Agus Noor
kompas.com
Dalam esai Mencari Tradisi Cerpen Indonesia yang ditulis tahun 1975, Jakob Sumardjo menyatakan, "Tradisi penulisan cerpen mencapai masa suburnya pada dekade 50-an yang merupakan zaman emas produksi cerita pendek dalam sejarah sastra Indonesia."
Salah satu faktor yang mendukung "periode keemasan" itu antara lain munculnya majalah seperti Kisah, Tjerita, serta Prosa, yang menjadi ruang pertumbuhan cerpen pada saat itu.
Di samping, memang, situasi sosiologis yang dianggap oleh Nugroho Notosusanto tidak menguntungkan bagi para pengarang pada waktu itu untuk menulis roman atau novel. Setelah pada periode sebelumnya roman menjadi "tolak ukur" pertumbuhan sastra, pada dekade 50-an itu cerpen menjadi semacam episentrum penjelajahan estetik.
Pada masa itulah muncul nama-nama seperti Riyono Pratikto, Subagyo Sastrowardoyo, Sukanto SA, Nh Dini, Bokor Hutasuhut, Mahbud Djunaedi, AA Navis, dan sederet nama lain yang, menurut sastrawan dan kritikus sastra Ajip Rosidi dalam esai Pertumbuhan dan Perkembangan Cerpen Indonesia, disebut sebagai sastrawan yang "pertama-tama dan terutama dikenal sebagai penulis cerpen".
Pada periode ini, cerpen Indonesia menunjukkan kematangan bentuk, komposisi, struktur, dan plot yang terkuasai dengan baik. Hal itu membuat eksplorasi tematik yang banyak dilakukan para penulis menemukan kematangan dalam bentuk penceritaan. Tak berlebihan apabila pada periode ini cerpen "menduduki tempat utama dalam kesusastraan Indonesia", tulis Ajip Rosidi.
Apabila periode itu diletakkan dalam sejarah pertumbuhan sastra kita, terutama menyangkut cerpen, bolehlah periode itu disebut sebagai "periode keemasan pertama" pertumbuhan cerpen. Sementara "periode keemasan kedua" terjadi pada sekitar dekade 80-an.
Ada situasi yang relatif sama di antara kedua periode itu: (1) cerpen menjadi pilihan utama pengucapan literer, (2) tingkat produktivitas cerpen yang melimpah, (3) pertumbuhannya yang didukung oleh media di luar buku; pada yang pertama ialah majalah dan pada yang kedua ialah koran, (4) pencapaian estetis cerpen yang makin menempatkan cerpen sebagai genre sastra yang kian diperhitungkan.
Keemasan kedua
Kita bisa melihat pencapaian-pencapaian estetis cerpen pada "periode keemasan kedua" itu melalui buku kumpulan cerpen Riwayat Negeri yang Haru. Antologi ini disunting oleh Radhar Panca Dahana, memuat 55 cerpen dari 44 penulis.
Sudah barang tentu buku ini tidak mungkin mampu merepresentasikan pertumbuhan cerpen pada dekade 80-an secara keseluruhan. Penyebaran cerpen yang meluas di koran membuat upaya untuk "merekonstruksi" pencapaian estetis pada periode ini menjadi muskil. Namun, buku yang memuat cerpen-cerpen yang pernah terbit di Kompas sepanjang kurun 1980-1990-an ini setidaknya bisa menjadi etalase untuk melihat perkembangan dan pencapaian estetis cerpen-cerpen pada periode itu.
Apalagi, seperti pernah dinyatakan oleh Nirwan Dewanto, pada periode itu Kompas memang memiliki kedudukan tersendiri: menjadi media yang cukup signifikan bila kita hendak memperbincangkan pertumbuhan cerpen ketika media yang mengkhususkan diri pada sastra mulai meredup pamornya.
Buku ini bisa diletakkan sebagai kelanjutan tradisi penerbitan cerpen yang dilakukan Kompas, setelah menerbitkan Dua Kelamin bagi Midin, dieditori Seno Gumira Ajidarma, yang menghimpun cerpen-cerpen yang terbit di Kompas dalam rentang tahun 1970-1980.
Kitab cerpen ini memperlihatkan bagaimana pertumbuhan cerpen Indonesia mulai menggeliat setelah pada tahun 60-70-an dunia sastra kita menempatkan bentuk puisi sebagai episentrum atau pusat perhatian pencapaian-pencapaian estetis. Inilah suatu masa ketika cerpen terasa inferior dibandingkan puisi dengan pengecualian pada apa yang dilakukan oleh Danarto dengan cerpen-cerpennya semacam Godlob.
Pada dekade ini, peran majalah sastra Horison yang memberikan keluasan bagi eksperimentasi memang memunculkan beberapa cerpen "eksperimental" yang mengeksplorasi gaya dan tipografi penceritaan, tetapi tak terlalu kuat pengaruhnya pada masa-masa kemudian. Pertumbuhan cerpen kemudian seperti memilih jalan pertumbuhannya sendiri dengan "memilih" koran sebagai media publikasinya.
Hal itu juga tak bisa dilepaskan dari makin lunturnya batas-batas "sastra serius" dan "sastra pop" sebagaimana bisa dilihat melalui gerakan puisi mbeling dan mulai maraknya penerbitan novel pop yang kemudian ikut meruntuhkan pusat-pusat penandaan sastra.
Koran sebagai media yang bersifat umum pada akhirnya ikut membentuk karakter cerpen-cerpen yang terbit pada masa itu: satu kecenderungan yang menempatkan "realisme" sebagai gaya utama penceritaan. Satu gaya yang sesungguhnya juga masih terasa kuat hingga dekade 1980-an, bahkan 1990-an.
Namun, di tahun 1980-an itulah mulai terasa adanya upaya mencari gaya penceritaan yang lebih segar dalam cerpen kita. Kemelimpahan jumlah mulai diimbangi semangat untuk mematangkan bentuk-bentuk penceritaan. Karena itu, kuantitas pun mulai paralel dengan kualitas, setidaknya bila dibandingkan dengan cerpen-cerpen dekade sebelumnya yang masih dianggap kurang berhasil dalam bentuk penceritaan.
Itulah sebabnya dekade 80-an boleh dianggap merupakan titik balik pertumbuhan cerpen, setelah sebelumnya karya sastra kelas dua. Dan itulah yang bisa kita lihat melalui buku ini. Kita bisa merasakan sebuah gairah kreatif yang memperlihatkan makin matangnya cara bercerita para pengarang yang produktif di periode ini. Dan, yang pada periode selanjutnya menjadi para penulis yang banyak memberi pengaruh pertumbuhan cerpen kita, seperti Seno Gumira Ajidarma, Putu Wijaya, dan juga Radhar Panca Dahana.
Surealisme dan absurdisme
Pada "periode keemasan kedua" inilah kita mulai merasakan adanya kecenderungan yang kuat untuk memakai gaya surealisme dan absurdisme sebagai bentuk penceritaan untuk mencapai efek dramatik dan estetis tertentu dalam cerita.
Boleh jadi, itu menjadi semacam cara untuk membangun sistem tanda dalam cerita hingga menjadi semacam simbolisme atas peristiwa sosial yang dirujuknya cerpen Karni Yudhistira ANM Massardi, Kepala Bakdi Soemanto, Absurd Joko Quartantyo dalam buku ini menjadi referen yang pas untuk melihat kecenderungan itu.
Yang menarik dari buku ini ialah keberhasilan editor untuk melihat banyak gejala yang cukup beragam, baik menyangkut tema maupun gaya bercerita, yang memang menjadi keunikan tersendiri dalam pertumbuhan cerpen dekade 1980-an.
Setidaknya ini bisa dilihat melalui cerpen-cerpen yang ditulis Seno Gumira Ajidarma, di mana yang serius dan yang pop seperti diaduk-aduk melalui gaya penceritaan yang ngelantur dan nyaris seperti penuh igauan. Cerpen Seno menjadi seperti sungai cahaya berkilauan yang mengalir dalam kesunyian.
Kita bisa menemukan pula gaya yang dikembangkan Danarto, yang sejak mula selalu mencampurkan antara yang riil dan nonriil, mulai membawa kecenderungan itu dengan mengolah cerita yang berlatar belakang metropolitan. Sedangkan Putu Wijaya banyak memakai "permainan logika" untuk mencapai suspens cerita. Di luar itu, kecenderungan realisme model Haris Efendi Tahar dan Jujur Prananto sampai warna lokal Darwin Khudori dan Ahmad Thohari bisa terangkum dalam buku ini.
Sebagaimana dicatat editor, selama kurun waktu 1981-1990 ada 440 cerpen yang terbit. Di samping memilih cerpen-cerpen yang dianggap terbaik yang terbit selama kurun waktu itu, editor juga berhasil memberikan kepada kita keragaman gaya yang dikembangkan para penulis yang produktif menulis pada periode itu. Hingga kita bisa menjadikan buku ini sebagai referen yang cukup menolong apabila kita ingin menengok kecenderungan-kecenderungan yang ada selama "periode keemasan kedua" cerpen kita.
*) Agus Noor Penulis Prosa
http://sastra-indonesia.com/2009/04/periode-keemasan-kedua-cerpen-indonesia/
Wahyaning wahyu tumelung, tulus tan kena tinegor (wirid hidayat jati, R.Ng. Ronggowarsito)
Selasa, 30 Juni 2020
Periode Keemasan Kedua Cerpen Indonesia
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
A Anzieb
A. Khoirul Anam
A. Muhaimin Iskandar
A. Mustofa Bisri
A. Qorib Hidayatullah
A. Rodhi Murtadho
A.H. J Khuzaini
A.S Laksana
Aa Sudirman
Abdul Kirno Tanda
Abdurrahman Wahid
Acep Iwan Saidi
Achiar M Permana
Addi Mawahibun Idhom
Adhi Pandoyo
Adi W. Gunawan
Afrion
Afriza Hanifa
Afrizal Malna
Agama Para Bajingan
Aguk Irawan MN
Agung Poku
Agus Buchori
Agus Mulyadi
Agus Noor
Agus R. Sarjono
Agus R. Subagyo
Agus Setiawan
Agus Sulton
Agus Sunyoto
Agus Wahyudi
Agusri Junaidi
AH J Khuzaini
Ahmad Baso
Ahmad Dahri
Ahmad Farid Yahya
Ahmad Muchlish Amrin
Ahmad Munjin
Ahmad Naufel
Ahmad Rifa’i Rif’an
Ahmad Syauqi Sumbawi
Ahmad Tohari
Ahmad Yulden Erwin
Ahmad Zaini
Ahmadul Faqih Mahfudz
Ahmadun Yosi Herfanda
Akhlis Purnomo
Akhmad Sekhu
Akhmad Taufiq
Akhudiat
Albert Camus
Alfathri Adlin
Alfian Dippahatang
Ali Audah
Alim Bakhtiar
Alimuddin
Amelia Rachman
Amie Williams
Amien Kamil
Amien Wangsitalaja
Aming Aminoedhin
An. Ismanto
Andhi Setyo Wibowo
Andik Suprihartono
Andri Awan
Anindita S Thayf
Anjrah Lelono Broto
Antologi Sastra Lamongan
Anton Wahyudi
Anugrah Gio Pratama
Anung Wendyartaka
Aprinus Salam
APSAS (Apresiasi Sastra) Indonesia
Arafat Nur
Ari Welianto
Arief Rachman Hakim
Arif Hidayat
Arif Saifudin Yudistira
Arman A.Z.
Arsyad Indradi
Arti Bumi Intaran
Asarpin
Asep Dudinov Ar
Atafras
Awalludin GD Mualif
Ayu Nuzul
Bahrum Rangkuti
Beni Setia
Benni Setiawan
Benny Benke
Berita
Bernando J. Sujibto
Binhad Nurrohmat
Bonardo Maulana Wahono
Bre Redana
Budi Darma
Budiman Hakim
Buku
Bung Hatta
Bustan Basir Maras
Butet Kertaredjasa
Candrakirana
Capres Cawapres 2019
Catatan
Cerpen
Chairil Anwar
CNN Indonesia
Coronavirus
COVID-19
Cunong N. Suraja
D. Zawawi Imron
Dadang Ari Murtono
Dahlan Iskan
Dahlan Kong
Damiri Mahmud
Danarto
Daniel Dhakidae
Deni Jazuli
Denny JA
Denny Mizhar
Dessy Wahyuni
Dewi Satika
Dian R. Basuki
Dian Sukarno
Dian Tri Lestari
Dien Makmur
Din Saja
Dinas Perpustakaan Daerah Lamongan
Diponegoro
Djoko Pitono
Djoko Saryono
Doddi Ahmad Fauji
Doddy Hidayatullah
Dodit Setiawan Santoso
Dody Yan Masfa
Donny Anggoro
Donny Darmawan
Doris Lessing
Dr. Hilma Rosyida Ahmad
Dwi Pranoto
Dyah Ayu Fitriana
Edisi Khusus
Edy A Effendi
Egidius Patnistik
Eka Budianta
Eka Kurniawan
Eko Hendri Saiful
Eko Prasetyo
Eko Tunas
Ekwan Wiratno
el-Ha Abdillah
Enny Arrow
Erdogan
Esai
Esthi Maharani
Estiana Arifin
Evi Melyati
F. Budi Hardiman
F. Rahardi
Fahmi Faqih
Fahri Salam
Faisal Kamandobat
Farah Noersativa
Fatah Anshori
Fatah Yasin Noor
Feby Indirani
Felix K. Nesi
Festival Gugur Gunung
Forum Santri Nasional
Frischa Aswarini
Fuad Mardhatillah UY Tiba
Fuad Nawawi
Galeri Sonobudoyo
Galuh Tulus Utama
Gampang Prawoto
Geger Riyanto
Geguritan
Goenawan Mohammad
Gola Gong
Grathia Pitaloka
Gugun el-Guyanie
Gus Ahmad Syauqi
Gus Dur
Gusti Eka
Habib Syech bin Abdul Qodir Assegaf
Halim HD
Hamdy Salad
Hamid Jabbar
Hamka
Hamzah al-Fansuri
Hari Puisi Indonesia (HPI)
Harris Maulana
Hasan Basri
Hasnan Bachtiar
Herry Fitriadi
Herta Muller
Heru Kurniawan
Hesti Sartika
Hilmi Abedillah
Hudan Hidayat
IAI TABAH
Ibnu Wahyudi
Idrus Efendi
Ignas Kleden
Iis Narahmalia
Imam Jazuli
Imam Nawawi
Imamuddin SA
Iman Budhi Santosa
Imron Tohari
Indra Intisa
Indra Tjahyadi
Indra Tranggono
Inung As
Irfan Afifi
Irwan Kelana
Isbedy Stiawan Z.S.
Iwan Simatupang
Jafar Fakhrurozi
Jajang R Kawentar
Jalaluddin Rakhmat
Jawa dan Islam
JJ. Kusni
Jo Batara Surya
Joni Ariadinata
Jordaidan Rizsyah
Jual Buku Paket Hemat
Jurnalisme Sastra
K.H. Ma'ruf Amin
Kadek Suartaya
Kadjie MM
Kalis Mardiasih
Kanti W. Janis
Karang Taruna Kedungrejo
Katrin Bandel
Kedai Kopi Sastra
Kedung Darma Romansha
Kedungrejo Muncar Banyuwangi
Kemah Budaya Panturan (KBP)
Kembulan
KetemuBuku Jombang
KH. M. Najib Muhammad
KH. Muhammad Amin (1910-1949)
Khairul Mufid Jr
Khawas Auskarni
Ki Ompong Sudarsono
Kitab Arbain Nawawi
Kitab Kelamin
Kompas TV
Komplek Gor Kamantren Paciran Lamongan
Komunitas Buana Kasih
Komunitas Penulis Katolik Deo Gratias
Komunitas Perupa Lamongan (KOSPELA)
Komunitas Sastra dan Teater Lamongan
Komunitas Sastra Ilalang Indonesia (KSII)
Komunitas Selapan Sastra
Kopi Bubuk Mbok Djum
Kostela
KPRI IKMAL Lamongan
Kritik Sastra
Kumpulan Cerita Buntak
Kuswaidi Syafi’ie
L Ridwan Muljosudarmo
L.K. Ara
Lagu
Laksmi Shitaresmi
Lan Fang
Launching Buku
Launching dan Bedah Buku
Lawi Ibung
Linda S Priyatna
Literasi
Liza Wahyuninto
Lona Olavia
Lukisan
Lukman Santoso Az
M. Faizi
M. Lutfi
M. Raudah Jambak
M.D. Atmaja
Maduretna Menali
Mahendra Cipta
Mahmud Jauhari Ali
Mahwi Air Tawar
Maimun Zubair
Maiyah Banyuwangi
Malkan Junaidi
Maman S. Mahayana
Manneke Budiman
Maratushsholihah
Mardi Luhung
Marhalim Zaini
Maria Magdalena Bhoernomo
Mariana Sitohang
Mario Vargas Llosa
Marsel Robot
Mas Garendi
Mashuri
Massayu
Masuki M. Astro
Max Arifin
Media Seputar Indonesia
Mei Anjar Wintolo
Melukis
Membongkar Mitos Kesusastraan Indonesia
Menggalang Dana Amal
MG. Sungatno
Mianto Nugroho Agung
Mien Uno
Miftachur Rozak
Mihar Harahap
Mochtar Lubis
Moh. Husen
Moh. Jauhar al-Hakimi
Moh. Syafari Firdaus
Mohamad Sobary
Mohammad Rokib
Mohammad Wildan
Motinggo Busye
Muafiqul Khalid MD
Muhammad Al-Fayyadl
Muhammad Alfatih Suryadilaga
Muhammad Alimudin
Muhammad Anta Kusuma
Muhammad Marzuki
Muhammad Muhibbuddin
Muhammad N. Hassan
Muhammad Subarkah
Muhammad Yasir
Muhammad Yunus
Muhidin M. Dahlan
Mukhsin Amar
Mulyosari Banyuurip Ujung Pangkah Gresik
Munawir Aziz
Mutia Sukma
N. Syamsuddin CH. Haesy
Naskah Teater
Ndix Endik
Nenden Lilis A
Nezar Patria
Ni Made Purnama Sari
Ninin Damayanti
NKRI
Nur Taufik
Nurel Javissyarqi
Nurul Komariyah
Obrolan
Orasi Budaya Akhir Tahun 2018
Orhan Pamuk
Pagelaran Musim Tandur
Palestina
Palupi Panca Astuti
Pameran Lukisan
Parimono V / 40 Plandi Jombang
Pawon Seni
PDS H.B. Jassin
Pekan Literasi Lamongan
Pelukis Tarmuzie
Pendhapa Art Space
Pendidikan
Penerbit Pelangi Sastra
Pengajian
Pipiet Senja
Politik
Pondok Pesantren Mamba'ul Ma'arif Denanyar Jombang
Pramoedya Ananta Toer
Presiden Jokowi
Proses Kreatif
Puisi
Puisi Menolak Korupsi (PMK)
Pungkit Wijaya
Pusat Studi Budaya Banyuwangi (PSBB)
Pustaka LaBRAK
Putu Fajar Arcana
R Giryadi
R. Ng. Ronggowarsito
Radhar Panca Dahana
Raedu Basha
Rakai Lukman
Rakhmat Nur Hakim
Rani R. Moediarta
Raudal Tanjung Banua
Raudlotul Immaroh
Reiny Dwinanda
Remy Syaldo
Remy Sylado
Rendy Adrikni Sadikin
Resensi
Reuni dan Halal Bihalal Mts Putra-Putri Simo 1991-1992
Ribut Wijoto
Ridwan Munawwar Galuh
Riki Antoni
Riki Dhamparan Putra
Rimbun Natamarga
Rinto Andriono
Robin Al Kautsar
Rodli TL
Rofiqi Hasan
Romel Masykuri Nur Arifin
Ronny Agustinus
Rosi
Rosihan Anwar
Rosmawaty Harahap
Roy Kusuma
Rumah Budaya Pantura (RBP)
Rx King Motor
S. Jai
S.W. Teofani
Sabrank Suparno
Sahaya Santayana
Sainul Hermawan
Sajak
Salman Faris
Sandiaga Uno
Sanggar Lukis Alam
Sanggar Pasir
Sanggar Rumah Ilalang
Sanusi Pane
Sapardi Djoko Damono
Saripuddin Lubis
Sasti Gotama
Saut Situmorang
Saya
Sayyid Muhammad Hadi Assegaf
Sejarah
Sekolah Literasi Gratis (SLG)
SelaSAstra Boenga Ketjil
Seni Gumira Ajidarma
Seni Rupa
Seno Joko Suyono
Setia Budhi
Shiny.ane el’poesya
Shofa As-Syadzili
Sholihul Huda
Shulhan Hadi
Sihar Ramses Simatupang
Siti Aisyatul Adawiyah
Siwi Dwi Saputro
Soediro Satoto
Soeparno S. Adhy
Soesilo Toer
Soetanto Soepiadhy
Sofyan RH. Zaid
Sosiawan Leak
Sri Wintala Achmad
STKIP PGRI Ponorogo
Subagio Sastrowardoyo
Suminto A. Sayuti
Sunardian Wirodono
Sunlie Thomas Alexander
Sunoto
Sunu Wasono
Sunudyantoro
Suryanto Sastroatmodjo
Susianna
Sutan Iwan Soekri Munaf
Sutardji Calzoum Bachri
Sutejo
Syahrudin Attar
Syaifuddin Gani
Syaikh Prof. Dr. dr. Yusri Abdul Jabbar al-Hasani Asyadzili
Syaikh Yusri al-Hasani Al Azhari
Taman Ismail Marzuki
Taufiq Wr. Hidayat
Teater Ilat
Teguh Afandi
Temu Penyair Timur Jawa
Tengsoe Tjahjono
Tere Liye
Toko Buku PUstaka puJAngga Lamongan
Tri Wahono
TS Pinang
Tsani Fanie
Tulus S
Udo Z. Karzi
Umar Kayam
Umbu Landu Paranggi
Umi Kulsum
Universitas Jember
Untung Wahyudi
Uwell's King Shop
Uwell's Setiawan
Virdika Rizky Utama
W.S. Rendra
Wage Daksinarga
Wahyu Aji
Wawan Eko Yulianto
Wawancara
Wayan Sunarta
Widie Nurmahmudy
Yanuar Widodo
Yanusa Nugroho
Yerusalem
Yetti A. KA
Yohanes Padmo Adi Nugroho
Yohanes Sehandi
Yoks Kalachakra
Yonathan Rahardjo
Yuditeha
Yusri Fajar
Yuval Noah Harari
Zainal Arifin Thoha
Zehan Zareez
Zuhdi Swt
Zulfikar Akbar
Tidak ada komentar:
Posting Komentar