinya dari ancaman siapa pun yang akan menguasai. Bukan menyerahkan bangsanya kepada bangsa yang lain, baik langsung maupun tidak langsung. “Kurang cerdas dapat diperbaiki dengan belajar, kurang cakap dapat dihilangkan dengan pengalaman. Namun tidak jujur sulit diperbaiki.” Kejujuran, karena itu, bisa jadi adalah salah satu saripati moralitas karakter di balik bangsa yang literat. Jiwa nasionalisme yang paling dalam. Bukankah cinta bangsa akan luntur tanpa kejujuran?
***

Menjadi warga Negara Indonesia tentu akan mengesankan jika dibalut oleh kebanggaan. “Hanya ada satu negara yang pantas menjadi negaraku. Ia tumbuh dengan perbuatan dan perbuatan itu adalah perbuatanku.” Begitulah pengakuan Bung Hatta. Begitu indah dan menggugah. Mari direnungkan perbuatan-perbuatan apakah yang dapat disumbangkan untuk tegaknya bangsa besar ini, rumah kebinekaan yang luar biasa dibandingkan bangsa lain di dunia.

Pesan Bung Hatta yang tak kalah mengesankan adalah bagaimana kita mampu menjadi bangsa dengan kebudayaan yang kokoh. “Kebudayaan tidak dapat dipertahankan saja, kita harus berusaha mengubah dan memajukan, oleh karena kebudayaan sebagai kultur, sebagai barang yang tumbuh, dapat hilang dan bisa maju.” Di sinilah, maka kebudayaan wajib dirawat, ditumbuhkan, dan diperjuangkan agar mencapai maqom terindahnya. Salah satu akar kebudayaan yang manjur adalah kokohnya akar literasi suatu bangsa. Bangsa Jepang adalah contoh paling gemilang dalam membangun literasi nasionalisme berbasis budaya lokal bangsanya.

Marilah, belajar dari pahlawan bangsa. Memiliki jiwa-jiwa berkorban untuk kemanusiaan, untuk bangsa, untuk kehidupan, dan untuk kebaikan adalah jejiwa kepahlawan yang penting untuk ditumbuhkembangkan. Ingat pesan Bung Hatta berikut: “Pahlawan yang setia itu berkorban, bukan buat dikenal namanya, tetapi semata-mata membela cita-cita.”

Para pahlawan bangsa ini, Negara ini, telah begitu banyak berkorban untuk kemerdekaan. Generasi selanjutnya –termasuk kita— tentu tinggallah mengisi dan memerjuangkan untuk tidak tertinggal dari bangsa lain. Bangsa yang memiliki cita-cita besar, bangsa unggul sebagaimana dipesankan Presiden RI Joko Widodo dalam pidatonya di depan sidang MPR 2019 kemarin. Jargon Presiden dalam judul pidatonya, “Berkarya, Bergerak, dan Berjuang untuk Cita-cita Bersama.”

Ingat pesan Bung Hatta, “Untuk mencapai cita-cita yang tinggi, manusia (pahlawan) melepaskan nyawanya pada tiang gantungan, mati dalam pembuangan, tetapi senantiasa menyimpan dalam hatinya luka wajah tanah air yang duka.” Seakan menitipkan pesan derita para pahlawan untuk dibaca, dinikmati, diinternalisasi, dan direfleksikan kembali hero juangnya sehingga tak terlupakan oleh generasi. Sehingga menjadi dinamo besar yang menggerakkan dan mengobarkan semangat nasionalisme.

Dalam mewujudkan kemerdekaan bangsa yang terjaga, maka persatuan dan kesatuan adalah modal berharga. Berbeda dalam pilihan, mestinya tetap mementingkan kepentingan kemajuan dan kekohonan Negara. “Jatuh bangunnya negara ini, sangat tergantung dari bangsa ini sendiri. Makin pudar persatuan dan kepedulian, Indonesia hanyalah sekedar nama dan gambar seuntaian pulau di peta.” Begitulah, seakan-akan, Bung Hatta menyampaikannya dengan wanti-wanti.

Nasionalisme yang kokoh mestinya berdiri di atas kaki sejarah. Kaki-kaki pengalaman masa lalu yang dijadikan titik tolak, titik gerak yang memberikan arah dan petunjuk mengisi kemerdekaan. “Biarlah pengalaman masa lalu kita menjadi tonggak petunjuk, dan bukan tonggak yang membelenggu kita.” Begitulah Bung Hatta, sejarah tak boleh membelenggu. Sebaliknya, adalah tonggak yang penting dirawat untuk mengukur gerak.

Di sinilah, maka penting bagaimana bangsa ini memikirkan kesinambungan dinamika negeri untuk tidak terberai. Tugas terberat seorang pemimpin, kata Bung Hatta adalah menyiapkan pengganti yang mampu mengawal masa depan bangsanya. Bukan sebaliknya, kita suka berebut kuasa –sama sekali tidak memikirkan—pengganti yang memiliki jiwa kenegaraan yang handal. Bukankah Bung Hatta pernah berpesan: “Pemimpin sejati adalah pemimpin yang sanggup menyediakan penggantinya.”
***

Untuk itu, pendidikan kita –khususnya perguruan tinggi (PT)—tentu memanggul tugas berat, tugas yang tidak ringan. Membangun Negara dan menyiapkan SDM yang berkualitas, menjadikan generasi dengan mentalitas yang jujur dan berkarakter. Ingat bagaimana Bung Hatta memesankan bahwa “Tak ada harta pusaka yang sama berharganya dengan kejujuran.” Kejujuran bagi bangsa ini, karena itu, wajib dikawal dan diperjuangkan. Khususnya, pendidikan adalah pilar besar yang dapat berkontribusi untuk mewujudkannya. Baik itu pendidikan formal, nonformal, dan informal. Peta jalan pendidikan ini wajib kokoh adanya.

PT tentu akan sangat penting memiliki filosofi yang jelas. Bukan membebek-bebek, apalagi membungkuk-bungkuk pada kapitalisasi kehidupan yang sama sekali tidak mendewasakannya. PT wajib menjadi teladan perubahan. Teladan filosofi hidup yang bisa mengubah pikiran generasi. “Filosofi meluaskan pandangan serta mempertajam pikiran.” Begitulah pesan Bung Hatta. Hanya dengan filosofi (apa, bagaimana, dan mengapa) misalnya berkiprah di PT tentu akan menjadi pemandu kesadaran yang setiap saat menarik untuk terus direnungkan.

Mari kita menguatkan filosofi gerakan dalam mengisi kemerdekaan dengan karakter masing-masing. Sebab, filosofi yang diambil suatu PT misalnya, akan memandu mengarahkan ke mana generasi yang ingin diciptakannya. Jangan mempersoalkan perbedaan filosofi, tetapi mari jadikan perbedaan adalah kekuatan untuk saling melengkapi. Berkarya dan berbuat untuk kemajuan bersama.

Terakhir, mari kita renungkan pesan Bung Hatta berkaitan dengan filosofi berikut. Filosofi untuk membangun dan menumbuhkembangkan nasionalisme generasi dalam gerak-laku yang berbeda tetapi berorentasi pada visi cita yang sama. “Apa sebenarnya yang disebut filosofi, lebih baik jangan dipersoalkan pada permulaan menempuhnya. Akan hilang jalan nanti karena banyak ragam dan paham. Tiap-tiap ahli berlainan pendapatnya tentang apa yang dikatakan filosofi. Tiap-tiap filosofi pun lain-lain pula tujuannya.” []

*) Sutejo adalah Ketua STKIP PGRI Ponorogo, Ketua Litbang PCNU Ponorogo, Anggota Dewan Pakar PC ISNU Ponorogo, Ketua Bidang Pengembangan SDM PGRI kabupaten Ponorogo, Anggota Dewan Pakar PW LTNU Jawa Timur.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

A Anzieb A. Khoirul Anam A. Muhaimin Iskandar A. Mustofa Bisri A. Qorib Hidayatullah A. Rodhi Murtadho A.H. J Khuzaini A.S Laksana Aa Sudirman Abdul Kirno Tanda Abdurrahman Wahid Acep Iwan Saidi Achiar M Permana Addi Mawahibun Idhom Adhi Pandoyo Adi W. Gunawan Afrion Afriza Hanifa Afrizal Malna Agama Para Bajingan Aguk Irawan MN Agung Poku Agus Buchori Agus Mulyadi Agus Noor Agus R. Sarjono Agus R. Subagyo Agus Setiawan Agus Sulton Agus Sunyoto Agus Wahyudi Agusri Junaidi AH J Khuzaini Ahmad Baso Ahmad Dahri Ahmad Farid Yahya Ahmad Muchlish Amrin Ahmad Munjin Ahmad Naufel Ahmad Rifa’i Rif’an Ahmad Syauqi Sumbawi Ahmad Tohari Ahmad Yulden Erwin Ahmad Zaini Ahmadul Faqih Mahfudz Ahmadun Yosi Herfanda Akhlis Purnomo Akhmad Sekhu Akhmad Taufiq Akhudiat Albert Camus Alfathri Adlin Alfian Dippahatang Ali Audah Alim Bakhtiar Alimuddin Amelia Rachman Amie Williams Amien Kamil Amien Wangsitalaja Aming Aminoedhin An. Ismanto Andhi Setyo Wibowo Andik Suprihartono Andri Awan Anindita S Thayf Anjrah Lelono Broto Antologi Sastra Lamongan Anton Wahyudi Anugrah Gio Pratama Anung Wendyartaka Aprinus Salam APSAS (Apresiasi Sastra) Indonesia Arafat Nur Ari Welianto Arief Rachman Hakim Arif Hidayat Arif Saifudin Yudistira Arman A.Z. Arsyad Indradi Arti Bumi Intaran Asarpin Asep Dudinov Ar Atafras Awalludin GD Mualif Ayu Nuzul Bahrum Rangkuti Beni Setia Benni Setiawan Benny Benke Berita Bernando J. Sujibto Binhad Nurrohmat Bonardo Maulana Wahono Bre Redana Budi Darma Budiman Hakim Buku Bung Hatta Bustan Basir Maras Butet Kertaredjasa Candrakirana Capres Cawapres 2019 Catatan Cerpen Chairil Anwar CNN Indonesia Coronavirus COVID-19 Cunong N. Suraja D. Zawawi Imron Dadang Ari Murtono Dahlan Iskan Dahlan Kong Damiri Mahmud Danarto Daniel Dhakidae Deni Jazuli Denny JA Denny Mizhar Dessy Wahyuni Dewi Satika Dian R. Basuki Dian Sukarno Dian Tri Lestari Dien Makmur Din Saja Dinas Perpustakaan Daerah Lamongan Diponegoro Djoko Pitono Djoko Saryono Doddi Ahmad Fauji Doddy Hidayatullah Dodit Setiawan Santoso Dody Yan Masfa Donny Anggoro Donny Darmawan Doris Lessing Dr. Hilma Rosyida Ahmad Dwi Pranoto Dyah Ayu Fitriana Edisi Khusus Edy A Effendi Egidius Patnistik Eka Budianta Eka Kurniawan Eko Hendri Saiful Eko Prasetyo Eko Tunas Ekwan Wiratno el-Ha Abdillah Enny Arrow Erdogan Esai Esthi Maharani Estiana Arifin Evi Melyati F. Budi Hardiman F. Rahardi Fahmi Faqih Fahri Salam Faisal Kamandobat Farah Noersativa Fatah Anshori Fatah Yasin Noor Feby Indirani Felix K. Nesi Festival Gugur Gunung Forum Santri Nasional Frischa Aswarini Fuad Mardhatillah UY Tiba Fuad Nawawi Galeri Sonobudoyo Galuh Tulus Utama Gampang Prawoto Geger Riyanto Geguritan Goenawan Mohammad Gola Gong Grathia Pitaloka Gugun el-Guyanie Gus Ahmad Syauqi Gus Dur Gusti Eka Habib Syech bin Abdul Qodir Assegaf Halim HD Hamdy Salad Hamid Jabbar Hamka Hamzah al-Fansuri Hari Puisi Indonesia (HPI) Harris Maulana Hasan Basri Hasnan Bachtiar Herry Fitriadi Herta Muller Heru Kurniawan Hesti Sartika Hilmi Abedillah Hudan Hidayat IAI TABAH Ibnu Wahyudi Idrus Efendi Ignas Kleden Iis Narahmalia Imam Jazuli Imam Nawawi Imamuddin SA Iman Budhi Santosa Imron Tohari Indra Intisa Indra Tjahyadi Indra Tranggono Inung As Irfan Afifi Irwan Kelana Isbedy Stiawan Z.S. Iwan Simatupang Jafar Fakhrurozi Jajang R Kawentar Jalaluddin Rakhmat Jawa dan Islam JJ. Kusni Jo Batara Surya Joni Ariadinata Jordaidan Rizsyah Jual Buku Paket Hemat Jurnalisme Sastra K.H. Ma'ruf Amin Kadek Suartaya Kadjie MM Kalis Mardiasih Kanti W. Janis Karang Taruna Kedungrejo Katrin Bandel Kedai Kopi Sastra Kedung Darma Romansha Kedungrejo Muncar Banyuwangi Kemah Budaya Panturan (KBP) Kembulan KetemuBuku Jombang KH. M. Najib Muhammad KH. Muhammad Amin (1910-1949) Khairul Mufid Jr Khawas Auskarni Ki Ompong Sudarsono Kitab Arbain Nawawi Kitab Kelamin Kompas TV Komplek Gor Kamantren Paciran Lamongan Komunitas Buana Kasih Komunitas Penulis Katolik Deo Gratias Komunitas Perupa Lamongan (KOSPELA) Komunitas Sastra dan Teater Lamongan Komunitas Sastra Ilalang Indonesia (KSII) Komunitas Selapan Sastra Kopi Bubuk Mbok Djum Kostela KPRI IKMAL Lamongan Kritik Sastra Kumpulan Cerita Buntak Kuswaidi Syafi’ie L Ridwan Muljosudarmo L.K. Ara Lagu Laksmi Shitaresmi Lan Fang Launching Buku Launching dan Bedah Buku Lawi Ibung Linda S Priyatna Literasi Liza Wahyuninto Lona Olavia Lukisan Lukman Santoso Az M. Faizi M. Lutfi M. Raudah Jambak M.D. Atmaja Maduretna Menali Mahendra Cipta Mahmud Jauhari Ali Mahwi Air Tawar Maimun Zubair Maiyah Banyuwangi Malkan Junaidi Maman S. Mahayana Manneke Budiman Maratushsholihah Mardi Luhung Marhalim Zaini Maria Magdalena Bhoernomo Mariana Sitohang Mario Vargas Llosa Marsel Robot Mas Garendi Mashuri Massayu Masuki M. Astro Max Arifin Media Seputar Indonesia Mei Anjar Wintolo Melukis Membongkar Mitos Kesusastraan Indonesia Menggalang Dana Amal MG. Sungatno Mianto Nugroho Agung Mien Uno Miftachur Rozak Mihar Harahap Mochtar Lubis Moh. Husen Moh. Jauhar al-Hakimi Moh. Syafari Firdaus Mohamad Sobary Mohammad Rokib Mohammad Wildan Motinggo Busye Muafiqul Khalid MD Muhammad Al-Fayyadl Muhammad Alfatih Suryadilaga Muhammad Alimudin Muhammad Anta Kusuma Muhammad Marzuki Muhammad Muhibbuddin Muhammad N. Hassan Muhammad Subarkah Muhammad Yasir Muhammad Yunus Muhidin M. Dahlan Mukhsin Amar Mulyosari Banyuurip Ujung Pangkah Gresik Munawir Aziz Mutia Sukma N. Syamsuddin CH. Haesy Naskah Teater Ndix Endik Nenden Lilis A Nezar Patria Ni Made Purnama Sari Ninin Damayanti NKRI Nur Taufik Nurel Javissyarqi Nurul Komariyah Obrolan Orasi Budaya Akhir Tahun 2018 Orhan Pamuk Pagelaran Musim Tandur Palestina Palupi Panca Astuti Pameran Lukisan Parimono V / 40 Plandi Jombang Pawon Seni PDS H.B. Jassin Pekan Literasi Lamongan Pelukis Tarmuzie Pendhapa Art Space Pendidikan Penerbit Pelangi Sastra Pengajian Pipiet Senja Politik Pondok Pesantren Mamba'ul Ma'arif Denanyar Jombang Pramoedya Ananta Toer Presiden Jokowi Proses Kreatif Puisi Puisi Menolak Korupsi (PMK) Pungkit Wijaya Pusat Studi Budaya Banyuwangi (PSBB) Pustaka LaBRAK Putu Fajar Arcana R Giryadi R. Ng. Ronggowarsito Radhar Panca Dahana Raedu Basha Rakai Lukman Rakhmat Nur Hakim Rani R. Moediarta Raudal Tanjung Banua Raudlotul Immaroh Reiny Dwinanda Remy Syaldo Remy Sylado Rendy Adrikni Sadikin Resensi Reuni dan Halal Bihalal Mts Putra-Putri Simo 1991-1992 Ribut Wijoto Ridwan Munawwar Galuh Riki Antoni Riki Dhamparan Putra Rimbun Natamarga Rinto Andriono Robin Al Kautsar Rodli TL Rofiqi Hasan Romel Masykuri Nur Arifin Ronny Agustinus Rosi Rosihan Anwar Rosmawaty Harahap Roy Kusuma Rumah Budaya Pantura (RBP) Rx King Motor S. Jai S.W. Teofani Sabrank Suparno Sahaya Santayana Sainul Hermawan Sajak Salman Faris Sandiaga Uno Sanggar Lukis Alam Sanggar Pasir Sanggar Rumah Ilalang Sanusi Pane Sapardi Djoko Damono Saripuddin Lubis Sasti Gotama Saut Situmorang Saya Sayyid Muhammad Hadi Assegaf Sejarah Sekolah Literasi Gratis (SLG) SelaSAstra Boenga Ketjil Seni Gumira Ajidarma Seni Rupa Seno Joko Suyono Setia Budhi Shiny.ane el’poesya Shofa As-Syadzili Sholihul Huda Shulhan Hadi Sihar Ramses Simatupang Siti Aisyatul Adawiyah Siwi Dwi Saputro Soediro Satoto Soeparno S. Adhy Soesilo Toer Soetanto Soepiadhy Sofyan RH. Zaid Sosiawan Leak Sri Wintala Achmad STKIP PGRI Ponorogo Subagio Sastrowardoyo Suminto A. Sayuti Sunardian Wirodono Sunlie Thomas Alexander Sunoto Sunu Wasono Sunudyantoro Suryanto Sastroatmodjo Susianna Sutan Iwan Soekri Munaf Sutardji Calzoum Bachri Sutejo Syahrudin Attar Syaifuddin Gani Syaikh Prof. Dr. dr. Yusri Abdul Jabbar al-Hasani Asyadzili Syaikh Yusri al-Hasani Al Azhari Taman Ismail Marzuki Taufiq Wr. Hidayat Teater Ilat Teguh Afandi Temu Penyair Timur Jawa Tengsoe Tjahjono Tere Liye Toko Buku PUstaka puJAngga Lamongan Tri Wahono TS Pinang Tsani Fanie Tulus S Udo Z. Karzi Umar Kayam Umbu Landu Paranggi Umi Kulsum Universitas Jember Untung Wahyudi Uwell's King Shop Uwell's Setiawan Virdika Rizky Utama W.S. Rendra Wage Daksinarga Wahyu Aji Wawan Eko Yulianto Wawancara Wayan Sunarta Widie Nurmahmudy Yanuar Widodo Yanusa Nugroho Yerusalem Yetti A. KA Yohanes Padmo Adi Nugroho Yohanes Sehandi Yoks Kalachakra Yonathan Rahardjo Yuditeha Yusri Fajar Yuval Noah Harari Zainal Arifin Thoha Zehan Zareez Zuhdi Swt Zulfikar Akbar