Sabtu, 30 Januari 2021

Bila Umar Kayam Mengajak Dialog

Judul: Dialog
Penulis: Umar Kayam
Penyunting: Mikael Johani
Penerbit: Metafor Publishing
Tahun: 2005 Jakarta
Tebal: xv + 325 halaman
Peresensi: Rimbun Natamarga
ruangbaca.com
 
Saya tak pernah yakin bisa meresensi kumpulan tulisan-tulisan Umar Kayam ini dengan baik. Meski diniatkan oleh penyuntingnya–Mikael Johani–sebagai kumpulan dari tulisan-tulisan Umar Kayam yang “non-spesialis,” tetap saja bagi saya, apa yang diangkatnya itu mengandung makna yang belum tentu bisa dimamah-baik oleh saya sebagai pembaca awam.
 
Apa yang saya tangkap adalah bahwa persoalan se-sepele apa pun, bagi Umar Kayam, mesti memiliki penjelasan. Dan se-sederhana apa pun penjelasan itu, tetap saja ada referensi baginya. Dalam berbagai persoalan yang diangkatnya ada dialog yang tak putus-putus, seakan makna azali tak pernah final. Maka, pantas saja, menurut saya pribadi, kumpulan tulisan-tulisannya diberi judul DIALOG, entah oleh penyunting entah oleh penerbit, karena yang ditawarkan Umar Kayam adalah dialog bagi kita, si pembaca, atas persoalan-persoalan yang ada.
 
Saya mengenal Umar Kayam lewat “Sri Sumarah” dan “Bawuk,” kedua cerpennya yang terkenal itu. Meningkat ke PARA PRIYAYI, lalu cerpen-cerpennya yang lain, dan lebih akrab lagi dengan “tetralogi”-nya, MANGAN ORA MANGAN KUMPUL. Terakhir yang saya lihat adalah kumpulan kolomnya di TEMPO; TITIPAN UMAR KAYAM. Apa yang saya dapatkan–ia melihat hidup bukan melulu pada apa yang “berat” dan “dalam.” Yang besar dan serius. Hidup itu luas dan beragam, dan ternyata lebih bewarna, tak seperti saya yang sering lupa bahwa hidup bukan sekedar dari kasur ke kakus, dari meja makan terus ke kasur lagi.
 
Ketika taksi-taksi Jakarta dipasangi AC pada tahun 1989 (lihat “Taksi AC Jakarta”), yang ia lihat bukan ada-tidaknya kemewahan sebagai suatu contoh status dari sebuah kota besar, tapi malah apa dan siapa sopir. Ketika, katakanlah sopir-sopir taksi sebagai, manusia dihadapkan pada perkembangan baru yang tak pernah dialami sebelumnya, yakni adanya AC dalam taksi, di sanalah bakal ada “goncangan” yang ternyata menarik juga untuk diamati dan celakanya sering luput dari pengamatan saya selama ini. Adakah sopir-sopir itu merasa nyaman dengan AC yang dingin sejuk? Bagaimana dengan yang perokok berat? Lantas, penumpang–adakah menerimanya?
 
Umar Kayam tak memberi jawab, tapi ia membuka dialog dengan saya, sebagai seorang pembaca, untuk tak melulu melihat kenyamanan sebagai hasil satu-satunya dari kemajuan. Banyak sudut pandang lain untuk melihat, ternyata. Dan itu saya sadari bukan sebagai jawaban langsung dari pertanyaan Umar Kayam, tapi hasil dialog dari “bola” yang diumpankannya. Ini pun bukan bermaksud melebih-lebihkannya–tapi coba lihat contoh lain: “Jam Karet”, misalnya.
 
Bagi saya, sudah jamak bahwa jam karet adalah suatu kebiasaan yang menjengkelkan dan saya berjanji untuk tak melakukannya meski kadang juga. Sebagai seorang yang menerima modernisasi, jam karet bagi saya adalah bencana. Jam karet adalah kebiasaan manusia-manusia sialan yang, sayangnya, sering saya jumpai di sekitar. Tapi apa kata Umar Kayam tentang jam karet?
 
Menurutnya (hal. 16), waktu memang dapat kita perlakukan baik secara MULUR MUNGKRET (baca: NGARET) atau tegar tepat. Masing-masing tentulah menurut konteks peristiwa serta kepentingannya. Ada waktunya memang membutuhkan bahkan menuntut untuk kita perlakukan secara karet, secara luwes. Ada pula waktunya sang waktu memang mengharuskan kita untuk memperlakukannya secara tegar tepat. Agaknya keduanya memang bagian dari kehidupan wajar manusia.
 
Coba bayangkan, bagaimana ia menerima bahkan memaafkan jam karet. Saya jelas tak habis pikir tentang pendapatnya itu. Tapi, ia pun menjelaskan, bahkan menyadarkan saya lewat dialog yang dilontarkannya, bahwa meski kita menerima konsep waktu industri, adalah kenyataan di depan mata bila belum sepenuhnya masyarakat kita sudah menerimanya jangankan mempraktekkannya. Konsep waktu agraris tradisional begitu lekat-mengakar dalam masyarakat kita, dan keadaan sekarang: kita masih dalam peralihan untuk meninggalkannya.
 
Karena itu, apa yang saya tafsirkan darinya adalah, jangan memaksa apa yang belum pada tempatnya. Perlakukanlah menurut konteks peristiwa dan kepentingannya. Sebab, toh, kenyataan yang ada di tengah kita menunjukkan kebelumsiapan itu. Termasuk ucapan kita, “Saya baru bangun tidur sore ini,” yang semestinya “Saya baru bangun pukul 16.33 ini…”.
 
Masih ada 36 tulisan Umar Kayam lainnya dalam buku ini. Dan semuanya, berupa seperti itu. Ia melontarkan dialog, bukan sekedar pertanyaan yang tak bisa kita jawab. Beberapa, misalnya, menyoroti pendidikan anak-anak (seperti dalam “Dunia Sekolah & Dunia Rumah”) dan pendidikan tinggi (“Siap Pakai dan Terampil”). Beberapa lain tentang dunia pertunjukan pada kurun 1970-an sampai 1980-an (misalnya dalam “Wayang Orang Sriwedari” dan “Film Indonesia: Menjadi Tuan Rumah di Negeri Sendiri”). Yang agak lebih lain lagi dua tulisan tentang perjalanannya naik haji (lihat “Naik Haji” dan “Setahun Yang Lalu di Padang Arafah”).
 
Beberapa tulisan, menariknya, meminjam tokoh-tokoh untuk berdialog dengan kita. Misalnya Sardono W. Kusumo (dalam “Ketemu Sardono”). Dalam kegiatannya melihat-lihat berbagai pementasan di Eropa, Sardono mengaku tak banyak yang dilihatnya. Dari hari ke hari. Kasarnya: yang itu-itu juga… Pantas saja, bila apa yang dipertunjukkan Sardono di sana mendapat perhatian lebih dari masyarakat Eropa–yang melulu disuguhi yang serba analitis-rapi-teknis-teknologis-intelektualis-serebral-filosofis. Yang dibawa Sardono adalah polos dan langsung datang dari kehidupan.
 
Lantas, apa artinya? Agaknya, menurut saya, Umar Kayam ingin menunjukkan kepada kita bahwa rutinisasi memberi peluang banyak bagi kemampatan, kejenuhan hidup berikut iramanya. Ketika tenggelam dan larut dalam proses rutinisasi, maka jangan berharap akan lahir kembali daya dan karya setingkat BELENGGU Armijn Pane di Indonesia ini (lihat “Yang Saya Kenang dari Armijn Pane”), jangan berharap lahirnya puisi-puisi memukau Rendra atau setidaknya orang “sekaliber” Utuy Tatang Sontani (lihat juga “Heeeee! Namaku Aswar”).
 
Namun pada akhirnya, semua ini semata-mata hasil dialog saya, yang tentu saja dapat berbeda dengan hasil dialog pembaca-pembaca lain. Lagipula, tak semuanya dapat saya ikuti dialog yang dilontarkannya–seperti yang berjudul “Merenungkan Kemenangan Indira Gandhi.” Pada beberapa tempat, terdapat subjek-subjek yang terkesan masih terlalu “spesialis” bagi seorang pembaca awam seperti saya. Ataukah memang itu kembali pada siapa pembacanya? Entahlah. Yang jelas, tidak terlalu buruk juga bagi saya untuk mengakui satu hal lain: saya tak tahu apa yang mesti saya kritik dari tulisan-tulisan Umar Kayam ini.
 
***
http://sastra-indonesia.com/2009/02/bila-umar-kayam-mengajak-dialog/

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

A Anzieb A. Khoirul Anam A. Muhaimin Iskandar A. Mustofa Bisri A. Qorib Hidayatullah A. Rodhi Murtadho A.H. J Khuzaini A.S Laksana Aa Sudirman Abdul Kirno Tanda Abdurrahman Wahid Acep Iwan Saidi Achiar M Permana Addi Mawahibun Idhom Adhi Pandoyo Adi W. Gunawan Afrion Afriza Hanifa Afrizal Malna Agama Para Bajingan Aguk Irawan MN Agung Poku Agus Buchori Agus Mulyadi Agus Noor Agus R. Sarjono Agus R. Subagyo Agus Setiawan Agus Sulton Agus Sunyoto Agus Wahyudi Agusri Junaidi AH J Khuzaini Ahmad Baso Ahmad Dahri Ahmad Farid Yahya Ahmad Muchlish Amrin Ahmad Munjin Ahmad Naufel Ahmad Rifa’i Rif’an Ahmad Syauqi Sumbawi Ahmad Tohari Ahmad Yulden Erwin Ahmad Zaini Ahmadul Faqih Mahfudz Ahmadun Yosi Herfanda Akhlis Purnomo Akhmad Sekhu Akhmad Taufiq Akhudiat Albert Camus Alfathri Adlin Alfian Dippahatang Ali Audah Alim Bakhtiar Alimuddin Amelia Rachman Amie Williams Amien Kamil Amien Wangsitalaja Aming Aminoedhin An. Ismanto Andhi Setyo Wibowo Andik Suprihartono Andri Awan Anindita S Thayf Anjrah Lelono Broto Antologi Sastra Lamongan Anton Wahyudi Anugrah Gio Pratama Anung Wendyartaka Aprinus Salam APSAS (Apresiasi Sastra) Indonesia Arafat Nur Ari Welianto Arief Rachman Hakim Arif Hidayat Arif Saifudin Yudistira Arman A.Z. Arsyad Indradi Arti Bumi Intaran Asarpin Asep Dudinov Ar Atafras Awalludin GD Mualif Ayu Nuzul Bahrum Rangkuti Beni Setia Benni Setiawan Benny Benke Berita Bernando J. Sujibto Binhad Nurrohmat Bonardo Maulana Wahono Bre Redana Budi Darma Budiman Hakim Buku Bung Hatta Bustan Basir Maras Butet Kertaredjasa Candrakirana Capres Cawapres 2019 Catatan Cerpen Chairil Anwar CNN Indonesia Coronavirus COVID-19 Cunong N. Suraja D. Zawawi Imron Dadang Ari Murtono Dahlan Iskan Dahlan Kong Damiri Mahmud Danarto Daniel Dhakidae Deni Jazuli Denny JA Denny Mizhar Dessy Wahyuni Dewi Satika Dian R. Basuki Dian Sukarno Dian Tri Lestari Dien Makmur Din Saja Dinas Perpustakaan Daerah Lamongan Diponegoro Djoko Pitono Djoko Saryono Doddi Ahmad Fauji Doddy Hidayatullah Dodit Setiawan Santoso Dody Yan Masfa Donny Anggoro Donny Darmawan Doris Lessing Dr. Hilma Rosyida Ahmad Dwi Pranoto Dyah Ayu Fitriana Edisi Khusus Edy A Effendi Egidius Patnistik Eka Budianta Eka Kurniawan Eko Hendri Saiful Eko Prasetyo Eko Tunas Ekwan Wiratno el-Ha Abdillah Enny Arrow Erdogan Esai Esthi Maharani Estiana Arifin Evi Melyati F. Budi Hardiman F. Rahardi Fahmi Faqih Fahri Salam Faisal Kamandobat Farah Noersativa Fatah Anshori Fatah Yasin Noor Feby Indirani Felix K. Nesi Festival Gugur Gunung Forum Santri Nasional Frischa Aswarini Fuad Mardhatillah UY Tiba Fuad Nawawi Galeri Sonobudoyo Galuh Tulus Utama Gampang Prawoto Geger Riyanto Geguritan Goenawan Mohammad Gola Gong Grathia Pitaloka Gugun el-Guyanie Gus Ahmad Syauqi Gus Dur Gusti Eka Habib Syech bin Abdul Qodir Assegaf Halim HD Hamdy Salad Hamid Jabbar Hamka Hamzah al-Fansuri Hari Puisi Indonesia (HPI) Harris Maulana Hasan Basri Hasnan Bachtiar Herry Fitriadi Herta Muller Heru Kurniawan Hesti Sartika Hilmi Abedillah Hudan Hidayat IAI TABAH Ibnu Wahyudi Idrus Efendi Ignas Kleden Iis Narahmalia Imam Jazuli Imam Nawawi Imamuddin SA Iman Budhi Santosa Imron Tohari Indra Intisa Indra Tjahyadi Indra Tranggono Inung As Irfan Afifi Irwan Kelana Isbedy Stiawan Z.S. Iwan Simatupang Jafar Fakhrurozi Jajang R Kawentar Jalaluddin Rakhmat Jawa dan Islam JJ. Kusni Jo Batara Surya Joni Ariadinata Jordaidan Rizsyah Jual Buku Paket Hemat Jurnalisme Sastra K.H. Ma'ruf Amin Kadek Suartaya Kadjie MM Kalis Mardiasih Kanti W. Janis Karang Taruna Kedungrejo Katrin Bandel Kedai Kopi Sastra Kedung Darma Romansha Kedungrejo Muncar Banyuwangi Kemah Budaya Panturan (KBP) Kembulan KetemuBuku Jombang KH. M. Najib Muhammad KH. Muhammad Amin (1910-1949) Khairul Mufid Jr Khawas Auskarni Ki Ompong Sudarsono Kitab Arbain Nawawi Kitab Kelamin Kompas TV Komplek Gor Kamantren Paciran Lamongan Komunitas Buana Kasih Komunitas Penulis Katolik Deo Gratias Komunitas Perupa Lamongan (KOSPELA) Komunitas Sastra dan Teater Lamongan Komunitas Sastra Ilalang Indonesia (KSII) Komunitas Selapan Sastra Kopi Bubuk Mbok Djum Kostela KPRI IKMAL Lamongan Kritik Sastra Kumpulan Cerita Buntak Kuswaidi Syafi’ie L Ridwan Muljosudarmo L.K. Ara Lagu Laksmi Shitaresmi Lan Fang Launching Buku Launching dan Bedah Buku Lawi Ibung Linda S Priyatna Literasi Liza Wahyuninto Lona Olavia Lukisan Lukman Santoso Az M. Faizi M. Lutfi M. Raudah Jambak M.D. Atmaja Maduretna Menali Mahendra Cipta Mahmud Jauhari Ali Mahwi Air Tawar Maimun Zubair Maiyah Banyuwangi Malkan Junaidi Maman S. Mahayana Manneke Budiman Maratushsholihah Mardi Luhung Marhalim Zaini Maria Magdalena Bhoernomo Mariana Sitohang Mario Vargas Llosa Marsel Robot Mas Garendi Mashuri Massayu Masuki M. Astro Max Arifin Media Seputar Indonesia Mei Anjar Wintolo Melukis Membongkar Mitos Kesusastraan Indonesia Menggalang Dana Amal MG. Sungatno Mianto Nugroho Agung Mien Uno Miftachur Rozak Mihar Harahap Mochtar Lubis Moh. Husen Moh. Jauhar al-Hakimi Moh. Syafari Firdaus Mohamad Sobary Mohammad Rokib Mohammad Wildan Motinggo Busye Muafiqul Khalid MD Muhammad Al-Fayyadl Muhammad Alfatih Suryadilaga Muhammad Alimudin Muhammad Anta Kusuma Muhammad Marzuki Muhammad Muhibbuddin Muhammad N. Hassan Muhammad Subarkah Muhammad Yasir Muhammad Yunus Muhidin M. Dahlan Mukhsin Amar Mulyosari Banyuurip Ujung Pangkah Gresik Munawir Aziz Mutia Sukma N. Syamsuddin CH. Haesy Naskah Teater Ndix Endik Nenden Lilis A Nezar Patria Ni Made Purnama Sari Ninin Damayanti NKRI Nur Taufik Nurel Javissyarqi Nurul Komariyah Obrolan Orasi Budaya Akhir Tahun 2018 Orhan Pamuk Pagelaran Musim Tandur Palestina Palupi Panca Astuti Pameran Lukisan Parimono V / 40 Plandi Jombang Pawon Seni PDS H.B. Jassin Pekan Literasi Lamongan Pelukis Tarmuzie Pendhapa Art Space Pendidikan Penerbit Pelangi Sastra Pengajian Pipiet Senja Politik Pondok Pesantren Mamba'ul Ma'arif Denanyar Jombang Pramoedya Ananta Toer Presiden Jokowi Proses Kreatif Puisi Puisi Menolak Korupsi (PMK) Pungkit Wijaya Pusat Studi Budaya Banyuwangi (PSBB) Pustaka LaBRAK Putu Fajar Arcana R Giryadi R. Ng. Ronggowarsito Radhar Panca Dahana Raedu Basha Rakai Lukman Rakhmat Nur Hakim Rani R. Moediarta Raudal Tanjung Banua Raudlotul Immaroh Reiny Dwinanda Remy Syaldo Remy Sylado Rendy Adrikni Sadikin Resensi Reuni dan Halal Bihalal Mts Putra-Putri Simo 1991-1992 Ribut Wijoto Ridwan Munawwar Galuh Riki Antoni Riki Dhamparan Putra Rimbun Natamarga Rinto Andriono Robin Al Kautsar Rodli TL Rofiqi Hasan Romel Masykuri Nur Arifin Ronny Agustinus Rosi Rosihan Anwar Rosmawaty Harahap Roy Kusuma Rumah Budaya Pantura (RBP) Rx King Motor S. Jai S.W. Teofani Sabrank Suparno Sahaya Santayana Sainul Hermawan Sajak Salman Faris Sandiaga Uno Sanggar Lukis Alam Sanggar Pasir Sanggar Rumah Ilalang Sanusi Pane Sapardi Djoko Damono Saripuddin Lubis Sasti Gotama Saut Situmorang Saya Sayyid Muhammad Hadi Assegaf Sejarah Sekolah Literasi Gratis (SLG) SelaSAstra Boenga Ketjil Seni Gumira Ajidarma Seni Rupa Seno Joko Suyono Setia Budhi Shiny.ane el’poesya Shofa As-Syadzili Sholihul Huda Shulhan Hadi Sihar Ramses Simatupang Siti Aisyatul Adawiyah Siwi Dwi Saputro Soediro Satoto Soeparno S. Adhy Soesilo Toer Soetanto Soepiadhy Sofyan RH. Zaid Sosiawan Leak Sri Wintala Achmad STKIP PGRI Ponorogo Subagio Sastrowardoyo Suminto A. Sayuti Sunardian Wirodono Sunlie Thomas Alexander Sunoto Sunu Wasono Sunudyantoro Suryanto Sastroatmodjo Susianna Sutan Iwan Soekri Munaf Sutardji Calzoum Bachri Sutejo Syahrudin Attar Syaifuddin Gani Syaikh Prof. Dr. dr. Yusri Abdul Jabbar al-Hasani Asyadzili Syaikh Yusri al-Hasani Al Azhari Taman Ismail Marzuki Taufiq Wr. Hidayat Teater Ilat Teguh Afandi Temu Penyair Timur Jawa Tengsoe Tjahjono Tere Liye Toko Buku PUstaka puJAngga Lamongan Tri Wahono TS Pinang Tsani Fanie Tulus S Udo Z. Karzi Umar Kayam Umbu Landu Paranggi Umi Kulsum Universitas Jember Untung Wahyudi Uwell's King Shop Uwell's Setiawan Virdika Rizky Utama W.S. Rendra Wage Daksinarga Wahyu Aji Wawan Eko Yulianto Wawancara Wayan Sunarta Widie Nurmahmudy Yanuar Widodo Yanusa Nugroho Yerusalem Yetti A. KA Yohanes Padmo Adi Nugroho Yohanes Sehandi Yoks Kalachakra Yonathan Rahardjo Yuditeha Yusri Fajar Yuval Noah Harari Zainal Arifin Thoha Zehan Zareez Zuhdi Swt Zulfikar Akbar