: Desa Cangaan, UjungPangkah, Gresik, Jawa Timur
Rakai Lukman
Desa berasal dari bahasa sansekerta, yang berarti tanah asal, juga berarti nagari. Desa ialah kesatuan hukum, dimana bertempat tinggal suatu masyarakat yang berkuasa mengadakan pemerintahannya sendiri. Desa terdiri dari sekumpulan “tanah pekarangan”, yang biasa diberi tanda berupa pagar keliling, baik pagar hidup maupun pagar batu, kayu atau bambu. Di pekarangan terdapat beberapa rumah beserta lumbung padi, kandang sapi, kuda, kambing, kerbau atau ayam.
Pekarangan satu dengan yang lain disambung dengan jalan desa. Di tepian desa jalan-jalan ditutup dengan kunci (portal) dari kayu atau bambu. Ketika malam hari dikunci dari dalam. Di pintu desa bagian dalam terdiri dari gardu penjagaan desa. Pintunya diberi atap dari genteng atau daun. Kanan kiri jalan dibuat geladak lantai di atas tiang, yang merupakan panggung pada kedua tepi jalan) sebagai tempat menaruh gamelan, untuk menghormat tamu agung yang datang.
Di sekitar jalan tepi desa ditanami pohon bambu yang padat. Sehingga ruang masuk melalui gerbang. Lazimnya setiap desa mempunyai langgar. Desa yang besar mempunyai masjid, kuburan desa, yang biasanya ditanami pohon kamboja. Desa juga terdapat balai desa, sebagai tempat rapat dan musyawarah, kantor pemerintahan. Perkumpulan resmi, seperti penyuluhan, pembukaan bank rakyat, dan juga terdapat lumbung desa serta sekolah dan pasar desa. Ada juga seorang kepala desa di rumahnya ada pendopo, sebagai ruang administrasi.
Riwayat terjadinya desa, adalah insting manusia untuk hidup berkumpul, tinggal bersama turun-temurun. Sehingga lebih ringan dalam memelihara, mengusahakan, dan mempertahankan kepentingan bersama. Di samping itu juga sebagai pelindung bahaya alam dan binatang buas. Sehingga butuh kerjasama dalam hubungan erat dan teratur. Alasan masyarakat desa terbentuk, adalah untuk hidup bersama (pangan, sandang, dan papan), mempertahankan ancaman dari luar, dan mencapai kemajuan hidup bersama.
Desa pertanian adalah sekumpulan masyarakat pertanian, bersama-sama membuka hutan belukar, bersama mengolah tanah kosong, untuk ditanami tumbuhan yang dapat menghasilkan bahan makanan. Di Daerah yang subur terdapat jalinan masyarakat yang memiliki ikatan yang kuat. Masyarakat desa juga memiliki dasar tinggal bersama, peraturannya berdasarkan kelumrahan, memiliki tatakrama tersendiri, sebagai kesadaran masyarakat menghormati orang lain. Tata susila terbentuk atas dasar kesadaran masyarakat dalam hubungan sosial kemasyarakatan.
Desa canga’an kiranya memiliki riwayat desa sebagaimana tersebut. Nampak pada kondisi geografis setempat, yang mayoritas adalah masyarakat pertanian. Di samping itu ada yang bekerja di sektor perdagangan, jasa, penambang batu kapur, peternak kambing-sapi-ayam, ada juga yang jadi TKI. Topografi desa ini berupa dataran sedang kira-kira 25 meter di atas permukaan laut, di baratnya kaki bukit kapur. Curah hujan rata-rata mencapai 2.400 mm. Desa Cangaan berbukit dengan total luas 5,0000 Ha, sedang luas datarannya 375,8000 Ha. Jarak tempuh ke kota kecamatan kira-kira 6 km, jarak ke kota kabupaten kira-kira 40 km.
Desa ini dibatasi oleh wilayah tetangga desa. Sebelah timur berbatasan dengan Desa Gosari, sebelah utara Desa Ngemboh, selatan Desa Wotan, barat berbatasan dengan Dalegan. Di timur desa terdapat bukit kapur, selatan desa hamparan sawah, sebelah barat hutan dan utara perkampungan penduduk Ngemboh. Ada dua jalan masuk ke desa ini dari arah utara dan arah timur desa. Desa berkecamatan Ujung Pangkah Kabupaten Gresik, berkode pos 61154. Desa ini dihuni penduduk kira-kira 2.742 jiwa. Luasnya kira-kira 380,8000 Ha, dengan rincian tanah basah (persawahan) 121,3660, tanah kering (tegalan) 246,0880 Ha, dan fasilitas umum 12,9741 Ha.
Mengaji dan menelaah sejarah, babad atau kisah suatu desa tidaklah mudah. Butuh waktu dan curahan tenaga yang cukup menguras energi, juga akses data dari sumber pelaku sejarah. Akan tetapi, kearifan masa lalu itu sangat dibutuhkan oleh generasi saat ini (generasi milenial dan gadget). Bagaimanapun juga desa tidak tiba-tiba ada begitu saja, pemuda hari ini harus tahu itu, merekalah yang kelak yang menjadi pemimpin di masa yang akan datang.
Ruang yang akan dimasuki adalah imajinasi kesejarahan, kemungkinan memasuki kelampauan untuk mengerti dan memunculkannya lagi. Yang mana merekontruksi peristiwa sejarah diwarnai kadar yang dimiliki dan dihayati. Situasi sejarah dijadikan pembenaran konsep teoritis yang dinamik dan perkembangan masyarakat. Penulisan sejarah didorog oleh keingin tahuan filosofis yang mempertanyakan asal dan arah tujuan manusia atau cita kemanusiaan. Sebagai usaha untuk menempatkan diri di tengah alam semesta dalam untaian waktu. Secara definitif sejarah lokal adalah kisah di kelampauan dari kelompok atau kelompok-kelompok masyarakat yang berada pada geografis yang terbatas.
Dalam menulis sejarah lokal diperlukan, penyelidikan bahan dan bentuk. Penyelidikan tentang isi dan perbandingan dengan sumber yang lain. Juga cerita yang berkembang di masyarakat (foklor) sastra tutur yang diwariskan dari generasi ke generasi. Demikian juga fakta dan cerita yang menghubungkan fakta-fakta, sehingga terdapat keseluruhan atau kesatuan. Mitos atau cerita kepercayaan mengandung anasir sejarah, seperti sangkuriang, roro jongrang, dan di desa Cang’an terdapat kisah Joko Slining dan Puteri kabunan.
Demikian juga kisah penamaan Desa Canga’an, dinisbatkan burung Cangak (sejenis bangau). Menurut cerita masyarakat setempat. jadi teringat dengan kisah burung cangak dari bali, sejenis burung yang hidup di sawah-sawah yang bulunya berwarna putih, berkaki dan berleher panjang. Sejenis kuntul yang kira-kira besarnya sebesar ayam. Cangak sangat ingin makan ikan yang ada di kolam. Pada suatu hari burung cangak di sebuah kolam yang jernih ditumbuhi bunga tunjung dan banyak ikannya. Kemudian ia memikirkan daya upaya bagaimana cara mendapatkan ikan. Setelah mendapatkan akal, cangak berdiri di tepian kolam. Ia berpakaian serba putih dan bermahkotakan pendeta. Tenang dan begitu kalem penampilannya, ikan-ikan pun datang menerumuninya. Tapi ia tidak memakannya, sehingga makin banyak yang mendekatinya...
Dari sini dapat diambil tentang filosofi burung cangak, bahwa ketika menginginkan sesuatu harus dengan akal, siasat, tenang dan sabar. Jika dilanjukan cerita tentang burung cangak ini, maka akan ketahuan bahwa siapa yang berlebihan, tamak dan loba akan kena batunya. Juga bisa dilihat dari nama Desa Canga’an berdasarkan penamaan ibu kota kuno dari 10 Dinasti di tiongkok, Chang’an yang berarti kedamaian abadi (wikipedia). He he, otak-atek gatok.
Di samping itu juga ada cerita yang disusun untuk tujuan tertentu, seperti legenda yang berkembang di masyarakat Desa Canga’an dan sekitarnya. Pada kisah rakyat Ujungpangkah terdapat kisah tentang Jaka karangwesi dan putri Kabunan. Adapun di desa Canga’an ada kisah yang hampir mirip, yakni kisah Jaka Slining dan putri Kabunan, yang mana muatan ceritanya hampir sama. Tentang putri Kabunan yang mengajukan syarat dibuatkannya 41 sumur, bila ingin memperoleh cinta darinya dan ia bersedia menjadi suami orang yang bisa memenuhi syarat tersebut.
Mitos, saga, legenda betapun banyaknya mengandung anasir sejarah, bukanlah cerita sejarah. Yang nampak dari sejarah adalah cerita-cerita sifat-sifat kemanusian sejati. Kemanusian sejati tidak beralaskan kesaktian, kedewaan, keajaiban, kemukjizatan. Manusia dilukiskan sebagai manusia biasa, yang bergembira, bersedih, senang, lapar, beranak, mengejar cinta dan sebagainya. Sejarah adalah medan perjuangan manusia, dan cerita epos perjuangan mencapai kemajuan. Gerak sejarah ditentukan hukum alam yang disebut nasib. Kehidupan kebudayaan dalam segala-galanya sama dengan kehidupan tumbuh-tumbuhan, kehidupan hewan, sama pula dengan perikemanusiaan. Sama-sama dalam hukum siklus, baik makrokosmos (alam) maupun mikrokosmos (Manusia).
Demikian juga sejarah lokal desa, perlu mengenal tentang alam kebudayaan yang terbagi dalam; pertama, ideational (kerohaniawan, ketuhanan, keagamaan dan kepercayaan. Kedua, sensate (jasmaniah, keduniawiyan, yang berpusat pada panca indera). Ketiga; perpaduan dari ideational-sensate, yang nanti menghasilkan kompromi (idealistic). Inilah akan menjadi pertimbangan, bahwa material kebendaan tidaklah cukup sebelum dibarengi dengan spritualitas. Desa memiliki gerak sejarah yang demikian, siklusnya dalam lahirnya kebudayaan (genesis of civization), perkembangan kebudayaan (growth civilization) dan keruntuhan kebudayaan (civilization).
Sistem pembentuk kebudayaan adalah bahasa, sistem teknologi, mata pencaharian hidup, organisasi sosial, sistem pengetahuan, religi dan kesenian. Yang mana akan mewujud dalam tiga aspek kebudayaan: pertama, kompleks gagasan, konsep dan pikiran manusia (sistem budaya). Kedua kompleks aktivitas (sistem sosial), ketiga, wujud benda (kebudayaan fisik). Dalam memahami budaya pedesaan diperlukan tujuh pokok tersebut dan tiga wujud kebudayaan. Sistem budaya religi memiliki ajaran-ajaran, norma, aturan upacara keagamaan, hukum agama. Sistem sosial religi memiliki aktivitas dakwa, upacara keagamaan (sembahyang, perkawinan, kematian, dan sebagainya). Kebudayaan fisik, seperti langgar, masjid, dan sebagainya.
Desa canga’an tidak berbeda dengan desa-desa di jawa timur pada umumnya. Dalam sistem bahasa mewujud dalam penggunaan basa krama dan ngoko, sistem teknologi, mengalamami perkembangan dari sarana sederhana hingga mesin (modern). Mata pencaharian hidup, mayoritas petani. Di samping itu juga jadi pegawai, tukang, penambang batu kapur. Dalam pengerjaan tani ada yang di sawah dan tegalan. Tanah sawah digarap dan diolah satu orang atau lebih, dan tanahnya ada yang dibuat beringkat-tingkat atau datar saja dan diberi pematang penahan air. Lalu tanah dibajak (luku), gunanya membalik tanah, memudahkan ditugali (pekerjaan menghancurkan tanah dengan cangkul. Kemudian tanah didiamkan satu minggu, lalu diolah dengan garu. Selesai digaru diberi pupuk kandang lalu dibajak lagi supaya semua lapisan digenangi air dan terkena pupuk, digaru lagi, barulah tanah siap ditanami.
Pembibitan dimulai dari pawinihan (persemaian padi), melalui nglingori (memilih bakal bibit), kemudian dipotong sedang dan diikat dalam beberapa ikatan (untingan), untingan itu dijemur satu hari, dimasukan ke tenggok, padi direndam satu hari satu malam, setelah itu dipep, ditutup daun pisang dua atau tiga hari. Ketika sudah tumbuh akar bibir disebar ke persemaian selama 15 samapai 30 hari baru dipindah kepersawahan. Pemindahannya dinamai nguriti (ndaut). Selama pertumbuhan dijaga dari tumbuhan perusak dengan mematun pakai gosrok, kalau padi sudah masak dituai dengan ani-ani, lantas dimasukan lumbung, yang setelah 40 hari baru boleh ditumbuk. Di tegalan, di tanami palawija, jagung, kacang, brol, singkong dan sebagainya.
Sistem kekerabatan jawa adalah bilateral. Juga sebagaimana aturan dalam perkawinan, seperti pancer lanang, ngarang wuluh atau wayuh. Sistem kemasarakatan, ada wong baku (lapisan tertinggi) keturunan orang yang pertama menetap di desa. lapisan kedua kuli gandok, lapisan ketiga joko (bujangan). Lurah dipilih oleh penduduk desa sendiri dengan ketentuan yang berlaku. Lurah memiliki pembantu-pembantu: 1) Carik (pembantu umum dan penulis), 2) Sosial (kesejahteraan penduduk baik jasmani maupun rohani, 3) kemakmuran (memperbesar produksi pertanian), 4) keamanan (bertanggung jawab keamanan dan ketentraman desa), 5) kaum (nikah, keagamaan, kematian dan lain-lain).
Dalam usaha memilihara dan membangun masyarakat desa para pamong mengerahkan bantuan penduduk desa dengan gugur gunung (gotong royong). Untuk bekerjasama membuat, memperbaiki atau memelihara jalan, jembatan, bangunan masjid, sekolah, menggali saluran air, memelihara bendungan, merawat makam desa dan upacara bersih desa. untuk mengatasi kesulitan ekonomi desa, di desa juga ada koperasi pertanian, koperasi konsumsi, dan bank desa. semoga desa Canga’an sudah ada semua.
Sistem religi, kebanyakan orang jawa percaya, kehidupan di dunia ini sudah diatur dalam alam semesta. Sehingga kebanyakan trimo ing pandum. Sabar, ngalah, nrriman, loman, akas lan temen. Bersama-sama dengan alam pikiran partisipatif, orang jawa percaya kekuatan yang melebihi segala kekuatan, yang dikenal kasakten. Percaya dengan arwah leluhur (danyang), memedi, lelembut yang menempati disekitar mereka tinggal. Juga ada upacara selamatan bersama, yang beri doa bersama yang dipimpin modin, kemudian dibagikan. Macam-macam selamatan, pertama; selamatan lingkaran hidup (tujuh bulan, kelahiran, kematian dan sebagainya, kedua; selamatan bertalian dengan bersih desa, penggarapan tanah, dan setelah panen padi, ketiga; selamatan hari-hari besar islam (riyoyo, muludan dan sebagainya). Keempat; selamatan saat-saat tertentu seperti talak balak (ngruwat), pindah rumah, mau bepergian dan sebagainya. Kiranya di atas, slametan yang masih ada di desa Canga’an?
Di era modern mentalitas orang jawa, khususnya dea canga’an harus bangkit. Mengaktifkan sistem gotong royong digerakan untuk pembangunan di segala bidang, melalu kepemimpinan yang aktif bukan hanya memiliki pengetahuan dan pendidikan yang mumpuni, tetapi juga harus memiliki daya kreativitas dan inisiatif membuat inovasi-inovasi tanpa meninggalkan kearifan lokal. Di desa juga harus hadir tokoh-tokoh yang aktif dan kreatif, seperti putera-putera desa yang telah mengenyam pendidikan luar desa dan bersedia tinggal di desanya.
Begitu banyak yang hilang dari desa, mulai tak kenal dengan tata krama dan tatasusila, lenyapnya permainan tradisional dan tembang dolanan diganti gadget. Tak kenal situs-situs di desa seperti sumur gayam, sumur kembang, jublang cethek, jublang gedhe, taman sari, juga kisah-kisah yang berkembang di masyarakat seperti joko slining dan putri kabunan. Akan tetapi usaha teman-teman karang taruna desa Canga’an mulai menjawab kegelisahannya dengan mengadakan peringatan hari pahlawan 10 November, dengan bertajuk “langkah awal mengenal Sejarah Lokal”, yang berisi pawai dan pameran sepeda onthel klasik, performent art acustic, pencak silat dan malamnya dengan diskusi budaya. Selamat atas terselenggaranya acara ini.
Masih banyak yang ingin disampaikan, tapi cukup sekian dulu ya. Kami tutup perkenalan tentang diskusi budaya dengan semboyan “desa makmur desa sejahtera, penuh daya cipta dan suka cita” desa adalah pondasi nusantara, desa penuh warna-warni gemah ripah, desa penopang kota-kota, desa adalah pohon rindang peneduh kota-kota, sumber pokok kesederhanaan. Silir angin desa penuh sahaja. Desa adalah keringat yang wangi, semerbak ke penjuru negeri. Bangkitlah kaum muda desa, kalian pemimpin esok hari, jadilah pelopor jangan jadi pendengkur.
Gresik, 03.23 WIB, 10/11/19
http://sastra-indonesia.com/2019/11/mengenal-kajian-sejarah-dan-budaya-lokal/
Wahyaning wahyu tumelung, tulus tan kena tinegor (wirid hidayat jati, R.Ng. Ronggowarsito)
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
A Anzieb
A. Khoirul Anam
A. Muhaimin Iskandar
A. Mustofa Bisri
A. Qorib Hidayatullah
A. Rodhi Murtadho
A.H. J Khuzaini
A.S Laksana
Aa Sudirman
Abdul Kirno Tanda
Abdurrahman Wahid
Acep Iwan Saidi
Achiar M Permana
Addi Mawahibun Idhom
Adhi Pandoyo
Adi W. Gunawan
Afrion
Afriza Hanifa
Afrizal Malna
Agama Para Bajingan
Aguk Irawan MN
Agung Poku
Agus Buchori
Agus Mulyadi
Agus Noor
Agus R. Sarjono
Agus R. Subagyo
Agus Setiawan
Agus Sulton
Agus Sunyoto
Agus Wahyudi
Agusri Junaidi
AH J Khuzaini
Ahmad Baso
Ahmad Dahri
Ahmad Farid Yahya
Ahmad Muchlish Amrin
Ahmad Munjin
Ahmad Naufel
Ahmad Rifa’i Rif’an
Ahmad Syauqi Sumbawi
Ahmad Tohari
Ahmad Yulden Erwin
Ahmad Zaini
Ahmadul Faqih Mahfudz
Ahmadun Yosi Herfanda
Akhlis Purnomo
Akhmad Sekhu
Akhmad Taufiq
Akhudiat
Albert Camus
Alfathri Adlin
Alfian Dippahatang
Ali Audah
Alim Bakhtiar
Alimuddin
Amelia Rachman
Amie Williams
Amien Kamil
Amien Wangsitalaja
Aming Aminoedhin
An. Ismanto
Andhi Setyo Wibowo
Andik Suprihartono
Andri Awan
Anindita S Thayf
Anjrah Lelono Broto
Antologi Sastra Lamongan
Anton Wahyudi
Anugrah Gio Pratama
Anung Wendyartaka
Aprinus Salam
APSAS (Apresiasi Sastra) Indonesia
Arafat Nur
Ari Welianto
Arief Rachman Hakim
Arif Hidayat
Arif Saifudin Yudistira
Arman A.Z.
Arsyad Indradi
Arti Bumi Intaran
Asarpin
Asep Dudinov Ar
Atafras
Awalludin GD Mualif
Ayu Nuzul
Bahrum Rangkuti
Beni Setia
Benni Setiawan
Benny Benke
Berita
Bernando J. Sujibto
Binhad Nurrohmat
Bonardo Maulana Wahono
Bre Redana
Budi Darma
Budiman Hakim
Buku
Bung Hatta
Bustan Basir Maras
Butet Kertaredjasa
Candrakirana
Capres Cawapres 2019
Catatan
Cerpen
Chairil Anwar
CNN Indonesia
Coronavirus
COVID-19
Cunong N. Suraja
D. Zawawi Imron
Dadang Ari Murtono
Dahlan Iskan
Dahlan Kong
Damiri Mahmud
Danarto
Daniel Dhakidae
Deni Jazuli
Denny JA
Denny Mizhar
Dessy Wahyuni
Dewi Satika
Dian R. Basuki
Dian Sukarno
Dian Tri Lestari
Dien Makmur
Din Saja
Dinas Perpustakaan Daerah Lamongan
Diponegoro
Djoko Pitono
Djoko Saryono
Doddi Ahmad Fauji
Doddy Hidayatullah
Dodit Setiawan Santoso
Dody Yan Masfa
Donny Anggoro
Donny Darmawan
Doris Lessing
Dr. Hilma Rosyida Ahmad
Dwi Pranoto
Dyah Ayu Fitriana
Edisi Khusus
Edy A Effendi
Egidius Patnistik
Eka Budianta
Eka Kurniawan
Eko Hendri Saiful
Eko Prasetyo
Eko Tunas
Ekwan Wiratno
el-Ha Abdillah
Enny Arrow
Erdogan
Esai
Esthi Maharani
Estiana Arifin
Evi Melyati
F. Budi Hardiman
F. Rahardi
Fahmi Faqih
Fahri Salam
Faisal Kamandobat
Farah Noersativa
Fatah Anshori
Fatah Yasin Noor
Feby Indirani
Felix K. Nesi
Festival Gugur Gunung
Forum Santri Nasional
Frischa Aswarini
Fuad Mardhatillah UY Tiba
Fuad Nawawi
Galeri Sonobudoyo
Galuh Tulus Utama
Gampang Prawoto
Geger Riyanto
Geguritan
Goenawan Mohammad
Gola Gong
Grathia Pitaloka
Gugun el-Guyanie
Gus Ahmad Syauqi
Gus Dur
Gusti Eka
Habib Syech bin Abdul Qodir Assegaf
Halim HD
Hamdy Salad
Hamid Jabbar
Hamka
Hamzah al-Fansuri
Hari Puisi Indonesia (HPI)
Harris Maulana
Hasan Basri
Hasnan Bachtiar
Herry Fitriadi
Herta Muller
Heru Kurniawan
Hesti Sartika
Hilmi Abedillah
Hudan Hidayat
IAI TABAH
Ibnu Wahyudi
Idrus Efendi
Ignas Kleden
Iis Narahmalia
Imam Jazuli
Imam Nawawi
Imamuddin SA
Iman Budhi Santosa
Imron Tohari
Indra Intisa
Indra Tjahyadi
Indra Tranggono
Inung As
Irfan Afifi
Irwan Kelana
Isbedy Stiawan Z.S.
Iwan Simatupang
Jafar Fakhrurozi
Jajang R Kawentar
Jalaluddin Rakhmat
Jawa dan Islam
JJ. Kusni
Jo Batara Surya
Joni Ariadinata
Jordaidan Rizsyah
Jual Buku Paket Hemat
Jurnalisme Sastra
K.H. Ma'ruf Amin
Kadek Suartaya
Kadjie MM
Kalis Mardiasih
Kanti W. Janis
Karang Taruna Kedungrejo
Katrin Bandel
Kedai Kopi Sastra
Kedung Darma Romansha
Kedungrejo Muncar Banyuwangi
Kemah Budaya Panturan (KBP)
Kembulan
KetemuBuku Jombang
KH. M. Najib Muhammad
KH. Muhammad Amin (1910-1949)
Khairul Mufid Jr
Khawas Auskarni
Ki Ompong Sudarsono
Kitab Arbain Nawawi
Kitab Kelamin
Kompas TV
Komplek Gor Kamantren Paciran Lamongan
Komunitas Buana Kasih
Komunitas Penulis Katolik Deo Gratias
Komunitas Perupa Lamongan (KOSPELA)
Komunitas Sastra dan Teater Lamongan
Komunitas Sastra Ilalang Indonesia (KSII)
Komunitas Selapan Sastra
Kopi Bubuk Mbok Djum
Kostela
KPRI IKMAL Lamongan
Kritik Sastra
Kumpulan Cerita Buntak
Kuswaidi Syafi’ie
L Ridwan Muljosudarmo
L.K. Ara
Lagu
Laksmi Shitaresmi
Lan Fang
Launching Buku
Launching dan Bedah Buku
Lawi Ibung
Linda S Priyatna
Literasi
Liza Wahyuninto
Lona Olavia
Lukisan
Lukman Santoso Az
M. Faizi
M. Lutfi
M. Raudah Jambak
M.D. Atmaja
Maduretna Menali
Mahendra Cipta
Mahmud Jauhari Ali
Mahwi Air Tawar
Maimun Zubair
Maiyah Banyuwangi
Malkan Junaidi
Maman S. Mahayana
Manneke Budiman
Maratushsholihah
Mardi Luhung
Marhalim Zaini
Maria Magdalena Bhoernomo
Mariana Sitohang
Mario Vargas Llosa
Marsel Robot
Mas Garendi
Mashuri
Massayu
Masuki M. Astro
Max Arifin
Media Seputar Indonesia
Mei Anjar Wintolo
Melukis
Membongkar Mitos Kesusastraan Indonesia
Menggalang Dana Amal
MG. Sungatno
Mianto Nugroho Agung
Mien Uno
Miftachur Rozak
Mihar Harahap
Mochtar Lubis
Moh. Husen
Moh. Jauhar al-Hakimi
Moh. Syafari Firdaus
Mohamad Sobary
Mohammad Rokib
Mohammad Wildan
Motinggo Busye
Muafiqul Khalid MD
Muhammad Al-Fayyadl
Muhammad Alfatih Suryadilaga
Muhammad Alimudin
Muhammad Anta Kusuma
Muhammad Marzuki
Muhammad Muhibbuddin
Muhammad N. Hassan
Muhammad Subarkah
Muhammad Yasir
Muhammad Yunus
Muhidin M. Dahlan
Mukhsin Amar
Mulyosari Banyuurip Ujung Pangkah Gresik
Munawir Aziz
Mutia Sukma
N. Syamsuddin CH. Haesy
Naskah Teater
Ndix Endik
Nenden Lilis A
Nezar Patria
Ni Made Purnama Sari
Ninin Damayanti
NKRI
Nur Taufik
Nurel Javissyarqi
Nurul Komariyah
Obrolan
Orasi Budaya Akhir Tahun 2018
Orhan Pamuk
Pagelaran Musim Tandur
Palestina
Palupi Panca Astuti
Pameran Lukisan
Parimono V / 40 Plandi Jombang
Pawon Seni
PDS H.B. Jassin
Pekan Literasi Lamongan
Pelukis Tarmuzie
Pendhapa Art Space
Pendidikan
Penerbit Pelangi Sastra
Pengajian
Pipiet Senja
Politik
Pondok Pesantren Mamba'ul Ma'arif Denanyar Jombang
Pramoedya Ananta Toer
Presiden Jokowi
Proses Kreatif
Puisi
Puisi Menolak Korupsi (PMK)
Pungkit Wijaya
Pusat Studi Budaya Banyuwangi (PSBB)
Pustaka LaBRAK
Putu Fajar Arcana
R Giryadi
R. Ng. Ronggowarsito
Radhar Panca Dahana
Raedu Basha
Rakai Lukman
Rakhmat Nur Hakim
Rani R. Moediarta
Raudal Tanjung Banua
Raudlotul Immaroh
Reiny Dwinanda
Remy Syaldo
Remy Sylado
Rendy Adrikni Sadikin
Resensi
Reuni dan Halal Bihalal Mts Putra-Putri Simo 1991-1992
Ribut Wijoto
Ridwan Munawwar Galuh
Riki Antoni
Riki Dhamparan Putra
Rimbun Natamarga
Rinto Andriono
Robin Al Kautsar
Rodli TL
Rofiqi Hasan
Romel Masykuri Nur Arifin
Ronny Agustinus
Rosi
Rosihan Anwar
Rosmawaty Harahap
Roy Kusuma
Rumah Budaya Pantura (RBP)
Rx King Motor
S. Jai
S.W. Teofani
Sabrank Suparno
Sahaya Santayana
Sainul Hermawan
Sajak
Salman Faris
Sandiaga Uno
Sanggar Lukis Alam
Sanggar Pasir
Sanggar Rumah Ilalang
Sanusi Pane
Sapardi Djoko Damono
Saripuddin Lubis
Sasti Gotama
Saut Situmorang
Saya
Sayyid Muhammad Hadi Assegaf
Sejarah
Sekolah Literasi Gratis (SLG)
SelaSAstra Boenga Ketjil
Seni Gumira Ajidarma
Seni Rupa
Seno Joko Suyono
Setia Budhi
Shiny.ane el’poesya
Shofa As-Syadzili
Sholihul Huda
Shulhan Hadi
Sihar Ramses Simatupang
Siti Aisyatul Adawiyah
Siwi Dwi Saputro
Soediro Satoto
Soeparno S. Adhy
Soesilo Toer
Soetanto Soepiadhy
Sofyan RH. Zaid
Sosiawan Leak
Sri Wintala Achmad
STKIP PGRI Ponorogo
Subagio Sastrowardoyo
Suminto A. Sayuti
Sunardian Wirodono
Sunlie Thomas Alexander
Sunoto
Sunu Wasono
Sunudyantoro
Suryanto Sastroatmodjo
Susianna
Sutan Iwan Soekri Munaf
Sutardji Calzoum Bachri
Sutejo
Syahrudin Attar
Syaifuddin Gani
Syaikh Prof. Dr. dr. Yusri Abdul Jabbar al-Hasani Asyadzili
Syaikh Yusri al-Hasani Al Azhari
Taman Ismail Marzuki
Taufiq Wr. Hidayat
Teater Ilat
Teguh Afandi
Temu Penyair Timur Jawa
Tengsoe Tjahjono
Tere Liye
Toko Buku PUstaka puJAngga Lamongan
Tri Wahono
TS Pinang
Tsani Fanie
Tulus S
Udo Z. Karzi
Umar Kayam
Umbu Landu Paranggi
Umi Kulsum
Universitas Jember
Untung Wahyudi
Uwell's King Shop
Uwell's Setiawan
Virdika Rizky Utama
W.S. Rendra
Wage Daksinarga
Wahyu Aji
Wawan Eko Yulianto
Wawancara
Wayan Sunarta
Widie Nurmahmudy
Yanuar Widodo
Yanusa Nugroho
Yerusalem
Yetti A. KA
Yohanes Padmo Adi Nugroho
Yohanes Sehandi
Yoks Kalachakra
Yonathan Rahardjo
Yuditeha
Yusri Fajar
Yuval Noah Harari
Zainal Arifin Thoha
Zehan Zareez
Zuhdi Swt
Zulfikar Akbar
Tidak ada komentar:
Posting Komentar