Kamis, 29 Juli 2021

Dewan Sastra Nasional, Perlukah?

Maria Magdalena Bhoernomo *
sinarharapan.co.id
 
Gagasan untuk mendirikan lembaga baru di bidang seni budaya, dengan label Dewan Sastra Nasional, sebenarnya bukan hal yang baru. Misalnya, pada tahun 1995 lalu, dalam acara Temu Penyair Nasional di Taman Budaya Solo, dalam perbincangan santai antarpenyair, gagasan tersebut pernah terlontar, tapi langsung disambut dengan gelak tawa.
 
Tapi, namanya saja gagasan, sebelum terwujud, maka akan bisa muncul kembali, meski dari otak dan kepala yang lain. Dan jika kini gagasan tersebut kembali muncul, ada sejumlah pertanyaan yang menyertainya. Misalnya, antara lain, seperti apa bentuknya sih? Siapa saja anggotanya sih? Program kerjanya apa saja sih? Dan sih, sih, sih lainnya.
 
Mungkin, bagi beberapa pihak, mendirikan lembaga semacam Dewan Sastra Nasional tidak perlu repot-repot, karena bisa langsung meniru seperti yang ada di Malaysia, misalnya. Namun, Indonesia bukanlah Malaysia yang relatif lebih mudah bagi kalangan sastrawannya untuk merangkul pejabat negara agar turut serta aktif mengurus masalah sastra. Bahkan, pejabat-pejabat di Indonesia cenderung alergi terhadap sastra, sementara itu kalangan sastrawannya pun cenderung alergi merangkul pejabat untuk turut serta mengurus sastra.
 
Memang, jika dilihat dengan kacamata ekonomi, perkembangan sastra tidak bernilai sama sekali. Dan karena Indonesia kini sedang membutuhkan banyak investasi untuk mengatasi krisis, maka masalah seperti perkembangan sastra dianggap tidak perlu dipedulikan lagi. Selain itu, dalam faktanya, sastra adalah suatu “cabang seni” yang sangat kering kerontang, sehingga tidak mungkin memberikan peluang untuk berkorupsi bagi pejabat negara. Dengan kata lain, jika ada pejabat negara yang bersedia mengurus sastra, pasti bukan karena punya niat untuk korupsi, sehingga akan dianggap aneh dan sok nyentrik.
***
 
Kalau misalnya Dewan Sastra Nasional bisa dibentuk barangkali pengurusnya terdiri dari para sastrawan yang kini tergabung di dalam majalah sastra Horison, atau yang berada di beberapa komunitas sastra di Jakarta, sehingga mereka akan mengalami “pembesaran nama” yang mampu mengalahkan nama-nama sastrawan di daerah. Dengan demikian, maka yang kemudian terjadi adalah terciptanya hegemoni pusat (Jakarta) di dalam banyak kegiatan sastra serta publikasi sastra yang pasti akan membuat cemburu bagi kalangan sastrawan di daerah-daerah.
 
Oleh karena itulah, Dewan Sastra Nasional mungkin tidak perlu ada, jika kedududukannya di Jakarta. Sebaliknya, jika kedudukannya di luar Jakarta, pasti kalangan sastrawan yang ada di Jakarta tidak setuju atau menentangnya habis-habisan, bahkan kalau perlu dengan unjuk rasa turun ke jalan atau melancarkan kampanye boikot di media-media nasional yang kebetulan berkantor pusat di Jakarta.
 
Ada gagasan menarik yang berkaitan dengan perkembangan sastra, yang sampai kini tidak terwujud, gara-gara muncul di daerah. Misalnya, gagasan untuk mengadakan tradisi tahunan atau lima tahunan pemberian hadiah sastra bertaraf nasional dengan label “Djarum Award” di Kudus yang bernilai satu miliar rupiah. Seandainya gagasan ini muncul di Jakarta, barangkali sudah terlaksana, atau setidaknya menjadi isu nasional yang digembar-gemborkan lewat media cetak nasional, meskipun nilainya berkurang, atau bahkan berlipat ganda sehingga di Indonesia ada sastrawan yang menjadi miliader.
 
Munculnya gagasan “Djarum Award” di Kudus tersebut, agaknya sudah cukup membuktikan, betapa sastrawan di daerah pun sebenarnya kaya gagasan yang hebat, yang jika dilaksanakan akan dapat mendukung perkembangan sastra kita. Selain itu, sastrawan daerah pun sebenarnya telah banyak yang berhasil menyelenggarakan acara-acara besar untuk mengembangkan sastra kita, seperti Temu Penyair Nasional di Solo, Konggres Cerpen Indonesia di Yogyakarta, Bali dan Lampung, dan Pesta Sastra di Tasikmalaya.
 
Dengan demikian, sekali lagi, jika Dewan Sastra Nasional jadi dibentuk, hendaknya tidak meremehkan sastrawan daerah untuk turut serta mengurusnya. Selain itu, sebaiknya kedudukannya tidak berpusat di Jakarta, karena Jakarta terlalu gersang bagi gagasan-gagasan hebat dalam rangka mengembangkan sastra kita. Dan buktinya, dalam beberapa dekade terakhir, hampir tidak ada acara sastra bertaraf nasional yang diikuti oleh banyak sastrawan daerah di seluruh Indonesia yang diselengarakan di Jakarta!
***
 
Jika Dewan Sastra Nasional jadi dibentuk, sebaiknya lebih banyak membuat program kerja yang berkaitan dengan upaya sosialisasi karya sastra. Sebab, selama ini, masalah sosialisasi karya sastra masih jauh dari cukup, karena terbentur oleh rendahnya minat baca masyarakat kita. Jika belakangan ada buku sastra yang mengalami beberapa kali cetak ulang, ternyata lebih disebabkan oleh teks-teks cabulnya yang memang paralel dengan maraknya selera masyarakat terhadap pornografi. Sedangkan buku-buku sastra yang lebih berbobot, tapi tidak melansir teks-teks cabul, nyaris tidak laku.
 
Harus diakui juga, betapa masalah sosialisasi karya sastra adalah persoalan klasik di negeri ini, sehingga sering muncul manuver-manuver yang dilakukan oleh sementara sastrawan ambisius yang ujung-ujungnya membuat mereka “mati muda”. Misalnya, karena sulit mencari penerbit profesional yang bersedia menerbitkan karyanya, banyak sastrawan (terutama yang muda-muda) memberanikan diri menerbitkan karyanya sendiri, tapi karena tidak laku dijual kemudian mereka kapok berkarya lagi.
 
Lalu, sering muncul ejekan yang dilontarkan kepada sastrawan muda: “Teruslah berkarya, kalau ingin selalu menjadi kere!” Ejekan demikian, bisa menjadi teror di banyak daerah, sehingga akibatnya semakin jarang muncul sastrawan muda yang berani menampilkan dirinya maupun karyanya. Bahkan, banyak komunitas sastra di daerah pun ikut-ikutan gulung tikar, karena dianggap sebagai komunitas kaum kere yang sama sekali tidak menarik di mata pemerintah daerah maupun masyarakat.
 
Dengan demikian, jika Dewan Sastra Nasional suatu ketika benar-benar bisa berdiri, masalah sosialisasi karya sastra selayaknya dapat dirumuskan menjadi agenda kerja utama, dengan tujuan memberi peluang bagi sastrawan untuk mampu hidup layak. Misalnya saja, bagaimana caranya agar siswa-siswa sekolah, mulai tingkat dasar sampai dengan perguruan tinggi memiliki tradisi membaca karya sastra dengan penuh minat dan apresiasi. Dan bagaimana caranya agar media-media audio visual memiliki tayangan sastra yang didukung banyak iklan sehingga para sastrawan tidak lagi tersisih dari gemerlapnya kehidupan selebriti di negerinya sendiri.
 
Mungkin, Dewan Sastra Nasional memang sangat dibutuhkan di negeri ini, bukan hanya karena kehidupan banyak sastrawan kita masih memprihatinkan, misalnya tidak mampu menyekolahkan anak-anaknya karena makan saja susah, tapi juga karena sastra itu sendiri masih sangat terasing di tengah masyarakat luas, khususnya di media-media audio visual. Dengan kata lain, Dewan Sastra Nasional sangat dibutuhkan di negeri ini, karena nasib menjadi sastrawan bagaikan sebuah kutukan abadi. Betapa banyak sastrawan muda yang beberapa tahun silam masih produktif tapi kini telah lenyap seperti ditelan bumi.
 
Atau, Dewan Sastra Nasional memang sangat dibutuhkan di negeri ini, untuk memperjuangkan sastra agar lebih mendapat apresiasi dari pemerintah dan negara, misalnya agar semua meja kerja atau perpustakaan di kantor-kantor negeri dihiasi dengan buku-buku sastra karya para sastrawan kita. Ya, siapa tahu semua itu bukan sekadar impian indah.
***

*) Penulis adalah pengrajin sastra, tinggal di Kudus. http://sastra-indonesia.com/2009/12/dewan-sastra-nasional-perlukah/

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

A Anzieb A. Khoirul Anam A. Muhaimin Iskandar A. Mustofa Bisri A. Qorib Hidayatullah A. Rodhi Murtadho A.H. J Khuzaini A.S Laksana Aa Sudirman Abdul Kirno Tanda Abdurrahman Wahid Acep Iwan Saidi Achiar M Permana Addi Mawahibun Idhom Adhi Pandoyo Adi W. Gunawan Afrion Afriza Hanifa Afrizal Malna Agama Para Bajingan Aguk Irawan MN Agung Poku Agus Buchori Agus Mulyadi Agus Noor Agus R. Sarjono Agus R. Subagyo Agus Setiawan Agus Sulton Agus Sunyoto Agus Wahyudi Agusri Junaidi AH J Khuzaini Ahmad Baso Ahmad Dahri Ahmad Farid Yahya Ahmad Muchlish Amrin Ahmad Munjin Ahmad Naufel Ahmad Rifa’i Rif’an Ahmad Syauqi Sumbawi Ahmad Tohari Ahmad Yulden Erwin Ahmad Zaini Ahmadul Faqih Mahfudz Ahmadun Yosi Herfanda Akhlis Purnomo Akhmad Sekhu Akhmad Taufiq Akhudiat Albert Camus Alfathri Adlin Alfian Dippahatang Ali Audah Alim Bakhtiar Alimuddin Amelia Rachman Amie Williams Amien Kamil Amien Wangsitalaja Aming Aminoedhin An. Ismanto Andhi Setyo Wibowo Andik Suprihartono Andri Awan Anindita S Thayf Anjrah Lelono Broto Antologi Sastra Lamongan Anton Wahyudi Anugrah Gio Pratama Anung Wendyartaka Aprinus Salam APSAS (Apresiasi Sastra) Indonesia Arafat Nur Ari Welianto Arief Rachman Hakim Arif Hidayat Arif Saifudin Yudistira Arman A.Z. Arsyad Indradi Arti Bumi Intaran Asarpin Asep Dudinov Ar Atafras Awalludin GD Mualif Ayu Nuzul Bahrum Rangkuti Beni Setia Benni Setiawan Benny Benke Berita Bernando J. Sujibto Binhad Nurrohmat Bonardo Maulana Wahono Bre Redana Budi Darma Budiman Hakim Buku Bung Hatta Bustan Basir Maras Butet Kertaredjasa Candrakirana Capres Cawapres 2019 Catatan Cerpen Chairil Anwar CNN Indonesia Coronavirus COVID-19 Cunong N. Suraja D. Zawawi Imron Dadang Ari Murtono Dahlan Iskan Dahlan Kong Damiri Mahmud Danarto Daniel Dhakidae Deni Jazuli Denny JA Denny Mizhar Dessy Wahyuni Dewi Satika Dian R. Basuki Dian Sukarno Dian Tri Lestari Dien Makmur Din Saja Dinas Perpustakaan Daerah Lamongan Diponegoro Djoko Pitono Djoko Saryono Doddi Ahmad Fauji Doddy Hidayatullah Dodit Setiawan Santoso Dody Yan Masfa Donny Anggoro Donny Darmawan Doris Lessing Dr. Hilma Rosyida Ahmad Dwi Pranoto Dyah Ayu Fitriana Edisi Khusus Edy A Effendi Egidius Patnistik Eka Budianta Eka Kurniawan Eko Hendri Saiful Eko Prasetyo Eko Tunas Ekwan Wiratno el-Ha Abdillah Enny Arrow Erdogan Esai Esthi Maharani Estiana Arifin Evi Melyati F. Budi Hardiman F. Rahardi Fahmi Faqih Fahri Salam Faisal Kamandobat Farah Noersativa Fatah Anshori Fatah Yasin Noor Feby Indirani Felix K. Nesi Festival Gugur Gunung Forum Santri Nasional Frischa Aswarini Fuad Mardhatillah UY Tiba Fuad Nawawi Galeri Sonobudoyo Galuh Tulus Utama Gampang Prawoto Geger Riyanto Geguritan Goenawan Mohammad Gola Gong Grathia Pitaloka Gugun el-Guyanie Gus Ahmad Syauqi Gus Dur Gusti Eka Habib Syech bin Abdul Qodir Assegaf Halim HD Hamdy Salad Hamid Jabbar Hamka Hamzah al-Fansuri Hari Puisi Indonesia (HPI) Harris Maulana Hasan Basri Hasnan Bachtiar Herry Fitriadi Herta Muller Heru Kurniawan Hesti Sartika Hilmi Abedillah Hudan Hidayat IAI TABAH Ibnu Wahyudi Idrus Efendi Ignas Kleden Iis Narahmalia Imam Jazuli Imam Nawawi Imamuddin SA Iman Budhi Santosa Imron Tohari Indra Intisa Indra Tjahyadi Indra Tranggono Inung As Irfan Afifi Irwan Kelana Isbedy Stiawan Z.S. Iwan Simatupang Jafar Fakhrurozi Jajang R Kawentar Jalaluddin Rakhmat Jawa dan Islam JJ. Kusni Jo Batara Surya Joni Ariadinata Jordaidan Rizsyah Jual Buku Paket Hemat Jurnalisme Sastra K.H. Ma'ruf Amin Kadek Suartaya Kadjie MM Kalis Mardiasih Kanti W. Janis Karang Taruna Kedungrejo Katrin Bandel Kedai Kopi Sastra Kedung Darma Romansha Kedungrejo Muncar Banyuwangi Kemah Budaya Panturan (KBP) Kembulan KetemuBuku Jombang KH. M. Najib Muhammad KH. Muhammad Amin (1910-1949) Khairul Mufid Jr Khawas Auskarni Ki Ompong Sudarsono Kitab Arbain Nawawi Kitab Kelamin Kompas TV Komplek Gor Kamantren Paciran Lamongan Komunitas Buana Kasih Komunitas Penulis Katolik Deo Gratias Komunitas Perupa Lamongan (KOSPELA) Komunitas Sastra dan Teater Lamongan Komunitas Sastra Ilalang Indonesia (KSII) Komunitas Selapan Sastra Kopi Bubuk Mbok Djum Kostela KPRI IKMAL Lamongan Kritik Sastra Kumpulan Cerita Buntak Kuswaidi Syafi’ie L Ridwan Muljosudarmo L.K. Ara Lagu Laksmi Shitaresmi Lan Fang Launching Buku Launching dan Bedah Buku Lawi Ibung Linda S Priyatna Literasi Liza Wahyuninto Lona Olavia Lukisan Lukman Santoso Az M. Faizi M. Lutfi M. Raudah Jambak M.D. Atmaja Maduretna Menali Mahendra Cipta Mahmud Jauhari Ali Mahwi Air Tawar Maimun Zubair Maiyah Banyuwangi Malkan Junaidi Maman S. Mahayana Manneke Budiman Maratushsholihah Mardi Luhung Marhalim Zaini Maria Magdalena Bhoernomo Mariana Sitohang Mario Vargas Llosa Marsel Robot Mas Garendi Mashuri Massayu Masuki M. Astro Max Arifin Media Seputar Indonesia Mei Anjar Wintolo Melukis Membongkar Mitos Kesusastraan Indonesia Menggalang Dana Amal MG. Sungatno Mianto Nugroho Agung Mien Uno Miftachur Rozak Mihar Harahap Mochtar Lubis Moh. Husen Moh. Jauhar al-Hakimi Moh. Syafari Firdaus Mohamad Sobary Mohammad Rokib Mohammad Wildan Motinggo Busye Muafiqul Khalid MD Muhammad Al-Fayyadl Muhammad Alfatih Suryadilaga Muhammad Alimudin Muhammad Anta Kusuma Muhammad Marzuki Muhammad Muhibbuddin Muhammad N. Hassan Muhammad Subarkah Muhammad Yasir Muhammad Yunus Muhidin M. Dahlan Mukhsin Amar Mulyosari Banyuurip Ujung Pangkah Gresik Munawir Aziz Mutia Sukma N. Syamsuddin CH. Haesy Naskah Teater Ndix Endik Nenden Lilis A Nezar Patria Ni Made Purnama Sari Ninin Damayanti NKRI Nur Taufik Nurel Javissyarqi Nurul Komariyah Obrolan Orasi Budaya Akhir Tahun 2018 Orhan Pamuk Pagelaran Musim Tandur Palestina Palupi Panca Astuti Pameran Lukisan Parimono V / 40 Plandi Jombang Pawon Seni PDS H.B. Jassin Pekan Literasi Lamongan Pelukis Tarmuzie Pendhapa Art Space Pendidikan Penerbit Pelangi Sastra Pengajian Pipiet Senja Politik Pondok Pesantren Mamba'ul Ma'arif Denanyar Jombang Pramoedya Ananta Toer Presiden Jokowi Proses Kreatif Puisi Puisi Menolak Korupsi (PMK) Pungkit Wijaya Pusat Studi Budaya Banyuwangi (PSBB) Pustaka LaBRAK Putu Fajar Arcana R Giryadi R. Ng. Ronggowarsito Radhar Panca Dahana Raedu Basha Rakai Lukman Rakhmat Nur Hakim Rani R. Moediarta Raudal Tanjung Banua Raudlotul Immaroh Reiny Dwinanda Remy Syaldo Remy Sylado Rendy Adrikni Sadikin Resensi Reuni dan Halal Bihalal Mts Putra-Putri Simo 1991-1992 Ribut Wijoto Ridwan Munawwar Galuh Riki Antoni Riki Dhamparan Putra Rimbun Natamarga Rinto Andriono Robin Al Kautsar Rodli TL Rofiqi Hasan Romel Masykuri Nur Arifin Ronny Agustinus Rosi Rosihan Anwar Rosmawaty Harahap Roy Kusuma Rumah Budaya Pantura (RBP) Rx King Motor S. Jai S.W. Teofani Sabrank Suparno Sahaya Santayana Sainul Hermawan Sajak Salman Faris Sandiaga Uno Sanggar Lukis Alam Sanggar Pasir Sanggar Rumah Ilalang Sanusi Pane Sapardi Djoko Damono Saripuddin Lubis Sasti Gotama Saut Situmorang Saya Sayyid Muhammad Hadi Assegaf Sejarah Sekolah Literasi Gratis (SLG) SelaSAstra Boenga Ketjil Seni Gumira Ajidarma Seni Rupa Seno Joko Suyono Setia Budhi Shiny.ane el’poesya Shofa As-Syadzili Sholihul Huda Shulhan Hadi Sihar Ramses Simatupang Siti Aisyatul Adawiyah Siwi Dwi Saputro Soediro Satoto Soeparno S. Adhy Soesilo Toer Soetanto Soepiadhy Sofyan RH. Zaid Sosiawan Leak Sri Wintala Achmad STKIP PGRI Ponorogo Subagio Sastrowardoyo Suminto A. Sayuti Sunardian Wirodono Sunlie Thomas Alexander Sunoto Sunu Wasono Sunudyantoro Suryanto Sastroatmodjo Susianna Sutan Iwan Soekri Munaf Sutardji Calzoum Bachri Sutejo Syahrudin Attar Syaifuddin Gani Syaikh Prof. Dr. dr. Yusri Abdul Jabbar al-Hasani Asyadzili Syaikh Yusri al-Hasani Al Azhari Taman Ismail Marzuki Taufiq Wr. Hidayat Teater Ilat Teguh Afandi Temu Penyair Timur Jawa Tengsoe Tjahjono Tere Liye Toko Buku PUstaka puJAngga Lamongan Tri Wahono TS Pinang Tsani Fanie Tulus S Udo Z. Karzi Umar Kayam Umbu Landu Paranggi Umi Kulsum Universitas Jember Untung Wahyudi Uwell's King Shop Uwell's Setiawan Virdika Rizky Utama W.S. Rendra Wage Daksinarga Wahyu Aji Wawan Eko Yulianto Wawancara Wayan Sunarta Widie Nurmahmudy Yanuar Widodo Yanusa Nugroho Yerusalem Yetti A. KA Yohanes Padmo Adi Nugroho Yohanes Sehandi Yoks Kalachakra Yonathan Rahardjo Yuditeha Yusri Fajar Yuval Noah Harari Zainal Arifin Thoha Zehan Zareez Zuhdi Swt Zulfikar Akbar