Sabtu, 31 Juli 2021

Setelah Heboh Ayat-ayat Cinta

An. Ismanto *
jawapos.com
 
Heboh Ayat-ayat Cinta kini sudah surut. Bersamaan dengan itu muncul pertanyaan tentang hubungan antara sastra dan agama pada masa mendatang. Apakah keharmonisan hubungan antara hasil sastra dengan masyarakat pemeluk agama masih akan dapat kita jumpai lagi atau hanya sekali itu saja?
 
Terlepas dari perdebatan tentang kadar literernya, Ayat-ayat Cinta memang fenomenal. Buku itu mampu meredakan ketegangan yang selama ini melingkupi hubungan antara hasil sastra dengan masyarakat pemeluk agama. Kunci penerimaan itu adalah pada kemampuannya untuk mengetahui batas-batas horison harapan pembaca dan kontrol diri yang kuat sehingga ia tidak melampaui batas-batas itu. Konformitas itu juga menyentuh aras negara: ketika difilmkan, Ayat-ayat Cinta mengundang simpati eksplisit dari presiden, yang dapat dikatakan sebagai simbol terkuat negara dalam susunan politik saat ini.
 
Konformitas seperti ini sebenarnya pernah juga terjadi pada awal 1960-an. Pada saat itu muncul buku-buku puisi Fridolin Ukur, Suparta Wiraatmadja, Mohammad Saribi, karya-karya teater Mohammad Diponegoro serta novel-novel Djamil Suherman. Karya-karya itu menitikberatkan hidup beragama sebagai pemecah persoalan. Fridolin Ukur memilih Immanuel, Mohammad Saribi meng-Quran-kan puisi-puisinya atau menokohkan Nabi Muhammad SAW, dan Mohammad Diponegoro menokohkan Ibrahim sebagai lambang iman yang menang dalam menghadapi iblis.
 
Kehadiran karya-karya itu begitu menarik perhatian sehingga Goenawan Mohammad mengklaim telah hadir suatu genre baru dalam tubuh kesusastraan kita pada waktu itu, yakni genre ”sastra keagamaan” (Goenawan Mohamad, 1982: 137). Dan, buku-buku itu diterima dengan lapang dada oleh khalayak.
 
Namun, dalam sejarah kesusastraan Indonesia, dapat kita jumpai pula penerimaan yang lebih sering ditandai oleh kehebohan yang bernada negatif. Tercatat ada tiga buah karya sastra yang menimbulkan ”heboh sastra”, yaitu cerpen Robohnya Surau Kami karya A.A. Navis (1956), cerpen Langit Makin Mendung karya Ki Panjikusmin (1968), dan novel Tuhan Ijinkan Aku Menjadi Pelacur karya Muhidin M. Dahlan (2003).
 
Robohnya Surau Kami menceritakan tentang seorang penjaga surau yang kuat beribadah, tapi akhirnya mati bunuh diri karena sindiran seorang pembual bahwa hidup demikian tidak diridoi Allah jika tidak disertai amal kemasyarakatan. Sekilas, cerpen ini memberatkan amal duniawi dari amal akhirat. Dengan meninggalnya Kakek Garin, si penjaga surau, robohlah pula surau yang dijaganya, seolah-olah surau dan orang tua itu tak ada fungsinya bagi masyarakat.
 
Sedangkan Langit Makin Mendung bercerita tentang Nabi Muhammad yang memohon izin kepada Tuhan untuk menjenguk umatnya. Disertai malaikat Jibril, dengan menumpang Bouraq, Nabi mengunjungi Bumi. Namun Bouroq bertabrakan dengan satelit Sputnik sehingga Nabi serta Malaikat Jibril terlempar dan mendarat di atas Jakarta. Di situ Nabi menyaksikan betapa umatnya telah menjadi umat yang bobrok. Cerpen ini adalah sindiran terhadap laku keagamaan masyarakat luas yang ”menyimpang” pada waktu yang belum jauh berselang dari terjadinya Tragedi 1965.
 
Sementara itu, Tuhan Ijinkan Aku Menjadi Pelacur berkisah tentang seorang mahasiswi aktivis yang memutuskan untuk menjadi pelacur setelah mengalami kekecewaan besar. Ia dimanfaatkan secara seksual oleh orang-orang dari kelas intelektual yang semula dianggapnya sangat mulia lantaran memperjuangkan ideal-ideal siyasah yang agamis. Novel ini dihujat lantaran dianggap menodai citra sebuah universitas swasta ternama dan menebar persepsi yang salah terhadap aktivis keagamaan di kampus.
 
Pada kasus Langit Makin Mendung, tanggapan negatif bahkan memuncak dengan nihilasi secara hukum terhadap orang yang dianggap bertangung jawab. Cerpen ini, yang semula dimuat dalam majalah Sastra, tahun VI No. 48, Agustus 1968, dituduh sebagai penodaan terhadap agama karena mempersonifikasikan Tuhan, Nabi Muhammad, dan Malaikat Jibril. Ketika H.B. Jassin selaku penanggung jawab majalah itu tak bersedia mengungkap identitas asli pengarang cerpen tersebut, ia dituntut Pengadilan Tinggi Medan dan divonis in absentia berupa kurungan selama satu tahun dan masa percobaan dua tahun.
 
Tanggapan miring juga pernah dilekatkan pada kegiatan kesusastraan yang terkait dengan ikon-ikon keagamaan. Pertama, ketika Buya Hamka disayangkan karena menulis buku-buku yang banyak digolongkan sebagai karya pop. Para penanggap antara lain menyatakan, sebagai seorang ulama besar, semestinya Hamka memberikan pengajaran kepada khalayak dan bukannya meninabobokan mereka dengan cerita-cerita yang hanya memberi penghiburan belaka.
 
Kedua, ketika Jassin melakukan upaya puitisasi kitab suci Alquran. Para penanggap sebagian besar menilai bahwa Jassin menodai kesucian Alquran karena berpretensi hendak memperindah kalam Ilahi, padahal kitab itu sendiri pada hakikatnya sudah indah.
 
Penerimaan dan penolakan terhadap buku-buku sastra dan kegiatan kesusastraan itu menjadi cermin keadaan masyarakat yang menjadi ”konsumen” karya sastra. Memang Ignas Kleden telah menunjukkan bahwa kesusastraan tidak harus menjadi cermin keadaan masyarakat –namun juga bukan berarti ”harus tidak”. Sastra adalah karya individual yang didasarkan pada kebebasan mencipta dan dikembangkan lewat imajinasi. Karena itu, pertama-tama dia merupakan cermin diri sang pengarang (Kleden, 1981: 51). Namun demikian, kita juga harus mengingat kapasitas sastrawan sebagai orang yang mempunyai kepekaan khusus yang dapat menembus, katakanlah, zamannya.
 
Jika para sastrawan mengemukakan tema-tema yang selalu berulang, maka tema-tema itulah yang paling hidup dalam pemikiran dan perjuangan batin mereka. Dalam hal ini kita harus mengakui bahwa ada kalanya suatu masalah yang sebenarnya merupakan masalah umum begitu hidup dalam diri sastrawan sehingga menjadi masalah pribadinya. Pada titik ini, masalah yang tercermin dalam karya sang pengarang adalah juga masalah umum. Jika pada masa lalu para sastrawan melahirkan karya-karya bertemakan realitas keagamaan yang mereka anggap ”menyimpang”, tentulah masalah itu memang ada dan telah menjadi masalah pribadi mereka.
 
Untuk itu, pertanyaan di awal tulisan ini bisa dijawab demikian: jika pada masa mendatang tidak ada lagi laku keagamaan dalam masyarakat yang dianggap ”menyimpang” dan lantas dipikirkan oleh para sastrawan sebagai masalah pribadi, maka kita dapat memastikan bahwa hubungan tegang antara hasil sastra dan masyarakat luas tidak akan mungkin ada. Sebaliknya, jika ”penyimpangan” itu tetap ada dan masih ada sastrawan yang memikirkannya, maka kita tentu akan menjumpai lagi ”heboh” sastra yang disebabkan oleh karya-karya bertema keagamaan.

*) Editor dan pemerhati sastra, tinggal di Jogja. http://sastra-indonesia.com/2009/03/setelah-heboh-ayat-ayat-cinta/

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

A Anzieb A. Khoirul Anam A. Muhaimin Iskandar A. Mustofa Bisri A. Qorib Hidayatullah A. Rodhi Murtadho A.H. J Khuzaini A.S Laksana Aa Sudirman Abdul Kirno Tanda Abdurrahman Wahid Acep Iwan Saidi Achiar M Permana Addi Mawahibun Idhom Adhi Pandoyo Adi W. Gunawan Afrion Afriza Hanifa Afrizal Malna Agama Para Bajingan Aguk Irawan MN Agung Poku Agus Buchori Agus Mulyadi Agus Noor Agus R. Sarjono Agus R. Subagyo Agus Setiawan Agus Sulton Agus Sunyoto Agus Wahyudi Agusri Junaidi AH J Khuzaini Ahmad Baso Ahmad Dahri Ahmad Farid Yahya Ahmad Muchlish Amrin Ahmad Munjin Ahmad Naufel Ahmad Rifa’i Rif’an Ahmad Syauqi Sumbawi Ahmad Tohari Ahmad Yulden Erwin Ahmad Zaini Ahmadul Faqih Mahfudz Ahmadun Yosi Herfanda Akhlis Purnomo Akhmad Sekhu Akhmad Taufiq Akhudiat Albert Camus Alfathri Adlin Alfian Dippahatang Ali Audah Alim Bakhtiar Alimuddin Amelia Rachman Amie Williams Amien Kamil Amien Wangsitalaja Aming Aminoedhin An. Ismanto Andhi Setyo Wibowo Andik Suprihartono Andri Awan Anindita S Thayf Anjrah Lelono Broto Antologi Sastra Lamongan Anton Wahyudi Anugrah Gio Pratama Anung Wendyartaka Aprinus Salam APSAS (Apresiasi Sastra) Indonesia Arafat Nur Ari Welianto Arief Rachman Hakim Arif Hidayat Arif Saifudin Yudistira Arman A.Z. Arsyad Indradi Arti Bumi Intaran Asarpin Asep Dudinov Ar Atafras Awalludin GD Mualif Ayu Nuzul Bahrum Rangkuti Beni Setia Benni Setiawan Benny Benke Berita Bernando J. Sujibto Binhad Nurrohmat Bonardo Maulana Wahono Bre Redana Budi Darma Budiman Hakim Buku Bung Hatta Bustan Basir Maras Butet Kertaredjasa Candrakirana Capres Cawapres 2019 Catatan Cerpen Chairil Anwar CNN Indonesia Coronavirus COVID-19 Cunong N. Suraja D. Zawawi Imron Dadang Ari Murtono Dahlan Iskan Dahlan Kong Damiri Mahmud Danarto Daniel Dhakidae Deni Jazuli Denny JA Denny Mizhar Dessy Wahyuni Dewi Satika Dian R. Basuki Dian Sukarno Dian Tri Lestari Dien Makmur Din Saja Dinas Perpustakaan Daerah Lamongan Diponegoro Djoko Pitono Djoko Saryono Doddi Ahmad Fauji Doddy Hidayatullah Dodit Setiawan Santoso Dody Yan Masfa Donny Anggoro Donny Darmawan Doris Lessing Dr. Hilma Rosyida Ahmad Dwi Pranoto Dyah Ayu Fitriana Edisi Khusus Edy A Effendi Egidius Patnistik Eka Budianta Eka Kurniawan Eko Hendri Saiful Eko Prasetyo Eko Tunas Ekwan Wiratno el-Ha Abdillah Enny Arrow Erdogan Esai Esthi Maharani Estiana Arifin Evi Melyati F. Budi Hardiman F. Rahardi Fahmi Faqih Fahri Salam Faisal Kamandobat Farah Noersativa Fatah Anshori Fatah Yasin Noor Feby Indirani Felix K. Nesi Festival Gugur Gunung Forum Santri Nasional Frischa Aswarini Fuad Mardhatillah UY Tiba Fuad Nawawi Galeri Sonobudoyo Galuh Tulus Utama Gampang Prawoto Geger Riyanto Geguritan Goenawan Mohammad Gola Gong Grathia Pitaloka Gugun el-Guyanie Gus Ahmad Syauqi Gus Dur Gusti Eka Habib Syech bin Abdul Qodir Assegaf Halim HD Hamdy Salad Hamid Jabbar Hamka Hamzah al-Fansuri Hari Puisi Indonesia (HPI) Harris Maulana Hasan Basri Hasnan Bachtiar Herry Fitriadi Herta Muller Heru Kurniawan Hesti Sartika Hilmi Abedillah Hudan Hidayat IAI TABAH Ibnu Wahyudi Idrus Efendi Ignas Kleden Iis Narahmalia Imam Jazuli Imam Nawawi Imamuddin SA Iman Budhi Santosa Imron Tohari Indra Intisa Indra Tjahyadi Indra Tranggono Inung As Irfan Afifi Irwan Kelana Isbedy Stiawan Z.S. Iwan Simatupang Jafar Fakhrurozi Jajang R Kawentar Jalaluddin Rakhmat Jawa dan Islam JJ. Kusni Jo Batara Surya Joni Ariadinata Jordaidan Rizsyah Jual Buku Paket Hemat Jurnalisme Sastra K.H. Ma'ruf Amin Kadek Suartaya Kadjie MM Kalis Mardiasih Kanti W. Janis Karang Taruna Kedungrejo Katrin Bandel Kedai Kopi Sastra Kedung Darma Romansha Kedungrejo Muncar Banyuwangi Kemah Budaya Panturan (KBP) Kembulan KetemuBuku Jombang KH. M. Najib Muhammad KH. Muhammad Amin (1910-1949) Khairul Mufid Jr Khawas Auskarni Ki Ompong Sudarsono Kitab Arbain Nawawi Kitab Kelamin Kompas TV Komplek Gor Kamantren Paciran Lamongan Komunitas Buana Kasih Komunitas Penulis Katolik Deo Gratias Komunitas Perupa Lamongan (KOSPELA) Komunitas Sastra dan Teater Lamongan Komunitas Sastra Ilalang Indonesia (KSII) Komunitas Selapan Sastra Kopi Bubuk Mbok Djum Kostela KPRI IKMAL Lamongan Kritik Sastra Kumpulan Cerita Buntak Kuswaidi Syafi’ie L Ridwan Muljosudarmo L.K. Ara Lagu Laksmi Shitaresmi Lan Fang Launching Buku Launching dan Bedah Buku Lawi Ibung Linda S Priyatna Literasi Liza Wahyuninto Lona Olavia Lukisan Lukman Santoso Az M. Faizi M. Lutfi M. Raudah Jambak M.D. Atmaja Maduretna Menali Mahendra Cipta Mahmud Jauhari Ali Mahwi Air Tawar Maimun Zubair Maiyah Banyuwangi Malkan Junaidi Maman S. Mahayana Manneke Budiman Maratushsholihah Mardi Luhung Marhalim Zaini Maria Magdalena Bhoernomo Mariana Sitohang Mario Vargas Llosa Marsel Robot Mas Garendi Mashuri Massayu Masuki M. Astro Max Arifin Media Seputar Indonesia Mei Anjar Wintolo Melukis Membongkar Mitos Kesusastraan Indonesia Menggalang Dana Amal MG. Sungatno Mianto Nugroho Agung Mien Uno Miftachur Rozak Mihar Harahap Mochtar Lubis Moh. Husen Moh. Jauhar al-Hakimi Moh. Syafari Firdaus Mohamad Sobary Mohammad Rokib Mohammad Wildan Motinggo Busye Muafiqul Khalid MD Muhammad Al-Fayyadl Muhammad Alfatih Suryadilaga Muhammad Alimudin Muhammad Anta Kusuma Muhammad Marzuki Muhammad Muhibbuddin Muhammad N. Hassan Muhammad Subarkah Muhammad Yasir Muhammad Yunus Muhidin M. Dahlan Mukhsin Amar Mulyosari Banyuurip Ujung Pangkah Gresik Munawir Aziz Mutia Sukma N. Syamsuddin CH. Haesy Naskah Teater Ndix Endik Nenden Lilis A Nezar Patria Ni Made Purnama Sari Ninin Damayanti NKRI Nur Taufik Nurel Javissyarqi Nurul Komariyah Obrolan Orasi Budaya Akhir Tahun 2018 Orhan Pamuk Pagelaran Musim Tandur Palestina Palupi Panca Astuti Pameran Lukisan Parimono V / 40 Plandi Jombang Pawon Seni PDS H.B. Jassin Pekan Literasi Lamongan Pelukis Tarmuzie Pendhapa Art Space Pendidikan Penerbit Pelangi Sastra Pengajian Pipiet Senja Politik Pondok Pesantren Mamba'ul Ma'arif Denanyar Jombang Pramoedya Ananta Toer Presiden Jokowi Proses Kreatif Puisi Puisi Menolak Korupsi (PMK) Pungkit Wijaya Pusat Studi Budaya Banyuwangi (PSBB) Pustaka LaBRAK Putu Fajar Arcana R Giryadi R. Ng. Ronggowarsito Radhar Panca Dahana Raedu Basha Rakai Lukman Rakhmat Nur Hakim Rani R. Moediarta Raudal Tanjung Banua Raudlotul Immaroh Reiny Dwinanda Remy Syaldo Remy Sylado Rendy Adrikni Sadikin Resensi Reuni dan Halal Bihalal Mts Putra-Putri Simo 1991-1992 Ribut Wijoto Ridwan Munawwar Galuh Riki Antoni Riki Dhamparan Putra Rimbun Natamarga Rinto Andriono Robin Al Kautsar Rodli TL Rofiqi Hasan Romel Masykuri Nur Arifin Ronny Agustinus Rosi Rosihan Anwar Rosmawaty Harahap Roy Kusuma Rumah Budaya Pantura (RBP) Rx King Motor S. Jai S.W. Teofani Sabrank Suparno Sahaya Santayana Sainul Hermawan Sajak Salman Faris Sandiaga Uno Sanggar Lukis Alam Sanggar Pasir Sanggar Rumah Ilalang Sanusi Pane Sapardi Djoko Damono Saripuddin Lubis Sasti Gotama Saut Situmorang Saya Sayyid Muhammad Hadi Assegaf Sejarah Sekolah Literasi Gratis (SLG) SelaSAstra Boenga Ketjil Seni Gumira Ajidarma Seni Rupa Seno Joko Suyono Setia Budhi Shiny.ane el’poesya Shofa As-Syadzili Sholihul Huda Shulhan Hadi Sihar Ramses Simatupang Siti Aisyatul Adawiyah Siwi Dwi Saputro Soediro Satoto Soeparno S. Adhy Soesilo Toer Soetanto Soepiadhy Sofyan RH. Zaid Sosiawan Leak Sri Wintala Achmad STKIP PGRI Ponorogo Subagio Sastrowardoyo Suminto A. Sayuti Sunardian Wirodono Sunlie Thomas Alexander Sunoto Sunu Wasono Sunudyantoro Suryanto Sastroatmodjo Susianna Sutan Iwan Soekri Munaf Sutardji Calzoum Bachri Sutejo Syahrudin Attar Syaifuddin Gani Syaikh Prof. Dr. dr. Yusri Abdul Jabbar al-Hasani Asyadzili Syaikh Yusri al-Hasani Al Azhari Taman Ismail Marzuki Taufiq Wr. Hidayat Teater Ilat Teguh Afandi Temu Penyair Timur Jawa Tengsoe Tjahjono Tere Liye Toko Buku PUstaka puJAngga Lamongan Tri Wahono TS Pinang Tsani Fanie Tulus S Udo Z. Karzi Umar Kayam Umbu Landu Paranggi Umi Kulsum Universitas Jember Untung Wahyudi Uwell's King Shop Uwell's Setiawan Virdika Rizky Utama W.S. Rendra Wage Daksinarga Wahyu Aji Wawan Eko Yulianto Wawancara Wayan Sunarta Widie Nurmahmudy Yanuar Widodo Yanusa Nugroho Yerusalem Yetti A. KA Yohanes Padmo Adi Nugroho Yohanes Sehandi Yoks Kalachakra Yonathan Rahardjo Yuditeha Yusri Fajar Yuval Noah Harari Zainal Arifin Thoha Zehan Zareez Zuhdi Swt Zulfikar Akbar