Kamis, 09 April 2020

Menyusuri Wajah Islam di Thailand

Agama Islam di Kerajaan Penganut Budha Terbesar di Asia Tenggara
Muhammad N. Hassan *

“Dan tidaklah kami mengutusmu (Muhammad), melainkan untuk menjadi rahmat bagi semesta alam (rahmatan lil ‘alamiin).” [QS: Al Anbiya (21):107]

Jika diminta menyebutkan satu negara Budha di Asia Tenggara maka secara otomatis yang terlintas di pikiran kita adalah Thailand. Meskipun secara data statistik (Libgar, 2017) Thailand adalah negara yang menduduki populasi terbesar kedua penganut Buddha di dunia setelah Tiongkok. Siapa sangka di tengah-tengah penduduk Buddhism di Thailand yang mencapai angka 95% (64.4 juta jiwa) ini ada kehidupan agama Islam dan agama lain seperti Kristen, Hindu, serta beberapa penduduk Tionghoa Thai yang mempraktikan agama tradisional Tionghoa, termasuk Tao.

Bukan berarti saya mengesampingkan agama lain, namun saya akan coba menyusuri beberapa pandangan  terkait wajah Islam di negara Thailand (Kingdom of Thailand) yang notabene sebagai negara yang mayoritas penduduknya beragama Budha. Saya ingin berbagai cerita berdasarkan pengalaman saya tinggal di Thailand selama tiga tahun disertai juga beberapa referensi pendukung. Kira-kira bagaimana akulturasi budaya, adakah konflik antar pemeluk agama, dan apa peran Islam sebagai rahmatan lil ‘alamin di tengah-tengah keberagaman ini?

Oke, sebelum masuk kepada pokok pembahasan. Saya ingin mengawali dengan menyimak beberapa hasil penelitian (skripsi, tesis maupun disertasi) beberapa kampus Islam di Indonesia yang sudah dipublikasikan (jika mau, teman-teman dapat mengaksesnya secara online –cek di internet). Selain itu buku Sejarah dan Kebudayaan Islam di Asia Tenggara karya Dr. H. Saifullah, SA. MA. terbitan Pustaka Pelajar (2010) mungkin juga bisa memberikan informasi tentang sejarah Islam masuk ke Thailand ini.

Sejarah mencatat, Thailand adalah satu-satunya negara di Asia Tenggara yang tidak pernah dijajah (colonized). Meskipun negara Thailand pada waktu akan terbentuk mendapat tekanan terus menerus dari bangsa Eropa. Sebelum negara Thailand ini didirikan, berdasarkan catatan Tome Pires dan Laksamana Cheng Ho ada sebuah kerajaan yang terletak di Thailand bagian Selatan bernama Kerajaan Melayu Pattani. Kerajaan ini didirikan sekitar abad ke-15 M. Menurut Hikayat Pattani, Kerajaan Melayu Pattani awalnya berpusat di Kota Mahligai dan diperintah oleh Phya Tu Kerab Mahayana.

Karena letaknya yang strategis, Pattani menjadi cepat berkembang. Para pedagang muslim (termasuk Indonesia) telah mendatangi negeri ini untuk berdagang dan tentu saja berdakwah menyebarkan risalah Islam. Karena dakwah para da’i dan pedagang muslim itulah Pya Tu Antara, sang penguasa Pattani masuk Islam. Pya Tu Antara memeluk Islam melalui seorang ulama dari Pasai (Sumatera) bernama Syaikh Said. Setelah masuk Islam Pya Tu Antara bergelar Sultan Ismail Syah Zilulllah fil Alam. Sejak itu, agama Islam mempengaruhi budaya dan kehidupan keagamaan rakyat Pattani dan terbentuklah Kerajaan Islam Pattani di wilayah tersebut.

Akhirnya pada tahun 1785 M (abad ke 18) terjadi peperangan (imperialistik) oleh Kerajaan Siam (cikal bakal negara Thailand) yang dipimpin Phraya Chakri. Kerajaan ini menyerang dan berhasil menundukkan Kerajaan Pattani. Sultan Muhammad pemimpin Kerajaan Pattani saat itu beserta ribuan rakyatnya syahid dalam pertempuran. Sebagian lagi ditawan dan dibawa ke Bangkok. Meskipun kalah dalam pertempuran itu, Kerajaan Pattani tidak runtuh. Selalu saja ada pemimpin Pattani yang melakukan perlawanan terhadap Kerajaan Siam.

Hal ini dikarenakan selama berada di bawah kekuasaan Kerajaan Siam, banyak peraturan yang merugikan umat Islam Pattani. Banyak terjadi pemberontakan sebagai wujud ketidakpuasan atas kebijakan yang diterapkan oleh Kerajaan Siam. Di antara pemberontakan itu adalah yang terjadi pada tahun 1923 di Belukar Semak. Pemberontakan ini muncul akibat pemaksaan Akta Pelajaran 1921 yang memaksa anak-anak Melayu Pattani memasuki Pendidikan Kebangsaan Siam yang menggunakan bahasa pengantar bahasa Siam (sekarang lebih dikenal dengan bahasa Thailand). Tidak heran jika saya berkenalan dengan teman-teman Thailand di komunitas mahasiswa Islam (muslim club) kampus, mereka rata-rata memiliki tiga nama: nama Thailand, nama dari bahasa Melayu atau Arab, dan nama panggilan (ชื่อเล่น) yang umumnya dimiliki warga keturunan bangsa Siam.

Pada akhirnya setelah Kerajaan Siam berganti nama menjadi negara Thailand (1939 M), Islam lambat laun berkembang pesat beriring dengan banyak pendatang muslim berasal dari Timur Tengah, Afrika, maupun bangsa Melayu seperti Indonesia, Malaysia, Singapura, dan Brunei Darussalam. Mereka bekerja dan menetap di Thailand, memberikan warna baru terhadap Islam di Thailand. Mereka juga mendirikan perkampungan dan komunitas di wilayah Bangkok.

Saya sempat mengunjungi kampung Arab, beberapa kali shalat di masjid Indonesia, masjid Pakistan, dan masjid Turkey. Bahkan di kampung Jawa, daerah Sathorn Bangkok ada “Masjid Jawa” dengan bangunan corak khas kultur Yogyakarta. Konon katanya keluarga keturunan Irfan Dahlan (anak keempat dari KH. Ahmad Dahlan) pernah tinggal di wilayah tersebut.

Namun bicara soal Islam di Thailand, ngerinya tahun lalu saya pernah membaca berita terkait konflik dan pemberontakan yang pernah terjadi di wilayah Selatan antara Barisan Revolusi Nasional (BRN) Melayu Patani dan kelompok separatis Islam dengan militer pemerintah Thailand yang telah merenggut lebih dari 7,000 nyawa sejak tahun 2004. Semakin lama konflik berlanjut, semakin besarlah risiko polarisasi yang rupanya akan dieksploitasikan oleh para jihadis transnasional. Kedua kelompok seperti Al-Qaeda dan ISIS mungkin akan mengambil kesempatan dalam pelbagai konflik wilayah perbatasan dengan Malaysia ini. Akibatnya, pihak militer bertindak lebih represif lagi.

Saya mulai tenang, ketika mendengar kabar bahwa api konflik ini sudah mulai padam sejak di bawah penanganan National Council for Peace and Order (NCPO) atau kabinet khusus yang dibentuk oleh pemerintah otoriter sejak diambil alih kekuasaan (kudeta 2014) hingga sekarang. Masyarakat muslim Pattani pun bersedia menjalankan kebijakan pemerintah asalkan pemerintah setempat yakin bahwa Pattani adalah bagian dari warga Thailand yang harus diberi hak dan perlindungan yang sama, bukan ancaman yang identitas kultural mereka malah diberangus. Hanya dengan pendekatan cara demikian pemerintah pusat bisa mengembalikan rasa percaya masyarakat.

Terlepas dari itu semua, sampai sekarang pihak Islam juga mampu mendekati pihak otoritas negara Thailand. Sehingga kerajaan cukup mendukung kehidupan Islam untuk penduduknya. Tanggungjawab masalah berkaitan agama Islam di Thailand diemban oleh seseorang mufti yang memperoleh gelar Syaikhul Islam (Chularajmontree). Mufti ini berada di bawah Kementerian Dalam Negeri dan Kementerian Pendidikan serta bertanggungjawab pada raja. Mufti bertugas buat mengatur kebijakan yang bersangkutan dengan kehidupan muslim, seperti penentuan awal dan akhir Ramadhan dalam kalender tahun hijriyah.

Tidak heran kalau jumlah kaum muslimin di Thailand dari 4.6% (data dari CIA:, 2014) dengan statistik terbaru mencapai sekitar empat juta dari total 65 juta penduduk, dan jumlah ini saya yakini akan terus meningkat. Mengingat saat ini Islam telah menjadi agama terbanyak kedua setelah Buddha di Thailand. Sekarang banyak dijumpai lembaga-lembaga pendidikan berbasis Islam, masjid-masjid dan perkampungan muslim Islam di Thailand. Menurut situs Thailand Embassy saja, Thailand memiliki 3.494 masjid. Meskipun jumlah terbanyak masih tersebar di beberapa provinsi wilayah Thailand Selatan, antara lain Provinsi Pattani, Yala (Jala), Narathiwat (Menara), dan juga Songkhla (Senggora).

Rasanya sangat senang sekali, jika Islam di Thailand tidak ada konflik lagi dan akan terus berkembang pesat. Sehingga saya sebagai salah satu umat muslim pendatang merasa aman. Apalagi saya dengar pemerintah Indonesia melalui Kementerian Agama beberapa kali mengirim para mubaligh ke Thailand. Para da’i akan melakukan dakwah Islam rahmatan lil ‘alamin di negeri Gajah Putih ini. Pengiriman da’i ini merupakan bagian dari kerjasama pemerintah Indonesia melalui Kemenag bersama pemerintah Thailand yang diwakili Delegasi Pusat Provinsi Perbatasan Thailand Selatan (The Southern Border Province Administrative Centre of The Kingdom of Thailand/SBPAC).

Mereka biasanya mengajar di sekolah-sekolah Islam, dan bagi para penghafal al-Quran selain mengajar al-Quran juga mengimami di berbagai masjid di Thailand. Apalagi seperti sekarang ini, saat bulan Ramadhan biasanya ada imam utusan dari Indonesia yang dikirim ke mari. Saya sempat berbincang dengan salah seorang imam selepas shalat terawih di masjid Jawa. Beliau berasal dari Aceh yang diperbantukan di wilayah Selatan dan Bangkok (khusus bulan Ramadhan) perantara Atase Pendidikan, Penerangan Sosial dan Budaya KBRI Bangkok.

Begitu pula menurut informasi yang saya dapat, pemerintah Thailand ternyata juga memberikan beasiswa kepada para pelajar dan mahasiswa yang menimba ilmu di pesantren, madrasah dan kampus-kampus Islam yang ada di Indonesia. Saya memiliki teman yang mengambil S2 di Chulalongkorn University, dulu S1-nya ambil di Farmasi Universitas Muhammadiyah Surakarta. Dia cerita banyak terkait hubungan Islam Indonesia dengan Thailand melalui dakwah dan pendidikan. Adapun bentuk beasiswa ini ada juga yang semacam pertukaran pelajar (student exchange program). Kebanyakan mereka asli Thailand Selatan yang fasih berbahasa Melayu. Sehingga pasti akan lebih mudah ketika berkomunikasi.

Menariknya lagi, untuk memperkuat dan meningkatkan pesan Islam rahmatan lil ‘alamin ini, Indonesia telah mendirikan dua ormas Islam terbesar di Indonesia diantaranya Pengurus Cabang Internasional Nahdhatul Ulama (PCINU) Thailand pada tanggal 3 Oktober 2016 (NU Online, 2016) dan Muhammadiyah Thailand pada tanggal 18 November 2017 (PWMU.CO, 2017). Masing-masing dilakukan pelantikan dan deklarasi di Yayasan Daarul Huda dan Universitas Rachabhat Yala, Thailand Selatan. Harapannya upaya-upaya untuk terus bersinergi seperti inilah yang akan membawa Islam sebagai agama yang sejuk, tidak menyebarakan paham-pahaam radikal dan teroris yang seperti sekarang isu ini tengah santer dibicarakan.

Di samping itu wajah Islam di Thailand tambah semakin cantik, dengan berdirinya lembaga sertifikasi halal di bawah naungan Halal Science Center (HSC) dan Central Islamic Council of Thailand (CICOT). Saya pernah berkunjung ke HSC saat mengantarkan para pimpinan UIN Maulana Malik Ibrahim Malang. Visi lembaga yang didirikan oleh Prof. (Assoc) Dr. Winai Dahlan (yang tidak lain merupakan cucu KH. Ahmad Dahlan) ini untuk meningkatkan kualitas hidup dan menjaga keamanan keyakinan beragama komunitas muslim dunia. Sehingga akan membantu kehidupan masyarakat Islam khususnya di Thailand dalam membeli dan mengkonsumsi produk-produk baik makanan, minuman dan lainnya.

Setiap tahunnya dua lembaga tersebut menggelar acara Thailand Halal Assembly yang dihadiri seluruh tokoh Islam dari perwakilan negara-nagara Islam di dunia. Alhamdulillah saya pun diberikan kesempatan menghadiri Thailand Halal Assembly 2016 sampai Thailand Halal Assembly 2019 di Bangkok pada saat itu. Kegiatan seperti ini sebagai ladang dakwah juga karena beberapa tokoh lintas agama di Thailand juga turut diundang pada perhelatan akbar acara ini.

Lembaga lain yang turut memberikan andil terhadap semakin percayanya pemerintah Thailand terhadap agama Islam di Thailand adalah The Foundation of Islamic Centre of Thailand. Yayasan yang memiliki masjid terbesar di Thailand ini tidak pernah sepi dari jamaah. Selain sebagai pusat pendidikan agama Islam juga berkontribusi terhadap perbaikan komunitas masyarakat Islam di Thailand dan masyarakat secara luas. Sehingga tidak mungkin ada lagi islamic phobia, Islam akan menjadi damai dan hadir menumbuhkan rasa saling toleransi tingkat tinggi.

Karena memang sudah seharusnya Islam rahmatan lil ‘alamin itu bersifat tawassuth (moderat), i’tidal (tegak), tasamuh (toleran) dan tawazun (seimbang)  serta tasyawur (musyawarah/dialog). Sehingga berada di tengah-tengah masyrakat yang beragam ini, praktik Islam rahmatan lil ‘alamin menjadikan kehidupan terasa lebih manusiawi, hangat, nyaman, dan ramah. Bergembira dalam perbedaan dan bersahabat dalam segala aspek, baik itu kehidupan sosial, budaya, maupun politik dan hukum. Dengan begitu Islam akan terus menerus berkembang dan diterima masyarakat luas.

Maka sebagai penutup tulisan ini saya ingin berkata, saya sangat optimis kepada hasil penelitian dari PEW Research Center (2017) bahwa pada tahun 2050 nanti Islam akan menjadi agama mayoritas di dunia. Wallahua’lam bisshowaab.

________________
*) Muhammad N. Hassan, Mahasiswa pascasarjana jurusan Nanosains dan Nanoteknologi di Sensor Technology Thailand (SST) Laboratory, King Mongkut's University of Technology Thonburi (KMUTT) Bangkok Thailand. Aktif di Gusdurian Thailand.
https://islami.co/menyusuri-wajah-islam-di-kerajaan-penganut-budha-terbesar-di-asia-tenggara/

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

A Anzieb A. Khoirul Anam A. Muhaimin Iskandar A. Mustofa Bisri A. Qorib Hidayatullah A. Rodhi Murtadho A.H. J Khuzaini A.S Laksana Aa Sudirman Abdul Kirno Tanda Abdurrahman Wahid Acep Iwan Saidi Achiar M Permana Addi Mawahibun Idhom Adhi Pandoyo Adi W. Gunawan Afrion Afriza Hanifa Afrizal Malna Agama Para Bajingan Aguk Irawan MN Agung Poku Agus Buchori Agus Mulyadi Agus Noor Agus R. Sarjono Agus R. Subagyo Agus Setiawan Agus Sulton Agus Sunyoto Agus Wahyudi Agusri Junaidi AH J Khuzaini Ahmad Baso Ahmad Dahri Ahmad Farid Yahya Ahmad Muchlish Amrin Ahmad Munjin Ahmad Naufel Ahmad Rifa’i Rif’an Ahmad Syauqi Sumbawi Ahmad Tohari Ahmad Yulden Erwin Ahmad Zaini Ahmadul Faqih Mahfudz Ahmadun Yosi Herfanda Akhlis Purnomo Akhmad Sekhu Akhmad Taufiq Akhudiat Albert Camus Alfathri Adlin Alfian Dippahatang Ali Audah Alim Bakhtiar Alimuddin Amelia Rachman Amie Williams Amien Kamil Amien Wangsitalaja Aming Aminoedhin An. Ismanto Andhi Setyo Wibowo Andik Suprihartono Andri Awan Anindita S Thayf Anjrah Lelono Broto Antologi Sastra Lamongan Anton Wahyudi Anugrah Gio Pratama Anung Wendyartaka Aprinus Salam APSAS (Apresiasi Sastra) Indonesia Arafat Nur Ari Welianto Arief Rachman Hakim Arif Hidayat Arif Saifudin Yudistira Arman A.Z. Arsyad Indradi Arti Bumi Intaran Asarpin Asep Dudinov Ar Atafras Awalludin GD Mualif Ayu Nuzul Bahrum Rangkuti Beni Setia Benni Setiawan Benny Benke Berita Bernando J. Sujibto Binhad Nurrohmat Bonardo Maulana Wahono Bre Redana Budi Darma Budiman Hakim Buku Bung Hatta Bustan Basir Maras Butet Kertaredjasa Candrakirana Capres Cawapres 2019 Catatan Cerpen Chairil Anwar CNN Indonesia Coronavirus COVID-19 Cunong N. Suraja D. Zawawi Imron Dadang Ari Murtono Dahlan Iskan Dahlan Kong Damiri Mahmud Danarto Daniel Dhakidae Deni Jazuli Denny JA Denny Mizhar Dessy Wahyuni Dewi Satika Dian R. Basuki Dian Sukarno Dian Tri Lestari Dien Makmur Din Saja Dinas Perpustakaan Daerah Lamongan Diponegoro Djoko Pitono Djoko Saryono Doddi Ahmad Fauji Doddy Hidayatullah Dodit Setiawan Santoso Dody Yan Masfa Donny Anggoro Donny Darmawan Doris Lessing Dr. Hilma Rosyida Ahmad Dwi Pranoto Dyah Ayu Fitriana Edisi Khusus Edy A Effendi Egidius Patnistik Eka Budianta Eka Kurniawan Eko Hendri Saiful Eko Prasetyo Eko Tunas Ekwan Wiratno el-Ha Abdillah Enny Arrow Erdogan Esai Esthi Maharani Estiana Arifin Evi Melyati F. Budi Hardiman F. Rahardi Fahmi Faqih Fahri Salam Faisal Kamandobat Farah Noersativa Fatah Anshori Fatah Yasin Noor Feby Indirani Felix K. Nesi Festival Gugur Gunung Forum Santri Nasional Frischa Aswarini Fuad Mardhatillah UY Tiba Fuad Nawawi Galeri Sonobudoyo Galuh Tulus Utama Gampang Prawoto Geger Riyanto Geguritan Goenawan Mohammad Gola Gong Grathia Pitaloka Gugun el-Guyanie Gus Ahmad Syauqi Gus Dur Gusti Eka Habib Syech bin Abdul Qodir Assegaf Halim HD Hamdy Salad Hamid Jabbar Hamka Hamzah al-Fansuri Hari Puisi Indonesia (HPI) Harris Maulana Hasan Basri Hasnan Bachtiar Herry Fitriadi Herta Muller Heru Kurniawan Hesti Sartika Hilmi Abedillah Hudan Hidayat IAI TABAH Ibnu Wahyudi Idrus Efendi Ignas Kleden Iis Narahmalia Imam Jazuli Imam Nawawi Imamuddin SA Iman Budhi Santosa Imron Tohari Indra Intisa Indra Tjahyadi Indra Tranggono Inung As Irfan Afifi Irwan Kelana Isbedy Stiawan Z.S. Iwan Simatupang Jafar Fakhrurozi Jajang R Kawentar Jalaluddin Rakhmat Jawa dan Islam JJ. Kusni Jo Batara Surya Joni Ariadinata Jordaidan Rizsyah Jual Buku Paket Hemat Jurnalisme Sastra K.H. Ma'ruf Amin Kadek Suartaya Kadjie MM Kalis Mardiasih Kanti W. Janis Karang Taruna Kedungrejo Katrin Bandel Kedai Kopi Sastra Kedung Darma Romansha Kedungrejo Muncar Banyuwangi Kemah Budaya Panturan (KBP) Kembulan KetemuBuku Jombang KH. M. Najib Muhammad KH. Muhammad Amin (1910-1949) Khairul Mufid Jr Khawas Auskarni Ki Ompong Sudarsono Kitab Arbain Nawawi Kitab Kelamin Kompas TV Komplek Gor Kamantren Paciran Lamongan Komunitas Buana Kasih Komunitas Penulis Katolik Deo Gratias Komunitas Perupa Lamongan (KOSPELA) Komunitas Sastra dan Teater Lamongan Komunitas Sastra Ilalang Indonesia (KSII) Komunitas Selapan Sastra Kopi Bubuk Mbok Djum Kostela KPRI IKMAL Lamongan Kritik Sastra Kumpulan Cerita Buntak Kuswaidi Syafi’ie L Ridwan Muljosudarmo L.K. Ara Lagu Laksmi Shitaresmi Lan Fang Launching Buku Launching dan Bedah Buku Lawi Ibung Linda S Priyatna Literasi Liza Wahyuninto Lona Olavia Lukisan Lukman Santoso Az M. Faizi M. Lutfi M. Raudah Jambak M.D. Atmaja Maduretna Menali Mahendra Cipta Mahmud Jauhari Ali Mahwi Air Tawar Maimun Zubair Maiyah Banyuwangi Malkan Junaidi Maman S. Mahayana Manneke Budiman Maratushsholihah Mardi Luhung Marhalim Zaini Maria Magdalena Bhoernomo Mariana Sitohang Mario Vargas Llosa Marsel Robot Mas Garendi Mashuri Massayu Masuki M. Astro Max Arifin Media Seputar Indonesia Mei Anjar Wintolo Melukis Membongkar Mitos Kesusastraan Indonesia Menggalang Dana Amal MG. Sungatno Mianto Nugroho Agung Mien Uno Miftachur Rozak Mihar Harahap Mochtar Lubis Moh. Husen Moh. Jauhar al-Hakimi Moh. Syafari Firdaus Mohamad Sobary Mohammad Rokib Mohammad Wildan Motinggo Busye Muafiqul Khalid MD Muhammad Al-Fayyadl Muhammad Alfatih Suryadilaga Muhammad Alimudin Muhammad Anta Kusuma Muhammad Marzuki Muhammad Muhibbuddin Muhammad N. Hassan Muhammad Subarkah Muhammad Yasir Muhammad Yunus Muhidin M. Dahlan Mukhsin Amar Mulyosari Banyuurip Ujung Pangkah Gresik Munawir Aziz Mutia Sukma N. Syamsuddin CH. Haesy Naskah Teater Ndix Endik Nenden Lilis A Nezar Patria Ni Made Purnama Sari Ninin Damayanti NKRI Nur Taufik Nurel Javissyarqi Nurul Komariyah Obrolan Orasi Budaya Akhir Tahun 2018 Orhan Pamuk Pagelaran Musim Tandur Palestina Palupi Panca Astuti Pameran Lukisan Parimono V / 40 Plandi Jombang Pawon Seni PDS H.B. Jassin Pekan Literasi Lamongan Pelukis Tarmuzie Pendhapa Art Space Pendidikan Penerbit Pelangi Sastra Pengajian Pipiet Senja Politik Pondok Pesantren Mamba'ul Ma'arif Denanyar Jombang Pramoedya Ananta Toer Presiden Jokowi Proses Kreatif Puisi Puisi Menolak Korupsi (PMK) Pungkit Wijaya Pusat Studi Budaya Banyuwangi (PSBB) Pustaka LaBRAK Putu Fajar Arcana R Giryadi R. Ng. Ronggowarsito Radhar Panca Dahana Raedu Basha Rakai Lukman Rakhmat Nur Hakim Rani R. Moediarta Raudal Tanjung Banua Raudlotul Immaroh Reiny Dwinanda Remy Syaldo Remy Sylado Rendy Adrikni Sadikin Resensi Reuni dan Halal Bihalal Mts Putra-Putri Simo 1991-1992 Ribut Wijoto Ridwan Munawwar Galuh Riki Antoni Riki Dhamparan Putra Rimbun Natamarga Rinto Andriono Robin Al Kautsar Rodli TL Rofiqi Hasan Romel Masykuri Nur Arifin Ronny Agustinus Rosi Rosihan Anwar Rosmawaty Harahap Roy Kusuma Rumah Budaya Pantura (RBP) Rx King Motor S. Jai S.W. Teofani Sabrank Suparno Sahaya Santayana Sainul Hermawan Sajak Salman Faris Sandiaga Uno Sanggar Lukis Alam Sanggar Pasir Sanggar Rumah Ilalang Sanusi Pane Sapardi Djoko Damono Saripuddin Lubis Sasti Gotama Saut Situmorang Saya Sayyid Muhammad Hadi Assegaf Sejarah Sekolah Literasi Gratis (SLG) SelaSAstra Boenga Ketjil Seni Gumira Ajidarma Seni Rupa Seno Joko Suyono Setia Budhi Shiny.ane el’poesya Shofa As-Syadzili Sholihul Huda Shulhan Hadi Sihar Ramses Simatupang Siti Aisyatul Adawiyah Siwi Dwi Saputro Soediro Satoto Soeparno S. Adhy Soesilo Toer Soetanto Soepiadhy Sofyan RH. Zaid Sosiawan Leak Sri Wintala Achmad STKIP PGRI Ponorogo Subagio Sastrowardoyo Suminto A. Sayuti Sunardian Wirodono Sunlie Thomas Alexander Sunoto Sunu Wasono Sunudyantoro Suryanto Sastroatmodjo Susianna Sutan Iwan Soekri Munaf Sutardji Calzoum Bachri Sutejo Syahrudin Attar Syaifuddin Gani Syaikh Prof. Dr. dr. Yusri Abdul Jabbar al-Hasani Asyadzili Syaikh Yusri al-Hasani Al Azhari Taman Ismail Marzuki Taufiq Wr. Hidayat Teater Ilat Teguh Afandi Temu Penyair Timur Jawa Tengsoe Tjahjono Tere Liye Toko Buku PUstaka puJAngga Lamongan Tri Wahono TS Pinang Tsani Fanie Tulus S Udo Z. Karzi Umar Kayam Umbu Landu Paranggi Umi Kulsum Universitas Jember Untung Wahyudi Uwell's King Shop Uwell's Setiawan Virdika Rizky Utama W.S. Rendra Wage Daksinarga Wahyu Aji Wawan Eko Yulianto Wawancara Wayan Sunarta Widie Nurmahmudy Yanuar Widodo Yanusa Nugroho Yerusalem Yetti A. KA Yohanes Padmo Adi Nugroho Yohanes Sehandi Yoks Kalachakra Yonathan Rahardjo Yuditeha Yusri Fajar Yuval Noah Harari Zainal Arifin Thoha Zehan Zareez Zuhdi Swt Zulfikar Akbar