Rabu, 30 Desember 2020

SENANDUNG CINTA DARI BU WINA

Atafras *


Sebut saja aku Aira, siswa kelas sembilan di sebuah SMP Negeri yang cukup membanggakan. Kalau kata emakku, aku sudah kelas tiga SMP. Sudah gadis perawan. Tubuhku yang bongsor menambah kekhawatiran emak pada pergaulan dan penampilanku sehari-hari.
 
Meski aku bukan anak orang kaya, tapi sangat bersyukur bisa sekolah di SMP negeri tervaforit di kotaku. Coba tebak, apa sebabnya? Ya, karena bapakku tukang kebun di sekolah tersebut.
 
“Pak Bon…” begitu teman-temanku biasa memanggilnya. Kata bapak yang usianya di atas lima puluh tahunan, merasa bangga menjadi tukang kebun di SMP ini. Pengabdiannya telah puluhan tahun tak dipandang sebelah mata oleh bapak kepala sekolah dan bapak-ibu guru yang mengajar.
***
 
Pernikahan emak dan bapak dikaruniai empat orang anak. Mas Alif, Mbak Tisna, Mas Hanif dan aku, Hasnia Khumaira. Empat huruf terakhir pada namaku itulah yang dijadikan nama panggilan untukku. Aira.
 
Ketiga kakakku, semuanya lulus dari SMP ku ini, Tapi sayangnya, Mas Alif dan Mbak Tisna tidak bisa melanjutkan ke SMA, lantaran terbentur biaya. Nasib beruntung bagi Mas Hanif, ia dibiayai Bu Wina, seorang guru Bahasa Indonesia, yang saat Mas Hanif kelas tiga SMP beliau datang sebagai guru baru.
 
Menurut cerita bapak, Bu Wina tertarik membiayai pendidikan Mas Hanifkarena beberapa hal. Pertama, bapakku adalah orang pertama yang dikenal Bu Wina saat beliau datang pertama kali di sekolah ini. Maklum, Bu Wina orang Surabaya, jadi beliau merasa sebagai perantauan sangat terpaksa harus tinggal di kota ini, menjalani tugasnya sebagai guru di SMP ku sejak beberapa tahun lalu.
 
Kedua, Bu Wina terenyuh mengetahui Mas Hanif rajin sholat jamaah di masjid yang letaknya satu kapling dengan rumah pak lurah, tempat Bu Wina tinggal atau kost. Ketiga, sebab belum dikaruniai putra sampai di usia pernikahannya yang ke tujuh tahun. Jadi, beliau anggap Mas Hanif sebagai anaknya. Bu Wina pernah bilang kepada emakku, kalau sangat menginginkan mempunyai anak pertama laki-laki.
 
Yang keempat, Mas Hanif adalah anak “Pak Bon” yang menurut pengakuan bapak, Bu Wina dulu pernah meminta kost atau tinggal di rumah kami, karena di kota ini beliau tidak memiliki famili. Tapi bapak minder, akhirnya Bu Wina diantarkan oleh bapak ke rumah pak lurah yang sekaligus ketua komite sekolah, dan singkat cerita, Bu Wina pun tinggal di sana.
 
Alasan kelima, Mas Hanif ketua OSIS di SMP. Pada waktu itu, aku masih kelas satu Sekolah Dasar, belum tahulah apa itu OSIS, tentu berbeda dengan sekarang, aku sekretaris OSIS-nya.
 
Kini, Mas Hanif sudah lulus kuliah dan menjadi guru pula. Ia ditugaskan di Belitung, di SMK Negeri 1 Dendang. Sungguh beruntung Mas Hanif, telah dijadikan anak asuh Bu Wina.  Dan beruntung pula aku, karena Mas Hanif berjanjakan membiayai sekolahku hingga lulus kuliah.
 
Hem… terasa begitu indahnya dunia sekolah bagiku. Apalagi Bu Wina, guru idolaku sekarang menjadi wali kelasku di kelas sembilan. “Yes!” begitu pekik hatiku, saat bapak wakil kepala sekolah membacakan nama-nama guru yang ditunjuk jadi wali kelas, selesai kegiatan upacara hari Senin di awal tahun ajaran baru.
 
Sejak kecil, aku sudah dekat dengan Bu Wina. Karena Mas Hanif kalau ke masjid sering mengajakku, dan sewaktu senggang setelah jamaah Isya, kami sering mengaji bersama. Tak jarang pula aku dan Mas Hanif diajak serta, jika Bu Wina kembali ke kampung halamannya. Siapa sih yang tak suka diajak jalan-jalan? Apalagi untuk anak seusiaku waktu itu, enam setengah tahun, kelas 1 Sekolah Dasar.
 
Hem… aku dan Mas Hanif memperoleh pengalaman yang luar biasa. Suami Bu Wina pun sayang pada kami berdua, beliau menganggapku dan Mas Hanif seperti anak sendiri. Kami berdua sering diberinya hadiah, dibelikan benda-benda yang sebetulnya kami sudah punya walaupun cukup sederhana, misalkan tas sekolah, sepatu, baju, bahkan sandal untuk dipakai sehari-hari. Tentu saja barang-barang yang dibelikan Bu Wina lebih bagus kualitasnya. Itu pula yang membuat aku dan Mas Hanif semakin segan kepadanya.
 
Meski demikian, aku dan Mas Hanif tak pernah merasa membusungkan dada. Karena apa yang telah diberikan Bu Wina, kasih sayang yang sudah dicurahkan kepada kami, tak membuat lupa diri, tinggi hati. Kami sadar apa pun yang telah kami terima semata-mata rizki dari Allah yang diberikan-Nya melalui jemari tangan Bu Wina, jadi kami berdua harus pandai mensyukurinya.
 
Tanpa sengaja, aku pernah baca buku harian Mas Hanif,  ketika dia masih kuliah. Di sana kujumpai kalimat-kalimat yang menyatakan, bahwa dirinya pun merasa bersyukur bahagia atas semua karunia yang diterimanya. Terutama karunia bisa melanjutkan sekolah untuk mencapai cita-cita atas pertolongan Bu Wina. Di buku hariannya itu, dituliskan ungkapan isi hatinya;
 
“Ya Allah, ternyata Bu Wina tak sekaya yang kukira. Rumahnya di Surabaya sangat sederhana. Jauh dari bayangan hamba semula. Limpahkanlah rezeki yang berkah untuk keluarga Bu Wina. Karena hanya doa ini yang bisa hamba persembahkan, sebagai balas budi kepadanya. Aamiin...
 
Tiba-tiba ada rasa haru bergelayut, dan doa yang sama juga kuucapkan dalam dada. Tak terasa, telah tiga bulan Mas Hanif berada di Belitung, aku jadi rindu kepadanya.
***
 
Hari-hari sekolah kujalani seperti biasa. Biaya sekolahku tak pernah terlambat dikirimkan Mas Hanif setiap bulannya. Apa pun kebutuhanku yang berhubungan dengan sekolah, bisa terpenuhi atas uang yang dikirimkan Mas Hanif. Tentu saja, kami sekeluarga sangat mensyukurinya.
 
Sementara itu, aku pun semakin dekat dengan Bu Wina, karena selain menjadi wali kelasku, juga pembina ekstra tari di sekolah. Aku sengaja mengikuti ekstra tari, supaya bisa terus dekat dengan Bu Wina. Selain juga ingin pandai menari tentunya, dan syukur-syukur bisa menjadi duta sekolah di bidang seni tari. Dan itu, sudah tiga kali kualami, saat aku dengan kelima orang temanku diikutkan Bu Wina dalam lomba tari se-kabupaten. Meski waktu itu, kami hanya mendapatkan juara tiga, tapi cukup puas, karena mendapatkan pengalaman yang luar biasa.
 
Dalam kegiatan OSIS dan Kepramukaan, Bu Wina tak pernah ketinggalan. Nama beliau selalu ada dalam deretan daftar panitia atau pun pembina. Tentu saja, aku turut senang membacanya. Karena itu berarti bisa berlama-lama bersama Bu Wina. Hem, rupanya, aku sudah betul-betul menemukan sosok idola, seorang ibu guru yang kucinta, Bu Wina.
***
 
Hingga suatu ketika di hari Senin, saat bel masuk setelah jam istirahat berteriak lantang menandakan pelajaran akan dimulai kembali. Aku pun segera masuk kelas dan duduk di bangkuku dengan sukacita, karena Bu Wina akan mengajar di kelasku.
 
Yatin teman sebangkuku berkata; “Eh, Ra, sudah tahu belum, kalau Bu Wina sakit?”
Kontan aku pun merespon kaget“Kata siapa, Tin?”
“Tadi aku dengar di ruang guru, Pak Iyan dan Bu Fitri membicarakan Bu Wina yang sedang  sakit, aku dengar opname-opname gitu…”
 
Belum sempat aku kuasai rasa kagetku, Pak Han masuk ke kelas kami dan mengucap salam.
“Anak-anak, hari ini Bu Wina tidak bisa mengajar di kelas kalian, karena beliau sakit. Sebagai tugas untuk kalian, coba kalian kerjakan LKS halaman dua puluh tiga ini ya, nanti kalau sudah selesai, kumpulkan di meja Bu Wina. Pak Han pun mengucap salam dan meninggalkan kelas bersamaan datangnya rasa kecewaku.
 
“Yaaa… kok Bu Wina sakit sih? Jadi gak bisa dengar suaranya nih…”  gerutuku dalam gumaman kecil.
 
Jujur kuakui, kedatangan Bu Wina di kelas selalu kuharapkan. Gaya mengajarnya yang unik, kadang diselingi cerita-cerita humor atau cerita-cerita motivasi, bahkan diselingi lagu-lagu hasil karya beliau sendiri, juga diajaknya kami bernyanyi bersama untuk lagu-lagu umum yang kami bisa, membuatku sangat enjoy dan menikmati suasana belajar di kelas. Kalau ada materi sulit yang tak kami mengerti dan bertanya, beliau memberikan penjelasan yang runut serta mudah dicerna. Kami pun jadi tidak takut untuk bertanya maupun berpendapat.
 
Hari itu hari ke enam Bu Wina masih sakit. Saat aku menanyakan kepada Bu Fitri, bu guru Bahasa Inggris kami. Kata beliau, Bu Wina kondisinya masih koma. Bapak-ibu guru serta karyawan sekolah termasuk bapakku, kemarin bersama-sama menjenguk di Rumah Sakit Ibnu Sina. Bahkan kata bapak, dokter hendak merujuk Bu Wina ke Rumah Sakit Umum Dr. Soetomo Surabaya, bila sampai hari ke tujuh belum sadar juga. Begitu yang diceritakan suami Bu Wina, saat menemui rombongan penjenguk dari SMP ku.
 
Entahlah, mengapa aku merasa sangat kehilangan Bu Wina. Apakah aku terlalu sayang kepada beliau? Ataukah hanya hampir sepekan ini tak kujumpai beliau canda? Ah…aku tak mengerti. Yang jelas aku rindu sekali. Aku rindu petuah-petuahnya, aku rindu tutur humornya. Aku rindu menari bersamanya di dalam kegiatan ekstra kurikuler di sekolah seperti biasanya.
 
“Bu Wina… cepat sembuh ya…” Bisikku dalam doa.
***
 
Senin pagi. Bekas-bekas hujan semalam masih tampak di lapangan upacara sekolah, tempatku mencari ilmu. Hujan pertama pertanda pergantian musim. Seperti biasa, di sekolahku selalu dilaksanakan kegiatan upacara bendera. Kebetulan, aku ditunjuk menjadi petugas upacara sebagai pengibar bendera.
 
Sebetulnya ada rasa bangga, tapi terselip rasa duka, karena Bu Wina tak ada di sana.  Beliau masih sakit, dan telah tiga pekan ini tak kujumpa, sehingga tak bisa melihatku melaksanakan tugas dengan baik. Diam-diam rasa rindu mencuat kembali. Rasa rindu menggenggam hati di tengah angin sepoi semilir sejuk dalam mendung pagi itu, yang mengawali musim penghujan, setelah sekian lama bumi diterpa kemarau panjang.
 
“Upacara telah selesai dilaksanakan, pasukan diistirahatkan.” Suara petugapembaca susunan acara yang berdiri di sebelahku terdengar bingar.
“Untuk perhatian! Istirahat di tempat… grak!” Komando pemimpin upacara bersuara lantang.
 
Pak Didin, bapak wakil kepala sekolah berjalan menuju mimbar pembina upacara, dan terlihat rona muka beliau memancarkan wajah duka yang mendalam. Suasana di lapangan upacara terasa hening.
 
Sebelum Pak Didin mengucap salam pembuka, di dadaku terasa ada debaran, hatiku bergetar. Gemerisik angin di lapangan upacara seakan menusuk pori-poriku pagi itu. Entahlah, hendak mendengar berita apakah aku, kami semua, siswa-siswi di SMP ini.
 
“Assalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh…” Suara salam Pak Didin yang segera kami jawab dengan kompak. Suasana kembali hening sejenak.
 
“Anak-anak, ada satu hal penting yang harus saya sampaikan. Baru saja Bapak Kepala Sekolah kita menerima telepon dari keluarga Bu Wina di Surabaya, yang mengabarkan bahwa ibu guru kita, Ibu Atwina Zahrotin Nisa telah berpulang kembali ke rahmatullah, Innalillahi wa inna ilaihi roji’un. Marilah kita doakan, agar amal ibadah beliau diterima oleh Allah SWT...
 
Entah kalimat apa lagi yang disampaikan Pak Didin setelah itu. Aku sudah tak mampu mendengarnya. Tiba-tiba, kepalaku terasa sangat berat, pandanganku kabur, dan tubuhku bergetar hebat. Aku tak tahu apa yang terjadi selanjutnya, karena yang kurasa hanya seluruh alam sekitarku menjadi gelap seketika. Aku pingsan di lapangan, dengan masih mengenakan pakaian petugas upacaraku.
 
Dalam alam tak sadarku terngiang di hati, otak dan telingakusebuah lagu yang pernah dinyanyikan BWina di kelasku beberapa pekan lalu. Lagu yang dijadikan contoh materi pelajaran musikalisasi puisi di semester gasal. Lagu itu, beliau beri judul “HILANG BUNGAKU”:
 
Hilang sudah bungaku
Saat tiba musim berganti
Kukenang selalu harummu
Kan terbayang indah wajahmu
 
Selalu kan kutunggu
Musim berganti kan mekar lagi
Pagi yang ceria
Bahagia selalu karna bungaku.
 
***
 
Lamongan, Jawa Timur.
 

*) Atafras, nama pena dari Atrik Trisnowati Anisa Fitri Rasyida, lahir di Surabaya 17 Oktober 1975. Seorang penyanyi, pemain drama, penari juga guru tari, dan senamPelatih Jodipati dan Pramuka Andalan Kwarcab, ASN guru di SMPN 1 Sekaran Lamonganatas prestasinya sebagai MAWAPRES, penerima beasiswa TID, lulusan terbaik UNESA tahun 1999. Telah mencipta Mars 18-21, dan memperoleh penghargaan dari Dinas Pendidikan Kabupaten. Disusul Mars Adiwiyata, Mars SMP Sekaran, Mars FP2L, dan beberapa nada pop. Banyak kejuaraan bidang akademik, kesenian, kepenulisan, esai, cerpen, puisi. Telah menulis 13 buku kumpulan cerpen, 3 buku kumpulan puisi, beberapa antologi penulis Nusantara. Kumpulan cerpennya; Setangkup Haru, Generasi Robbani, Seiring Senyum Sang Fajar, Di Ambang Kemuning, Meretas Batas, dll. Buku puisinya; Dendang Mentari, Di Kaisan Ilalang, Kisah Sohib. Juara lomba puisi di FLP (2018), Juara 2 Tulis Puisi Diaspora Muda (2019), dan Juara 1 Tulis Puisi Jarak Al-qolam (2020). Saat ini aktif belajar bersama di PERRUAS yang dibimbing Asrizal Nur. No kontak: 085334399471, e-mail: atafras@gmail.com  http://sastra-indonesia.com/2020/12/senandung-cinta-dari-bu-wina/

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

A Anzieb A. Khoirul Anam A. Muhaimin Iskandar A. Mustofa Bisri A. Qorib Hidayatullah A. Rodhi Murtadho A.H. J Khuzaini A.S Laksana Aa Sudirman Abdul Kirno Tanda Abdurrahman Wahid Acep Iwan Saidi Achiar M Permana Addi Mawahibun Idhom Adhi Pandoyo Adi W. Gunawan Afrion Afriza Hanifa Afrizal Malna Agama Para Bajingan Aguk Irawan MN Agung Poku Agus Buchori Agus Mulyadi Agus Noor Agus R. Sarjono Agus R. Subagyo Agus Setiawan Agus Sulton Agus Sunyoto Agus Wahyudi Agusri Junaidi AH J Khuzaini Ahmad Baso Ahmad Dahri Ahmad Farid Yahya Ahmad Muchlish Amrin Ahmad Munjin Ahmad Naufel Ahmad Rifa’i Rif’an Ahmad Syauqi Sumbawi Ahmad Tohari Ahmad Yulden Erwin Ahmad Zaini Ahmadul Faqih Mahfudz Ahmadun Yosi Herfanda Akhlis Purnomo Akhmad Sekhu Akhmad Taufiq Akhudiat Albert Camus Alfathri Adlin Alfian Dippahatang Ali Audah Alim Bakhtiar Alimuddin Amelia Rachman Amie Williams Amien Kamil Amien Wangsitalaja Aming Aminoedhin An. Ismanto Andhi Setyo Wibowo Andik Suprihartono Andri Awan Anindita S Thayf Anjrah Lelono Broto Antologi Sastra Lamongan Anton Wahyudi Anugrah Gio Pratama Anung Wendyartaka Aprinus Salam APSAS (Apresiasi Sastra) Indonesia Arafat Nur Ari Welianto Arief Rachman Hakim Arif Hidayat Arif Saifudin Yudistira Arman A.Z. Arsyad Indradi Arti Bumi Intaran Asarpin Asep Dudinov Ar Atafras Awalludin GD Mualif Ayu Nuzul Bahrum Rangkuti Beni Setia Benni Setiawan Benny Benke Berita Bernando J. Sujibto Binhad Nurrohmat Bonardo Maulana Wahono Bre Redana Budi Darma Budiman Hakim Buku Bung Hatta Bustan Basir Maras Butet Kertaredjasa Candrakirana Capres Cawapres 2019 Catatan Cerpen Chairil Anwar CNN Indonesia Coronavirus COVID-19 Cunong N. Suraja D. Zawawi Imron Dadang Ari Murtono Dahlan Iskan Dahlan Kong Damiri Mahmud Danarto Daniel Dhakidae Deni Jazuli Denny JA Denny Mizhar Dessy Wahyuni Dewi Satika Dian R. Basuki Dian Sukarno Dian Tri Lestari Dien Makmur Din Saja Dinas Perpustakaan Daerah Lamongan Diponegoro Djoko Pitono Djoko Saryono Doddi Ahmad Fauji Doddy Hidayatullah Dodit Setiawan Santoso Dody Yan Masfa Donny Anggoro Donny Darmawan Doris Lessing Dr. Hilma Rosyida Ahmad Dwi Pranoto Dyah Ayu Fitriana Edisi Khusus Edy A Effendi Egidius Patnistik Eka Budianta Eka Kurniawan Eko Hendri Saiful Eko Prasetyo Eko Tunas Ekwan Wiratno el-Ha Abdillah Enny Arrow Erdogan Esai Esthi Maharani Estiana Arifin Evi Melyati F. Budi Hardiman F. Rahardi Fahmi Faqih Fahri Salam Faisal Kamandobat Farah Noersativa Fatah Anshori Fatah Yasin Noor Feby Indirani Felix K. Nesi Festival Gugur Gunung Forum Santri Nasional Frischa Aswarini Fuad Mardhatillah UY Tiba Fuad Nawawi Galeri Sonobudoyo Galuh Tulus Utama Gampang Prawoto Geger Riyanto Geguritan Goenawan Mohammad Gola Gong Grathia Pitaloka Gugun el-Guyanie Gus Ahmad Syauqi Gus Dur Gusti Eka Habib Syech bin Abdul Qodir Assegaf Halim HD Hamdy Salad Hamid Jabbar Hamka Hamzah al-Fansuri Hari Puisi Indonesia (HPI) Harris Maulana Hasan Basri Hasnan Bachtiar Herry Fitriadi Herta Muller Heru Kurniawan Hesti Sartika Hilmi Abedillah Hudan Hidayat IAI TABAH Ibnu Wahyudi Idrus Efendi Ignas Kleden Iis Narahmalia Imam Jazuli Imam Nawawi Imamuddin SA Iman Budhi Santosa Imron Tohari Indra Intisa Indra Tjahyadi Indra Tranggono Inung As Irfan Afifi Irwan Kelana Isbedy Stiawan Z.S. Iwan Simatupang Jafar Fakhrurozi Jajang R Kawentar Jalaluddin Rakhmat Jawa dan Islam JJ. Kusni Jo Batara Surya Joni Ariadinata Jordaidan Rizsyah Jual Buku Paket Hemat Jurnalisme Sastra K.H. Ma'ruf Amin Kadek Suartaya Kadjie MM Kalis Mardiasih Kanti W. Janis Karang Taruna Kedungrejo Katrin Bandel Kedai Kopi Sastra Kedung Darma Romansha Kedungrejo Muncar Banyuwangi Kemah Budaya Panturan (KBP) Kembulan KetemuBuku Jombang KH. M. Najib Muhammad KH. Muhammad Amin (1910-1949) Khairul Mufid Jr Khawas Auskarni Ki Ompong Sudarsono Kitab Arbain Nawawi Kitab Kelamin Kompas TV Komplek Gor Kamantren Paciran Lamongan Komunitas Buana Kasih Komunitas Penulis Katolik Deo Gratias Komunitas Perupa Lamongan (KOSPELA) Komunitas Sastra dan Teater Lamongan Komunitas Sastra Ilalang Indonesia (KSII) Komunitas Selapan Sastra Kopi Bubuk Mbok Djum Kostela KPRI IKMAL Lamongan Kritik Sastra Kumpulan Cerita Buntak Kuswaidi Syafi’ie L Ridwan Muljosudarmo L.K. Ara Lagu Laksmi Shitaresmi Lan Fang Launching Buku Launching dan Bedah Buku Lawi Ibung Linda S Priyatna Literasi Liza Wahyuninto Lona Olavia Lukisan Lukman Santoso Az M. Faizi M. Lutfi M. Raudah Jambak M.D. Atmaja Maduretna Menali Mahendra Cipta Mahmud Jauhari Ali Mahwi Air Tawar Maimun Zubair Maiyah Banyuwangi Malkan Junaidi Maman S. Mahayana Manneke Budiman Maratushsholihah Mardi Luhung Marhalim Zaini Maria Magdalena Bhoernomo Mariana Sitohang Mario Vargas Llosa Marsel Robot Mas Garendi Mashuri Massayu Masuki M. Astro Max Arifin Media Seputar Indonesia Mei Anjar Wintolo Melukis Membongkar Mitos Kesusastraan Indonesia Menggalang Dana Amal MG. Sungatno Mianto Nugroho Agung Mien Uno Miftachur Rozak Mihar Harahap Mochtar Lubis Moh. Husen Moh. Jauhar al-Hakimi Moh. Syafari Firdaus Mohamad Sobary Mohammad Rokib Mohammad Wildan Motinggo Busye Muafiqul Khalid MD Muhammad Al-Fayyadl Muhammad Alfatih Suryadilaga Muhammad Alimudin Muhammad Anta Kusuma Muhammad Marzuki Muhammad Muhibbuddin Muhammad N. Hassan Muhammad Subarkah Muhammad Yasir Muhammad Yunus Muhidin M. Dahlan Mukhsin Amar Mulyosari Banyuurip Ujung Pangkah Gresik Munawir Aziz Mutia Sukma N. Syamsuddin CH. Haesy Naskah Teater Ndix Endik Nenden Lilis A Nezar Patria Ni Made Purnama Sari Ninin Damayanti NKRI Nur Taufik Nurel Javissyarqi Nurul Komariyah Obrolan Orasi Budaya Akhir Tahun 2018 Orhan Pamuk Pagelaran Musim Tandur Palestina Palupi Panca Astuti Pameran Lukisan Parimono V / 40 Plandi Jombang Pawon Seni PDS H.B. Jassin Pekan Literasi Lamongan Pelukis Tarmuzie Pendhapa Art Space Pendidikan Penerbit Pelangi Sastra Pengajian Pipiet Senja Politik Pondok Pesantren Mamba'ul Ma'arif Denanyar Jombang Pramoedya Ananta Toer Presiden Jokowi Proses Kreatif Puisi Puisi Menolak Korupsi (PMK) Pungkit Wijaya Pusat Studi Budaya Banyuwangi (PSBB) Pustaka LaBRAK Putu Fajar Arcana R Giryadi R. Ng. Ronggowarsito Radhar Panca Dahana Raedu Basha Rakai Lukman Rakhmat Nur Hakim Rani R. Moediarta Raudal Tanjung Banua Raudlotul Immaroh Reiny Dwinanda Remy Syaldo Remy Sylado Rendy Adrikni Sadikin Resensi Reuni dan Halal Bihalal Mts Putra-Putri Simo 1991-1992 Ribut Wijoto Ridwan Munawwar Galuh Riki Antoni Riki Dhamparan Putra Rimbun Natamarga Rinto Andriono Robin Al Kautsar Rodli TL Rofiqi Hasan Romel Masykuri Nur Arifin Ronny Agustinus Rosi Rosihan Anwar Rosmawaty Harahap Roy Kusuma Rumah Budaya Pantura (RBP) Rx King Motor S. Jai S.W. Teofani Sabrank Suparno Sahaya Santayana Sainul Hermawan Sajak Salman Faris Sandiaga Uno Sanggar Lukis Alam Sanggar Pasir Sanggar Rumah Ilalang Sanusi Pane Sapardi Djoko Damono Saripuddin Lubis Sasti Gotama Saut Situmorang Saya Sayyid Muhammad Hadi Assegaf Sejarah Sekolah Literasi Gratis (SLG) SelaSAstra Boenga Ketjil Seni Gumira Ajidarma Seni Rupa Seno Joko Suyono Setia Budhi Shiny.ane el’poesya Shofa As-Syadzili Sholihul Huda Shulhan Hadi Sihar Ramses Simatupang Siti Aisyatul Adawiyah Siwi Dwi Saputro Soediro Satoto Soeparno S. Adhy Soesilo Toer Soetanto Soepiadhy Sofyan RH. Zaid Sosiawan Leak Sri Wintala Achmad STKIP PGRI Ponorogo Subagio Sastrowardoyo Suminto A. Sayuti Sunardian Wirodono Sunlie Thomas Alexander Sunoto Sunu Wasono Sunudyantoro Suryanto Sastroatmodjo Susianna Sutan Iwan Soekri Munaf Sutardji Calzoum Bachri Sutejo Syahrudin Attar Syaifuddin Gani Syaikh Prof. Dr. dr. Yusri Abdul Jabbar al-Hasani Asyadzili Syaikh Yusri al-Hasani Al Azhari Taman Ismail Marzuki Taufiq Wr. Hidayat Teater Ilat Teguh Afandi Temu Penyair Timur Jawa Tengsoe Tjahjono Tere Liye Toko Buku PUstaka puJAngga Lamongan Tri Wahono TS Pinang Tsani Fanie Tulus S Udo Z. Karzi Umar Kayam Umbu Landu Paranggi Umi Kulsum Universitas Jember Untung Wahyudi Uwell's King Shop Uwell's Setiawan Virdika Rizky Utama W.S. Rendra Wage Daksinarga Wahyu Aji Wawan Eko Yulianto Wawancara Wayan Sunarta Widie Nurmahmudy Yanuar Widodo Yanusa Nugroho Yerusalem Yetti A. KA Yohanes Padmo Adi Nugroho Yohanes Sehandi Yoks Kalachakra Yonathan Rahardjo Yuditeha Yusri Fajar Yuval Noah Harari Zainal Arifin Thoha Zehan Zareez Zuhdi Swt Zulfikar Akbar