LEMBAR ISLAM TURUNNYA HUJAN

Muhammad Anta Kusuma

Ini adalah agama yang mudah sekaligus “susah” (baca: ya mudah). Mudah sejak awal: cukup mengucapkan kalimat “La Ilaha Illallah Muhammad Rasulullah”, maka telah islamlah seseorang atau jika Anda terlahir dari orang tua yang muslim, maka muslimlah Anda. Yang “susah”—baca seperti di atas—adalah ketika Anda masuk ke dalam ranah Iman dan Ihsan yang mana diperlukan pengetahuan yang lebih lanjut untuk memahami dan mempraktekkannya selain diperlukannya penyerahan diri kepada-Nya yang telah memberi manusia modal akal sehat dan hal-hal selainnya. Tapi, bukankah yang terakhir ini, yang memerlukan pemikiran lebih lanjut adalah konsekuensi logis kita sebagai makhluk yang bisa berpikir?

Saya tak mengatakan jika orang yang hanya bermodal keyakinan (jika memang keyakinan itu bisa dipisahkan dengan pengetahuan) itu otomatis tak berpengetahuan. Tidak. Rasanya tidak mungkin orang yang berkeyakinan itu tidak menggunakan pengetahuan. Sederhananya, bagaimana mungkin orang bisa berkeyakinan tanpa mempunyai pengetahuan? Tidak mungkin. Yang mungkin adalah, setiap orang mempunyai perbedaan dalam menyerap pengetahuan. Ini adalah hal yang lumrah, sejumlah bedanya jumlah air hujan yang turun di satu daerah dengan daerah yang lain.

Lantas, apakah kita cukup berhenti dengan pengetahuan yang ada? Ini adalah pertanyaan yang bodoh, sebodoh pertanyaan “cukupkah aku mencintaimu hanya dengan mengucapkan aku cinta padamu?” atau seperti pertanyaan bodoh lainnya “cukupkah aku menghirup udara sekali hirupan saja dari mulai lahir sampai umur yang sudah lebih dari 35 tahun ini?” Orang yang paling bodoh di dunia ini sekalipun tentu akan menjawab: tidak!

Tentu "tidak!" Bagaimana mungkin akal pikiran kita tak mengalami perubahan, sementara ia terhubung dengan tubuh materi yang terikat dengan hukum perubahan demi keberlangsungan hidup itu sendiri. Tinggal kita kemudian memilih, perubahan seperti apa yang kita inginkan—yang menuju kepada kebaikan dan pencapaian pengetahuan akan kebenaran ataukah sebaliknya.
Akan, akan, semua akan berubah, bahkan jika kita tak menginginkannya sekalipun!

Islam, Iman, Ihsan adalah tiga hal yang saling berkaitan. Di setiap bagiannya, ada pengetahuan sebagai tumpuan, baik itu pengetahuan yang berhubungan dengan muasal kehidupan, kehidupan yang sekarang, dan kehidupan yang akan datang. Layaknya sebuah pengetahuan, adalah wajar jika ia mengalami goncangan. Namanya saja kehidupan. Ia akan terus bergerak sampai waktu yang telah ditentukan.

Semoga kita semua menjadi orang-orang yang terus bergerak ke arah kebaikan, ke arah kebenaran, ke arah yang sejatinya dicari semua orang dari zaman leluhur kita dulu sampai zaman sekian-sekian.

Dan semoga tulisan yang sederhana ini bisa menjadi kado ultah yang agak telat untuk diri saya sendiri, selain tentu saja ucapan yang telah diberikan teman-teman, keluarga, dan juga mantan.

Yogyakarta, 17 Januari 2020.