Indra Intisa *
Konon, ikan salmon merupakan ikan yang lahir di sungai tetapi hidup di laut. Ikan salmon betina akan bertelur di dataran sungai yang tinggi. Sebelum bertelur, ia akan mengepakkan ekornya dengan tujuan untuk menyapu kerikil dari dasar sungai. Akibatnya di dasar sungai terbentuk cekungan. Nah, di cekungan itulah ikan salmon betina bertelur. Jumlahnya bisa sekitar 5.000 ekor. Telur yang telah dibuahi oleh ikan salmon jantan, akan ditutup dengan kerikil. Ikan salmon betina lalu pergi ke tempat lain untuk bertelur lagi dan bertelur lagi sampai telur dalam ovariumnya habis. Ikan salmon betina itu bisa bertelur sampai 7 kali. (2)
Ikan salmon yang siap bertelur itu, akan berlomba-lomba menuju sungai dataran yang tinggi. Sebagian dari ikan salmon tersebut akan mati sebelum sampai ke sungai yang ia tuju. Bisa karena lelahnya pejalanan, dimakan musuh, jejak yang sulit, dan sebagainya. Bayangkan saja, jarak yang ditempuh rata-rata lebih dari 1000 km. Selama perjalanan ikan salmon puasa. Perjalanannya menanjak dan melawan arus. Karena itu Ikan salmon berenang dengan cara melompat. Selepas bertelur, biasanya ikan salmon akan mati karena kehabisan tenaga. Orang-orang bias melihat banyak bangkai ikan salmon di hulu sungai itu karena selesainya proses ia bertelur. Bangkai ikan salmon ini akan terurai sehingga memberikan nutrisi pada pengurai, serangga dan ikan kecil. Konon itu semacam pengorbanan diri untuk generasi penerusnya. Sebab, dengan banyaknya pengurai, serangga, dan ikan kecil, maka akan memberikan nutrisi dan makanan khusus untuk calon anak-anak salmon. Makanan tersebut cukup untuk anak salmon sebelum ia migrasi ke laut.
Lupakan sejenak ikan salmon. Beberapa tahun terakhir, dunia sastra khususnya puisi, terguncang oleh eksperimen salah seorang penyair muda berbakat yang bernama Shiny. Sekalipun, guncangannya tersebut belum memberikan pengaruh signifikan dalam perkembangan dunia sastra. Tetapi, jika ia bias konsisten, dan punya power yang kuat, hasil pemikirannya tersebut bias memberikan jalan baru bagi dunia puisi, kalau meminjam kata Arizal Malna, “Membuat irisan lain atas kanon sastra dan menjanjikan sudut pandang lebih cair dalam menghadapi perubahan ekosistem antara bahasa dan teknologi.” Benar, Shiny mencoba lebih jauh bermain-main dengan puisi yang menggabungkan ranas sains dalam karyanya. Boleh saja banyak orang atau mungkin sastrawan berkata, Shiny tidak benar dalam menulis sebuah puisi, jika merujuk makna dasar puisi, yang sesuai standar KBBI, atau standar pemahaman umum—bahwa puisi adalah ragam sastra yang bahasanya terikat oleh irama, matra, rima, serta penyusunan larik dan bait, atau gubahan dalam bahasa yang bentuknya dipilih dan ditata secara cermat sehingga mempertajam kesadaran orang akan pengalaman dan membangkitkan tanggapan khusus lewat penataan bunyi, irama, dan makna khusus. Tetapi lebih dari itu, Shiny tidak berkutat lagi dengan huruf dan angka, larik bait, metrum, irama, dsb. Itu adalah pengertian kuno dari sebuah puisi. Kalau menurut Shiny, puisi harus dikembalikan ke pengertian awal, yaitu: poesis (Yunani), membuat. Tetapi kata “membuat” ini memang perlu kita kaji secara khusus, membuat seperti apakah yang layak dikatakan sebagai puisi?
Beberapa sastrawan dan penyair secara umumnya mengatakan bahwa puisi adalah ragam sastra yang terikat oleh tata tulis—yang sebelumnya bunyi-bunyian: dalam bentuk mantra, irama, dsb., menimbulkan magis—dibaca dan dipanggungkan, dituahkan, dan sebagainya. Tetapi, pemaknaan akan symbol-simbol dalam sebuah puisi, yang biasa kita kenal sebagai kata konkret, pelambangan, majas, diksi, dan sebagainya, juga dikembangkan lebih luas dalam bentuk visual. Maka kita tidak heran akan banyak menemukan puisi dengan ruh gambar atau visual seperti puisigram, puisi visual, puisi tifografi, atau puisi konkret yang lebih dalam mengambil gambar dan symbol sebagai pemaknaan. Beberapa penyair Indonesia, senior, pernah mengembangkan ini, anggap saja Sutardji, Remy Sylado, Jeihan, dan lain sebagainya. Beberapa puisi jenis ini masih bias dibaca dengan jelas melalui suara, dan diperdengarkan oleh orang lain. Sebagian yang lain harus menyimak dalam-dalam, semacam memaknakan sebuah lukisan abstrak, tetapi kaya symbol. Mereka masih berkata ini adalah bagian dari sastra. Lalu sastra adalah?
Sapardi Djoko Damono pernah berkata bahwa, puisi masa depan adalah gambar (visual). Sekalipun di lain waktu, ia mengatakan puisi adalah bunyi. Artinya puisi itu luas dan bekembang. Ia bisa berubah menjadi apa saja. Ia terus mengikuti perkembangan zaman. Maka tidak heran kita akan mulai banyak menemukan puisi dalam format digital yang lebih banyak. Pemakaian atau pemanfaatan digital ini, berimbas kepada puisi yang tercampurbaur dengan teknologi semacam Youtube, Fb, Twitter, dan pemakaian latar belakang suara dan gambar lebih luas.
Shiny sendiri, seolah sangat siap untuk terjun langsung dengan puisi masa depan ini. Ia seolah membunuh dan melawan para sastrawan dan penyair yang masih lapuk oleh aturan konvensional tentang puisi atau sastra: puisi itu bla dan bla, harus bla dan bla. Baginya itu adalah mitos. Shiny seolah melawan kebiasaan orang-orang yang terlalu nyaman dengan bentuk puisi. Maka bagi orang-orang yang lapuk, mereka akan cenderung terkejut, “Apakah yang dibuat Shiny ini benar sebuah puisi? Atau sebuah ilusi yang ia sendiri merasa sebuah puisi? Seperti sebuah mangga yang mengaku sebagai pisang? Itu tidak mungkin.” Pendapat mereka, tak sepenuhnya salah dan benar. Karena puisi adalah ragam sastra selain prosa dan drama …, tapi tunggu dulu, kalau kita telaah lagi, bukankah yang dibuat Shiny juga selain prosa dan drama?
Shiny sebagai pemuda super milenial tidak main-main dengan eksperimennya. Ia tidak begitu peduli dengan orang-orang tua sana yang memandangnya sebelah mata. Baginya, mata mereka itu sebenarnya buta. Tetapi pura-pura buta saja. Barangkali, Shiny seolah menyindir begitu. Lihatlah, puisi-puisi yang ia tulis dalam bukunya. “sains puisi’ 2019, seolah berkata: ini loh, puisi itu. Yang selama ini kalian buat adalah. Bagian kecil dari puisi—yang akan membuat kalian lapuk dan kehilangan ide.
Puisi-puisi dalam buku Sains Puisi banyak berisi tentang symbol yang gelap, sebagian super gelap—mengambungkan banyak unsur digital, puzzle, teka-teki, visual, symbol, logo, matematika, dan sebagainya. Pembaca atau penikmat akan kesulitan untuk menelaah apa yang sedang dibuat oleh Shiny. Tentu saja mereka akan berkata, “Ini apaan” Tetapi Shiny kadang sengaja mengerjai si pembaca melalui beberapa puisinya yang memuat keterangan di dalam tubuhnya: bukan link youtube ini, IG ini, dsb. Seolah puisi itu hidup dan mengajak lebih dalam si pembaca untuk turut serta memecahkan isinya. Sebagian yang lain pembaca diminta membuat pemaknaan sendiri pada puisinya (lihat gambar).
Shiny sedikit banyaknya ada kesamaan dengan salmon, kenapa? Begini:
1. Ikan salmon berasal dari kata salmo. Salmo berasal dari kata salira yang berarti melompat. Shiny juga melompat ide dan pikirannya dalam membuat arah baru sebuah puisi;
2. Ikan salmon sekalipun hidup di laut, ia lahir dan besar di sungai. Seperti Shiny sekalipun tidak hidup dalam dunia para sastrawan, yang kebelet manggung, ngoran (masuk Koran), antologi sesame penyair TOP, dsb, atau tidak dikenal sebagai sastrawan, tetapi ia justru masuk lebih dalam dari mereka—lebih jauh;
3. Kehidupan ikan salmo sampai sekarang masih sering dianggap misteri, sama misterinya dengan puisi-puisi Shiny;
4. Ikan salmon dewasa mengorbankan diri demi kehidupan baru (untuk anak-anaknya), seperti Shiny yang mengrbankan banyak hal, seperti tata bahasa umum, symbol umum, dalam sastra, sehingga orang akan kesulitan, dsb., tujuannya tentu demi sesuatu yang baru—jalan baru bagi dunia perpuisian;
5. Ikan salmon berjuang ketika ia akan bertelur, menaiki air yang menanjak, ia melompat, dsb. Seperti Shiny yang berjuang sendirian di tengah gempuran puisi naratif—yang semakin keterbacaan dewasa ini. Ia kukuh dan siap mati. Hihi;
6. Ikan salmon kecil, muda, memberikan nutrisi baru bagi sekitar, seperti halnya ide-ide Shiny yang memberikan gizi baru bagi pembaca dan orang-orang di sekitarnya;
7. Ikan salmon mulai berjuang dan siap berkorban ketika ia mau bertelur dan kawin dengan salmo jantan dewasa, dan sepertinya, buku Sains Puisi ia terbitkan saat momen-monennya ia kawin (menikah) Hihihi (poin ke-7 ini tidak penting. Sama tidak pentingnya dengan poin nomor 8);
8. Shiny mempunyai ciri khas akut, poni samping. Campuran dari opa Korea dengan Andika Kangen Band. (Beda nasib dengan poni saya. Tanpa opa Korea). Ia rela memangkas dan memotong poninya saat menikah (begitu pesannya). Itu seperti pengorbanan ikan salmon untuk kehidupan yang baru selepas ia kawin. Hihi.
Pulau Punjung, 01 Desember 2019
Daftar Pustaka:
(1). Shiny.ane el’poesya. 2019. Sains Puisi. Jakarta: Penerbit Mata Aksara;
(2). Aan Madrus, Siklus Hidup Salmon, Ikan Laut yang Lahir di Sungai, https://bobo.grid.id/read/08681460/siklus-hidup-salmon-ikan-laut-yang-lahir-di-sungai
*) Indra Intisa, penikmat puisi yang tinggal di Dharmasraya, Provinsi Sumatera Barat. Buku-bukunya: Puisi Mbeling “Panggung Demokrasi” (2015), Puisi Lama—Syair, Gurindam, Pantun, Seloka, Karmina, Talibun, Mantra “Nasihat Lebah” (2015), Puisi Imajis “Ketika Fajar” (2015), Putika (Puisi Tiga Kata) “Teori dan Konsep” (2015), Dialog Waktu (2016), dan sebuah Novel: “Dalam Dunia Sajak” (2016).
http://sastra-indonesia.com/2019/12/shiny-sains-puisi-dan-ikan-salmon/
Wahyaning wahyu tumelung, tulus tan kena tinegor (wirid hidayat jati, R.Ng. Ronggowarsito)
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
A Anzieb
A. Khoirul Anam
A. Muhaimin Iskandar
A. Mustofa Bisri
A. Qorib Hidayatullah
A. Rodhi Murtadho
A.H. J Khuzaini
A.S Laksana
Aa Sudirman
Abdul Kirno Tanda
Abdurrahman Wahid
Acep Iwan Saidi
Achiar M Permana
Addi Mawahibun Idhom
Adhi Pandoyo
Adi W. Gunawan
Afrion
Afriza Hanifa
Afrizal Malna
Agama Para Bajingan
Aguk Irawan MN
Agung Poku
Agus Buchori
Agus Mulyadi
Agus Noor
Agus R. Sarjono
Agus R. Subagyo
Agus Setiawan
Agus Sulton
Agus Sunyoto
Agus Wahyudi
Agusri Junaidi
AH J Khuzaini
Ahmad Baso
Ahmad Dahri
Ahmad Farid Yahya
Ahmad Muchlish Amrin
Ahmad Munjin
Ahmad Naufel
Ahmad Rifa’i Rif’an
Ahmad Syauqi Sumbawi
Ahmad Tohari
Ahmad Yulden Erwin
Ahmad Zaini
Ahmadul Faqih Mahfudz
Ahmadun Yosi Herfanda
Akhlis Purnomo
Akhmad Sekhu
Akhmad Taufiq
Akhudiat
Albert Camus
Alfathri Adlin
Alfian Dippahatang
Ali Audah
Alim Bakhtiar
Alimuddin
Amelia Rachman
Amie Williams
Amien Kamil
Amien Wangsitalaja
Aming Aminoedhin
An. Ismanto
Andhi Setyo Wibowo
Andik Suprihartono
Andri Awan
Anindita S Thayf
Anjrah Lelono Broto
Antologi Sastra Lamongan
Anton Wahyudi
Anugrah Gio Pratama
Anung Wendyartaka
Aprinus Salam
APSAS (Apresiasi Sastra) Indonesia
Arafat Nur
Ari Welianto
Arief Rachman Hakim
Arif Hidayat
Arif Saifudin Yudistira
Arman A.Z.
Arsyad Indradi
Arti Bumi Intaran
Asarpin
Asep Dudinov Ar
Atafras
Awalludin GD Mualif
Ayu Nuzul
Bahrum Rangkuti
Beni Setia
Benni Setiawan
Benny Benke
Berita
Bernando J. Sujibto
Binhad Nurrohmat
Bonardo Maulana Wahono
Bre Redana
Budi Darma
Budiman Hakim
Buku
Bung Hatta
Bustan Basir Maras
Butet Kertaredjasa
Candrakirana
Capres Cawapres 2019
Catatan
Cerpen
Chairil Anwar
CNN Indonesia
Coronavirus
COVID-19
Cunong N. Suraja
D. Zawawi Imron
Dadang Ari Murtono
Dahlan Iskan
Dahlan Kong
Damiri Mahmud
Danarto
Daniel Dhakidae
Deni Jazuli
Denny JA
Denny Mizhar
Dessy Wahyuni
Dewi Satika
Dian R. Basuki
Dian Sukarno
Dian Tri Lestari
Dien Makmur
Din Saja
Dinas Perpustakaan Daerah Lamongan
Diponegoro
Djoko Pitono
Djoko Saryono
Doddi Ahmad Fauji
Doddy Hidayatullah
Dodit Setiawan Santoso
Dody Yan Masfa
Donny Anggoro
Donny Darmawan
Doris Lessing
Dr. Hilma Rosyida Ahmad
Dwi Pranoto
Dyah Ayu Fitriana
Edisi Khusus
Edy A Effendi
Egidius Patnistik
Eka Budianta
Eka Kurniawan
Eko Hendri Saiful
Eko Prasetyo
Eko Tunas
Ekwan Wiratno
el-Ha Abdillah
Enny Arrow
Erdogan
Esai
Esthi Maharani
Estiana Arifin
Evi Melyati
F. Budi Hardiman
F. Rahardi
Fahmi Faqih
Fahri Salam
Faisal Kamandobat
Farah Noersativa
Fatah Anshori
Fatah Yasin Noor
Feby Indirani
Felix K. Nesi
Festival Gugur Gunung
Forum Santri Nasional
Frischa Aswarini
Fuad Mardhatillah UY Tiba
Fuad Nawawi
Galeri Sonobudoyo
Galuh Tulus Utama
Gampang Prawoto
Geger Riyanto
Geguritan
Goenawan Mohammad
Gola Gong
Grathia Pitaloka
Gugun el-Guyanie
Gus Ahmad Syauqi
Gus Dur
Gusti Eka
Habib Syech bin Abdul Qodir Assegaf
Halim HD
Hamdy Salad
Hamid Jabbar
Hamka
Hamzah al-Fansuri
Hari Puisi Indonesia (HPI)
Harris Maulana
Hasan Basri
Hasnan Bachtiar
Herry Fitriadi
Herta Muller
Heru Kurniawan
Hesti Sartika
Hilmi Abedillah
Hudan Hidayat
IAI TABAH
Ibnu Wahyudi
Idrus Efendi
Ignas Kleden
Iis Narahmalia
Imam Jazuli
Imam Nawawi
Imamuddin SA
Iman Budhi Santosa
Imron Tohari
Indra Intisa
Indra Tjahyadi
Indra Tranggono
Inung As
Irfan Afifi
Irwan Kelana
Isbedy Stiawan Z.S.
Iwan Simatupang
Jafar Fakhrurozi
Jajang R Kawentar
Jalaluddin Rakhmat
Jawa dan Islam
JJ. Kusni
Jo Batara Surya
Joni Ariadinata
Jordaidan Rizsyah
Jual Buku Paket Hemat
Jurnalisme Sastra
K.H. Ma'ruf Amin
Kadek Suartaya
Kadjie MM
Kalis Mardiasih
Kanti W. Janis
Karang Taruna Kedungrejo
Katrin Bandel
Kedai Kopi Sastra
Kedung Darma Romansha
Kedungrejo Muncar Banyuwangi
Kemah Budaya Panturan (KBP)
Kembulan
KetemuBuku Jombang
KH. M. Najib Muhammad
KH. Muhammad Amin (1910-1949)
Khairul Mufid Jr
Khawas Auskarni
Ki Ompong Sudarsono
Kitab Arbain Nawawi
Kitab Kelamin
Kompas TV
Komplek Gor Kamantren Paciran Lamongan
Komunitas Buana Kasih
Komunitas Penulis Katolik Deo Gratias
Komunitas Perupa Lamongan (KOSPELA)
Komunitas Sastra dan Teater Lamongan
Komunitas Sastra Ilalang Indonesia (KSII)
Komunitas Selapan Sastra
Kopi Bubuk Mbok Djum
Kostela
KPRI IKMAL Lamongan
Kritik Sastra
Kumpulan Cerita Buntak
Kuswaidi Syafi’ie
L Ridwan Muljosudarmo
L.K. Ara
Lagu
Laksmi Shitaresmi
Lan Fang
Launching Buku
Launching dan Bedah Buku
Lawi Ibung
Linda S Priyatna
Literasi
Liza Wahyuninto
Lona Olavia
Lukisan
Lukman Santoso Az
M. Faizi
M. Lutfi
M. Raudah Jambak
M.D. Atmaja
Maduretna Menali
Mahendra Cipta
Mahmud Jauhari Ali
Mahwi Air Tawar
Maimun Zubair
Maiyah Banyuwangi
Malkan Junaidi
Maman S. Mahayana
Manneke Budiman
Maratushsholihah
Mardi Luhung
Marhalim Zaini
Maria Magdalena Bhoernomo
Mariana Sitohang
Mario Vargas Llosa
Marsel Robot
Mas Garendi
Mashuri
Massayu
Masuki M. Astro
Max Arifin
Media Seputar Indonesia
Mei Anjar Wintolo
Melukis
Membongkar Mitos Kesusastraan Indonesia
Menggalang Dana Amal
MG. Sungatno
Mianto Nugroho Agung
Mien Uno
Miftachur Rozak
Mihar Harahap
Mochtar Lubis
Moh. Husen
Moh. Jauhar al-Hakimi
Moh. Syafari Firdaus
Mohamad Sobary
Mohammad Rokib
Mohammad Wildan
Motinggo Busye
Muafiqul Khalid MD
Muhammad Al-Fayyadl
Muhammad Alfatih Suryadilaga
Muhammad Alimudin
Muhammad Anta Kusuma
Muhammad Marzuki
Muhammad Muhibbuddin
Muhammad N. Hassan
Muhammad Subarkah
Muhammad Yasir
Muhammad Yunus
Muhidin M. Dahlan
Mukhsin Amar
Mulyosari Banyuurip Ujung Pangkah Gresik
Munawir Aziz
Mutia Sukma
N. Syamsuddin CH. Haesy
Naskah Teater
Ndix Endik
Nenden Lilis A
Nezar Patria
Ni Made Purnama Sari
Ninin Damayanti
NKRI
Nur Taufik
Nurel Javissyarqi
Nurul Komariyah
Obrolan
Orasi Budaya Akhir Tahun 2018
Orhan Pamuk
Pagelaran Musim Tandur
Palestina
Palupi Panca Astuti
Pameran Lukisan
Parimono V / 40 Plandi Jombang
Pawon Seni
PDS H.B. Jassin
Pekan Literasi Lamongan
Pelukis Tarmuzie
Pendhapa Art Space
Pendidikan
Penerbit Pelangi Sastra
Pengajian
Pipiet Senja
Politik
Pondok Pesantren Mamba'ul Ma'arif Denanyar Jombang
Pramoedya Ananta Toer
Presiden Jokowi
Proses Kreatif
Puisi
Puisi Menolak Korupsi (PMK)
Pungkit Wijaya
Pusat Studi Budaya Banyuwangi (PSBB)
Pustaka LaBRAK
Putu Fajar Arcana
R Giryadi
R. Ng. Ronggowarsito
Radhar Panca Dahana
Raedu Basha
Rakai Lukman
Rakhmat Nur Hakim
Rani R. Moediarta
Raudal Tanjung Banua
Raudlotul Immaroh
Reiny Dwinanda
Remy Syaldo
Remy Sylado
Rendy Adrikni Sadikin
Resensi
Reuni dan Halal Bihalal Mts Putra-Putri Simo 1991-1992
Ribut Wijoto
Ridwan Munawwar Galuh
Riki Antoni
Riki Dhamparan Putra
Rimbun Natamarga
Rinto Andriono
Robin Al Kautsar
Rodli TL
Rofiqi Hasan
Romel Masykuri Nur Arifin
Ronny Agustinus
Rosi
Rosihan Anwar
Rosmawaty Harahap
Roy Kusuma
Rumah Budaya Pantura (RBP)
Rx King Motor
S. Jai
S.W. Teofani
Sabrank Suparno
Sahaya Santayana
Sainul Hermawan
Sajak
Salman Faris
Sandiaga Uno
Sanggar Lukis Alam
Sanggar Pasir
Sanggar Rumah Ilalang
Sanusi Pane
Sapardi Djoko Damono
Saripuddin Lubis
Sasti Gotama
Saut Situmorang
Saya
Sayyid Muhammad Hadi Assegaf
Sejarah
Sekolah Literasi Gratis (SLG)
SelaSAstra Boenga Ketjil
Seni Gumira Ajidarma
Seni Rupa
Seno Joko Suyono
Setia Budhi
Shiny.ane el’poesya
Shofa As-Syadzili
Sholihul Huda
Shulhan Hadi
Sihar Ramses Simatupang
Siti Aisyatul Adawiyah
Siwi Dwi Saputro
Soediro Satoto
Soeparno S. Adhy
Soesilo Toer
Soetanto Soepiadhy
Sofyan RH. Zaid
Sosiawan Leak
Sri Wintala Achmad
STKIP PGRI Ponorogo
Subagio Sastrowardoyo
Suminto A. Sayuti
Sunardian Wirodono
Sunlie Thomas Alexander
Sunoto
Sunu Wasono
Sunudyantoro
Suryanto Sastroatmodjo
Susianna
Sutan Iwan Soekri Munaf
Sutardji Calzoum Bachri
Sutejo
Syahrudin Attar
Syaifuddin Gani
Syaikh Prof. Dr. dr. Yusri Abdul Jabbar al-Hasani Asyadzili
Syaikh Yusri al-Hasani Al Azhari
Taman Ismail Marzuki
Taufiq Wr. Hidayat
Teater Ilat
Teguh Afandi
Temu Penyair Timur Jawa
Tengsoe Tjahjono
Tere Liye
Toko Buku PUstaka puJAngga Lamongan
Tri Wahono
TS Pinang
Tsani Fanie
Tulus S
Udo Z. Karzi
Umar Kayam
Umbu Landu Paranggi
Umi Kulsum
Universitas Jember
Untung Wahyudi
Uwell's King Shop
Uwell's Setiawan
Virdika Rizky Utama
W.S. Rendra
Wage Daksinarga
Wahyu Aji
Wawan Eko Yulianto
Wawancara
Wayan Sunarta
Widie Nurmahmudy
Yanuar Widodo
Yanusa Nugroho
Yerusalem
Yetti A. KA
Yohanes Padmo Adi Nugroho
Yohanes Sehandi
Yoks Kalachakra
Yonathan Rahardjo
Yuditeha
Yusri Fajar
Yuval Noah Harari
Zainal Arifin Thoha
Zehan Zareez
Zuhdi Swt
Zulfikar Akbar
Tidak ada komentar:
Posting Komentar