Djoko Saryono *
/1/
Tak pelak, sudah beribu tahun, bidang agama, filsafat, ilmu dan teknologi, pendidikan, dan lain-lain menjadikan manusia dan kemanusiaan menjadi aksis [poros] ajaran, pemikiran, pengajaran, pengkajian, dan perekayasaan. Sejak semula kehadiran agama-agama memang bagi manusia, bukan bagi Tuhan, sehingga ajaran dan pemikiran agama-agama selalu berporos manusia dan kemanusiaan. Agama-agama sarat atau penuh dengan pesan-pesan universal bagi kemanusiaan.
Demikian juga filsafat [terlebih-lebih filsafat manusia dan etika!] telah menjadikan manusia dan kemanusiaan sebagai subjek pemikiran semenjak berabad-abad Sebelum Masehi meskipun alam semesta juga memukau para pemikir atau filsuf. Misalnya, jauh sebelum abad Masehi, pemikiran bangsa Sumeria, Mesir, Persia, Cina, India, dan Yunani berpusat pada manusia dan kemanusiaan sehingga sosok ideal manusia dan kemanusiaan terumuskan atau tergambarkan dalam khazanah pemikiran berbagai bangsa tersebut.
Lebih lanjut, ilmu menjadikan manusia dan kemanusiaan sebagai fokus, sasaran, objek, dan atau tujuan pemikiran, pengkajian, dan perekayasaan. Pemikiran, pengkajian, dan perekayasaan ilmu-ilmu kealaman, ilmu-ilmu kemasyarakatan, dan ilmu-ilmu kebudayaan [dalam perspektif Weberian atau Habermasian] selalu dihajatkan dan diabdikan bagi manusia dan kemanusiaan: memahami dan memudahkan kehidupan manusia di samping memartabatkan dan memuliakan manusia. Perekayasaan teknologi juga diniatkan dan dihajatkan bagi tercapainya harkat dan martabat manusia. Bahkan pendidikan dihajatkan untuk humanisasi, pembentukan manusia sebagai manusia.
Semua itu menunjukkan bahwa sejak dahulu kala manusia dan kemanusiaan telah menjadi titik tolak, poros, pusat, dan atau sasaran ajaran dan pemikiran agama, pemikiran dan pengkajian filsafat dan ilmu, perekayasaan teknologi dan pendidikan, dan lain-lain. Seiring dengan itu, patah-tumbuh dan layu-berkembang berbagai perspektif, sudut pandang, dan atau corak pandangan, bahkan ajaran-ajaran untuk melihat sekaligus menempatkan manusia dan kemanusiaan dalam bingkai keagamaan, kebudayaan, dan kemasyarakatan serta kealaman.
Sebagai contoh, perspektif teologis atau religius dan filosofis sering memiliki perbedaan ajaran, pemikiran, dan parameter manusia dan kemanusiaan yang diharapkan; meskipun sering pula seiring. Demikian juga sudut pandang filosofis dan ilmiah sering berbeda dalam melihat, menempatkan, dan merumuskan manusia dan kemanusiaan. Lebih lanjut, corak pandangan keagamaan, kefilsafatan, dan keilmuan sering berbeda dan kadang-kadang sama dalam menempatkan dan menggambarkan sosok manusia dan kemanusiaan terutama idealitas manusia dan kemanusiaan. Misalnya, corak pandangan pra-humanisme, humanisme, transhumanisme, dan posthumanisme berbeda dalam melihat, menempatkan, dan menyosokkan manusia dan kemanusiaan. Demikian juga humanisme ateis atau sekular dengan humanisme teistik atau teologis memiliki corak pandangan berbeda-beda: humanisme ateis atau sekular mengedepankan dan membela kemanusiaan tanpa agama yang sayangnya sekaligus terjebak dalam kemanusiaan tanpa manusia [karena Tuhan telah disingkirkan]; namun humanisme teologis atau teistik yang mengedepankan dan menjunjung kemanusiaan dengan kehadiran Tuhan kadang-kadang terjebak pada kemanusiaan tanpa manusia [karena dihilangkan eksistensi dan otonominya].
Tidak mengherankan, hingga sekarang telah tersedia demikian banyak atau beraneka ragam ajaran, pemikiran, dan praksis tentang manusia dan kemanusiaan dalam kehidupan manusia. Di antara demikian banyak atau aneka ragam ajaran, pemikiran, dan praksis tentang manusia dan kemanusiaan tersebut, adakah benang merah yang diterima oleh semua ajaran, pemikiran, dan praksis kemanusiaan?; adakah kemanusiaan universal?; adakah nilai-nilai universal kemanusiaan di antara berbagai struktur, sistem, dan sumber nilai kemanusiaan?
Catatan pendek ini memosisikan diri pada pandangan atau pikiran bahwa ada benang merah atau saripati universal tentang substansi dan keberadaan manusia sekalipun bersumber dari bermacam-macam agama, paham filsafat, corak ilmu, dan kebajikan personal, yaitu bahwa pada dasarnya manusia itu bermartabat, luhur, mulia, dan agung. Dengan perkataan lain, berbagai ajaran, pemikiran, dan praksis tentang manusia dan kemanusiaan mempercayai bahwa ada martabat, keluhuran, kemuliaan, dan keagungan manusia sehingga pada dasarnya kemanusiaan bersangkutan dengan pikiran, perasaan, dan tindakan yang membuat martabat, keluhuran, kemuliaan, dan keagungan manusia tetap terjaga dan berkembang; jangan sampai manusia berada dalam kondisi animalitas [kebinatangan], apalagi kebendaan [bagai robot dan mesin].
Lebih lanjut, hal tersebut mengimplikasikan bahwa ada nilai-nilai kemanusiaan yang universal atau kemanusiaan universal yang melampaui segala lokalitas [kebudayaan lokal, kearifan lokal, ras dan etnis, ideologi, dan lain-lain] sekalipun bersumberkan macam-macam ajaran agama, paham filsafat, corak ilmu, dan kebajikan personal. Sekalipun memiliki perbedaan sistem, struktur, dan relasi nilai kemanusiaan dalam berbagai kebudayaan dan peradaban, keuniversalan nilai kemanusiaan telah dikemukakan oleh banyak pihak, di antaranya adalah Amstrong (2012), Crisp (2007), Nasr (2002), Steiner (2004), dan Hardiman (2012).
/2/
Taksonomi atau klasifikasi nilai-nilai kemanusiaan yang dipandang universal telah dikemukakan berbagai ahli atau bermacam pihak. Dalam Compassion: 12 Langkah Menuju Hidup Berbelas Kasih (2012), Amstrong menyatakan ada 12 (dua belas) nilai kemanusiaan yang menjadi kaidah emas kehidupan berbelas kasih, yaitu (a) mampu berbelas kasih, (b) mampu melihat dunia sendiri, (c) mampu berbelas kasih pada diri sendiri, (d) mampu berempati, (e) mampu memberi perhatian penuh, (f) mampu bertindak positif, (g) menyadari betapa sedikit pengetahuan kita, (h) mampu berbicara penuh kasih dengan sesama, (i) mampu peduli untuk semua, (j) memiliki pengetahuan berguna bagi sesama, (k) mampu membuat pengakuan, dan (l) mampu mencintai musuh.
Sementara itu, dalam The Heart of Islam: Enduring Values for Humanity (2002), Hossein Nasr menyatakan bahwa nilai-nilai kemanusiaan yang menjadi pesan universal Islam adalah (i) kasih sayang dan rahmat, (ii) cinta, (iii) kedamaian, (iv) keindahan, (v) keadilan, dan (vi) tanggung jawab. Dalam pada itu, Schwartz dalam Basic Human Values (2006) mengemukakan bahwa nilai dasar universal kemanusiaan meliputi (i) kendali-diri, (ii) stimulasi, (iii) hedonisme, (iv) prestasi, (v) kuasa sosial, (vi) keamanan bersama, (vii) konformitas, (viii) tradisi, (ix) penuh tolong-menolong, dan (x) universalisme. Sekolah Togoolawa menggolongkan nilai kemanusiaan universal menjadi (i) cinta, (ii) kebenaran, (iii) kedamaian, (iv) aturan hak-hak, dan (v) tanpa kekerasan.
Selanjutnya, dalam konteks pluralisme dan multikulturalisme, banyak pihak terutama para pakar menyatakan bahwa toleransi [tenggang rasa] dan kesetaraan merupakan nilai yang menjadi sumbu kelangsungan pluralisme dan multikulturalisme. Lebih jauh, dalam konteks humanisme berlandasakan Islam, Gus Dur menekankan nilai ketauhidan, keselamatan bersama, dan kebebasan bersendi ketuhanan sebagai nilai dasar martabat manusia. Berbagai taksonomi tersebut menunjukkan bahwa sekalipun diakui dan disepakati ada nilai-nilai kemanusiaan yang bersifat universal, cakupan nilai-nilai kemanusiaan di antara berbagai taksonomi berbeda-beda.
Sejarah kehidupan dan kebudayaan manusia memberitahukan bahwa gagasan, pemikiran, dan praksis kemanusiaan sebagai poros martabat, kemuliaan, dan atau keagungan manusia tidak serta-merta atau tidak otomatis menciptakan manusia bermartabat, mulia, dan agung; dan tidak serta-merta mewujudkan rupa kemanusiaan yang diharapkan atau dicitakan. Sebagaimana dikemukakan oleh Hardiman (2012), kesadaran, gagasan, pemikiran, dan praksis kemanusiaan justru menimbulkan kemanusiaan tanpa Tuhan dan atau kemanusiaan tanpa manusia.
Tindakan dan atau usaha berbagai pihak atau pelbagai kelompok menegakkan kemanusiaan justru mengakibatkan mati surinya kemanusiaan atau hancurnya kemanusiaan. Ateisme, puritanisme, kolonialisme, totalitarianisme, dan terorisme alih-alih mampu mewujudkan martabat dan keagungan manusia, malah justru mendehumanisasi manusia. Hal itu menunjukkan bahwa tindakan dan usaha mewujudkan martabat, keluhuran, kemuliaan, dan keagungan manusia sebagai representasi kemanusiaan telah menempuh jalan terjal yang penuh persoalan, bahaya, ancaman, dan atau tantangan.
Sekarang dan lebih-lebih pada masa akan datang persoalan, bahaya, ancaman, dan atau tantangan terhadap manusia dan kemanusiaan semakin mengentarkan, bahkan mengerikan. Sekarang bukan hanya dehumanisasi dan robotisasi [mesin-isasi] manusia mengancam kehidupan manusia, melainkan juga kelangsungan dan keberlanjutan kehidupan manusia berada dalam bahaya, ancaman, dan atau tantangan luar biasa. Tragedi kemanusiaan yang menggentarkan manusia makin masif terjadi di berbagai belahan dunia, misalnya di Semenanjung Balkan, Timur Tengah, dan bahkan di beberapa daerah negeri kita. Kejahatan kemanusiaan juga makin kerap menampar hati manusia. Bencana-bencana alam dan sosial juga kian mendera umat manusia di bumi kita.
Pada satu sisi hal tersebut disebabkan oleh keterbelakangan hidup manusia, kebodohan akal manusia, kesempitan pikiran manusia, dan ketertutupan nurani manusia. Namun pada sisi lain hal tersebut diakibatkan oleh kemajuan-kemajuan ilmu dan teknologi yang dicapai oleh manusia dan hasrat homo homini lupus manusia. Tidak mengherankan, sekarang kemanusiaan dalam bahaya, ancaman, dan tantangan sehingga diperlukan pembelaan dan perlindungan kemanusiaan pada satu sisi dan pada sisi lain diperlukan pengembangan kemanusiaan. Menurut Hardiman (2012), kini saatnya manusia membela kembali kemanusiaan. Kata Gus Gur (2013), manusia harus terus-menerus memperjuangkan terwujudnya kemanusiaan yang diidamkan karena kemanusiaan merupakan manifestasi ketuhanan. Dengan demikian, demi kelangsungan dan keberlanjutan manusia di dunia, sekarang perlu dilakukan penyelematan kemanusiaan.
/3/
Penyelamatan atau pembelaan dan perjuangan terhadap kemanusiaan tersebut perlu dilakukan dengan cara melindungi, menyebarluaskan, menumbuhsuburkan, dan membatinkan nilai-nilai kemanusiaan universal kepada manusia termasuk bangsa Indonesia semenjak dini. Semua lapangan kehidupan manusia menjadi ruang atau arena penyebarluasan dan penumbuhsuburan nilai-nilai kemanusiaan universal. Dalam hubungan ini lapangan pendidikan menjadi ruang atau arena sangat penting bagi penyebarluasan, penumbuhsuburan, dan pembatinan nilai-nilai kemanusiaan agar manusia menjadi manusia [menyandang sifat-sifat manusia, bukan kebinatangan dan kebendaan].
Untuk itu, pendidikan perlu difokuskan sebagai proses pemanusiaan; pendidikan sebagai proses pembebasan manusia dari sifat-sifat bukan manusia; pendidikan sebagai proses penyadaran akan kemanusiaan. Di sinilah perlu dikembangkan pendidikan bertujuan atau bersasaran nilai-nilai kemanusiaan yang boleh saja dilabeli pendidikan humanistik, pendidikan humanis-spiritual, pendidikan humanis-sekular, dan atau pendidikan pascahumanistik (posthumanistic).
Pendidikan bertujuan nilai-nilai kemanusiaan berarti pendidikan yang berhaluan martabat, keluhuran, kemuliaan, dan keagungan manusia. Pendidikan yang bersasaran terciptanya manusia bermartabat, luhur, mulia, dan agung. Proses pendidikan yang menempatkan manusia dan kemanusiaan sebagai sumbu proses pembelajaran, pengajaran, dan pemelajaran. Proses pendidikan yang sanggup menyingkirkan hal yang memerosotkan dan menghancurkan kemanusiaan.
Sudahkah pendidikan kita menjadi pendidikan bertujuan nilai-nilai kemanusiaan dan berhaluan kemanusiaan demikian? Komodifikasi, MacDonaldisasi, robotisasi, dan bermacam-macam bentuk dehumanisasi sekarang sedang terjadi; paling tidak mengepung proses pendidikan nasional kita. Demikian juga, akibat kepanikan moral, moralisasi berlebih-lebihan proses pendidikan nasional kita telah menimbulkan regimentasi dan segregasi manusia Indonesia dan kemanusiaan universal.
Oleh karena itu, sekarang sudah saatnya pendidikan nasional difokuskan kembali pada pendidikan bertujuan nilai-nilai kemanusiaan universal supaya pendidikan nasional kita memiliki kontribusi penting bagi penyelamatan kemanusiaan pada satu sisi dan pada sisi lain mewujudkan manusia Indonesia berkemanusiaan universal. Untuk itu, pendidikan harus dijadikan taman atau kebun pembibitan, penyemaian, penumbuhan, dan penyuburan kemanusiaan.
/4/
Pendidikan sastra Indonesia khususnya pembelajaran sastra Indonesia di jenjang pendidikan pra-sekolah, pendidikan dasar, dan pendidikan menengah sangat strategis sebagai taman atau kebun pembibitan, penyemaian, penumbuhan, dan penyuburan kemanusiaan universal agar para peserta didik menjadi manusia-manusia bermartabat, luhur, mulia, dan agung yang sanggup menjunjung kemanusiaan dan menghormati manusia pada satu pihak dan pada pihak lain mampu menjadikan kemanusiaan universal sebagai pemandu dan penjaga kehidupan bersama. Di sinilah pembelajaran sastra Indonesia dapat menjadi tempat persemaian nilai-nilai kemanusiaan pada satu pihak dan pada pihak lain dapat menjadi proses penyemaian nilai-nilai kemanusiaan sehingga peserta didik memiliki martabat dan keagungan sebagai manusia.
Untuk itu, penting dikembangkan pembelajaran sastra Indonesia berparadigma nilai-nilai kemanusiaan universal. Pengembangan pembelajaran sastra Indonesia berparadigma nilai-nilai kemanusiaan universal dapat ditempuh dengan 2 [dua] cara atau strategi. Pertama, dengan strategi integrasi dan sinergi nilai-nilai kemanusiaan dalam pembelajaran sastra Indonesia seturut dengan kurikulum yang sedang berlaku. Hal tersebut dapat dilakukan secara multidisipliner, transdisipliner, dan interdisipliner. Dalam konteks ini diperlukan reorientasi, reposisi, dan refokus pembelajaran sastra Indonesia. Dikatakan demikian karena pembelajaran sastra Indonesia sekarang kurang jelas orientasi dan posisinya: sebagai wahana pembentukan karakter-moral bangsa, pembentukan sikap keilmuan [ilmiah] atau pembentukan kemampuan berbahasa-bersastra semata? Kedua, dengan strategi redesain, reformulasi, dan restrukturisasi profil pembelajaran sastra Indonesia.
Menurut hemat saya, desain, formula, dan struktur profil pembelajaran sastra Indonesia sekarang kurang menguntungkan untuk menyemaikan nilai-nilai kemanusiaan universal karena terbelenggu atau terhegemoni ambisi membentuk karakter-moral anak-anak bangsa pada satu sisi dan pada sisi lain hasrat membentuk insan ilmiah [yang desain dan modelnya kurang kokoh]. Kompetensi [baik kompetensi inti maupun kompetensi dasar] sastra Indonesia kurang memihak dan memberi ruang sastra Indonesia secara memadai. Bahan ajar berupa sastra Indonesia sulit dikembangkan untuk menyemaikan nilai-nilai kemanusiaan universal. Demikian juga model pembelajaran sastra Indonesia tidak leluasa untuk menyemaikan nilai-nilai kemanusiaan universal.
Di antara dua strategi tersebut, strategi integrasi dan sinergi nilai kemanusiaan lebih mudah dilakukan oleh pelaksana kebijakan pembelajaran sastra Indonesia. Strategi redesain dan reformulasi pembelajaran sastra Indonesia lebih sulit dilakukan karena mengharuskan penyusunan ulang kebijakan kurikulum sastra Indonesia, yang berarti melibatkan para penyusun kebijakan pembelajaran sastra Indonesia. Terlepas dari strategi mana yang menjadi pilihan, agar mampu menjadi tempat persemaian nilai-nilai kemanusiaan, pembelajaran sastra Indonesia harus dijauhkan dari komodifikasi, MacDonaldinasasi, robotisasi, hegemoni, dan formalisme berlebihan dalam proses pendidikan. Pembelajaran sastra Indonesia perlu dijadikan lebih imajinatif dan inspiratif agar peserta didik mampu melakukan refleksi, kontemplasi, dan sublimasi nilai-nilai kemanusiaan, yang selanjutnya sanggup membatinkan nilai-nilai kemanusiaan dalam diri dan hidup peserta didik di dalam masyarakat.
Pembelajaran imajinatif dan inspiratif sastra Indonesia niscaya mampu menyemaikan nilai kemanusiaan universal karena peserta didik berkesempatan melakukan pembatinan dan penjiwaan nilai kemanusiaan yang terepresentasi dalam sastra Indonesia. Sudahkah pembelajaran sastra Indonesia sekarang berlangsung imajinatif dan inspiratif? Tampaknya, imajinasi dan inspirasi kini tersingkirkan oleh [apa yang disebut] pendekatan lain.
____________________
*) Prof. Dr. Djoko Saryono, M.Pd adalah Guru Besar Jurusan Sastra Indonesia di Fakultas Sastra pada kampus UNM (Universitas Negeri Malang). Telah banyak menghasilkan buku, artikel apresiasi sastra, serta budaya. Dan aktif menjadi pembicara utama di berbagai forum ilmiah kesusatraan tingkat Nasional juga Internasional.
http://sastra-indonesia.com/2020/04/nilai-nilai-kemanusiaan-dan-pembelajaran-sastra-indonesia/
Wahyaning wahyu tumelung, tulus tan kena tinegor (wirid hidayat jati, R.Ng. Ronggowarsito)
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
A Anzieb
A. Khoirul Anam
A. Muhaimin Iskandar
A. Mustofa Bisri
A. Qorib Hidayatullah
A. Rodhi Murtadho
A.H. J Khuzaini
A.S Laksana
Aa Sudirman
Abdul Kirno Tanda
Abdurrahman Wahid
Acep Iwan Saidi
Achiar M Permana
Addi Mawahibun Idhom
Adhi Pandoyo
Adi W. Gunawan
Afrion
Afriza Hanifa
Afrizal Malna
Agama Para Bajingan
Aguk Irawan MN
Agung Poku
Agus Buchori
Agus Mulyadi
Agus Noor
Agus R. Sarjono
Agus R. Subagyo
Agus Setiawan
Agus Sulton
Agus Sunyoto
Agus Wahyudi
Agusri Junaidi
AH J Khuzaini
Ahmad Baso
Ahmad Dahri
Ahmad Farid Yahya
Ahmad Muchlish Amrin
Ahmad Munjin
Ahmad Naufel
Ahmad Rifa’i Rif’an
Ahmad Syauqi Sumbawi
Ahmad Tohari
Ahmad Yulden Erwin
Ahmad Zaini
Ahmadul Faqih Mahfudz
Ahmadun Yosi Herfanda
Akhlis Purnomo
Akhmad Sekhu
Akhmad Taufiq
Akhudiat
Albert Camus
Alfathri Adlin
Alfian Dippahatang
Ali Audah
Alim Bakhtiar
Alimuddin
Amelia Rachman
Amie Williams
Amien Kamil
Amien Wangsitalaja
Aming Aminoedhin
An. Ismanto
Andhi Setyo Wibowo
Andik Suprihartono
Andri Awan
Anindita S Thayf
Anjrah Lelono Broto
Antologi Sastra Lamongan
Anton Wahyudi
Anugrah Gio Pratama
Anung Wendyartaka
Aprinus Salam
APSAS (Apresiasi Sastra) Indonesia
Arafat Nur
Ari Welianto
Arief Rachman Hakim
Arif Hidayat
Arif Saifudin Yudistira
Arman A.Z.
Arsyad Indradi
Arti Bumi Intaran
Asarpin
Asep Dudinov Ar
Atafras
Awalludin GD Mualif
Ayu Nuzul
Bahrum Rangkuti
Beni Setia
Benni Setiawan
Benny Benke
Berita
Bernando J. Sujibto
Binhad Nurrohmat
Bonardo Maulana Wahono
Bre Redana
Budi Darma
Budiman Hakim
Buku
Bung Hatta
Bustan Basir Maras
Butet Kertaredjasa
Candrakirana
Capres Cawapres 2019
Catatan
Cerpen
Chairil Anwar
CNN Indonesia
Coronavirus
COVID-19
Cunong N. Suraja
D. Zawawi Imron
Dadang Ari Murtono
Dahlan Iskan
Dahlan Kong
Damiri Mahmud
Danarto
Daniel Dhakidae
Deni Jazuli
Denny JA
Denny Mizhar
Dessy Wahyuni
Dewi Satika
Dian R. Basuki
Dian Sukarno
Dian Tri Lestari
Dien Makmur
Din Saja
Dinas Perpustakaan Daerah Lamongan
Diponegoro
Djoko Pitono
Djoko Saryono
Doddi Ahmad Fauji
Doddy Hidayatullah
Dodit Setiawan Santoso
Dody Yan Masfa
Donny Anggoro
Donny Darmawan
Doris Lessing
Dr. Hilma Rosyida Ahmad
Dwi Pranoto
Dyah Ayu Fitriana
Edisi Khusus
Edy A Effendi
Egidius Patnistik
Eka Budianta
Eka Kurniawan
Eko Hendri Saiful
Eko Prasetyo
Eko Tunas
Ekwan Wiratno
el-Ha Abdillah
Enny Arrow
Erdogan
Esai
Esthi Maharani
Estiana Arifin
Evi Melyati
F. Budi Hardiman
F. Rahardi
Fahmi Faqih
Fahri Salam
Faisal Kamandobat
Farah Noersativa
Fatah Anshori
Fatah Yasin Noor
Feby Indirani
Felix K. Nesi
Festival Gugur Gunung
Forum Santri Nasional
Frischa Aswarini
Fuad Mardhatillah UY Tiba
Fuad Nawawi
Galeri Sonobudoyo
Galuh Tulus Utama
Gampang Prawoto
Geger Riyanto
Geguritan
Goenawan Mohammad
Gola Gong
Grathia Pitaloka
Gugun el-Guyanie
Gus Ahmad Syauqi
Gus Dur
Gusti Eka
Habib Syech bin Abdul Qodir Assegaf
Halim HD
Hamdy Salad
Hamid Jabbar
Hamka
Hamzah al-Fansuri
Hari Puisi Indonesia (HPI)
Harris Maulana
Hasan Basri
Hasnan Bachtiar
Herry Fitriadi
Herta Muller
Heru Kurniawan
Hesti Sartika
Hilmi Abedillah
Hudan Hidayat
IAI TABAH
Ibnu Wahyudi
Idrus Efendi
Ignas Kleden
Iis Narahmalia
Imam Jazuli
Imam Nawawi
Imamuddin SA
Iman Budhi Santosa
Imron Tohari
Indra Intisa
Indra Tjahyadi
Indra Tranggono
Inung As
Irfan Afifi
Irwan Kelana
Isbedy Stiawan Z.S.
Iwan Simatupang
Jafar Fakhrurozi
Jajang R Kawentar
Jalaluddin Rakhmat
Jawa dan Islam
JJ. Kusni
Jo Batara Surya
Joni Ariadinata
Jordaidan Rizsyah
Jual Buku Paket Hemat
Jurnalisme Sastra
K.H. Ma'ruf Amin
Kadek Suartaya
Kadjie MM
Kalis Mardiasih
Kanti W. Janis
Karang Taruna Kedungrejo
Katrin Bandel
Kedai Kopi Sastra
Kedung Darma Romansha
Kedungrejo Muncar Banyuwangi
Kemah Budaya Panturan (KBP)
Kembulan
KetemuBuku Jombang
KH. M. Najib Muhammad
KH. Muhammad Amin (1910-1949)
Khairul Mufid Jr
Khawas Auskarni
Ki Ompong Sudarsono
Kitab Arbain Nawawi
Kitab Kelamin
Kompas TV
Komplek Gor Kamantren Paciran Lamongan
Komunitas Buana Kasih
Komunitas Penulis Katolik Deo Gratias
Komunitas Perupa Lamongan (KOSPELA)
Komunitas Sastra dan Teater Lamongan
Komunitas Sastra Ilalang Indonesia (KSII)
Komunitas Selapan Sastra
Kopi Bubuk Mbok Djum
Kostela
KPRI IKMAL Lamongan
Kritik Sastra
Kumpulan Cerita Buntak
Kuswaidi Syafi’ie
L Ridwan Muljosudarmo
L.K. Ara
Lagu
Laksmi Shitaresmi
Lan Fang
Launching Buku
Launching dan Bedah Buku
Lawi Ibung
Linda S Priyatna
Literasi
Liza Wahyuninto
Lona Olavia
Lukisan
Lukman Santoso Az
M. Faizi
M. Lutfi
M. Raudah Jambak
M.D. Atmaja
Maduretna Menali
Mahendra Cipta
Mahmud Jauhari Ali
Mahwi Air Tawar
Maimun Zubair
Maiyah Banyuwangi
Malkan Junaidi
Maman S. Mahayana
Manneke Budiman
Maratushsholihah
Mardi Luhung
Marhalim Zaini
Maria Magdalena Bhoernomo
Mariana Sitohang
Mario Vargas Llosa
Marsel Robot
Mas Garendi
Mashuri
Massayu
Masuki M. Astro
Max Arifin
Media Seputar Indonesia
Mei Anjar Wintolo
Melukis
Membongkar Mitos Kesusastraan Indonesia
Menggalang Dana Amal
MG. Sungatno
Mianto Nugroho Agung
Mien Uno
Miftachur Rozak
Mihar Harahap
Mochtar Lubis
Moh. Husen
Moh. Jauhar al-Hakimi
Moh. Syafari Firdaus
Mohamad Sobary
Mohammad Rokib
Mohammad Wildan
Motinggo Busye
Muafiqul Khalid MD
Muhammad Al-Fayyadl
Muhammad Alfatih Suryadilaga
Muhammad Alimudin
Muhammad Anta Kusuma
Muhammad Marzuki
Muhammad Muhibbuddin
Muhammad N. Hassan
Muhammad Subarkah
Muhammad Yasir
Muhammad Yunus
Muhidin M. Dahlan
Mukhsin Amar
Mulyosari Banyuurip Ujung Pangkah Gresik
Munawir Aziz
Mutia Sukma
N. Syamsuddin CH. Haesy
Naskah Teater
Ndix Endik
Nenden Lilis A
Nezar Patria
Ni Made Purnama Sari
Ninin Damayanti
NKRI
Nur Taufik
Nurel Javissyarqi
Nurul Komariyah
Obrolan
Orasi Budaya Akhir Tahun 2018
Orhan Pamuk
Pagelaran Musim Tandur
Palestina
Palupi Panca Astuti
Pameran Lukisan
Parimono V / 40 Plandi Jombang
Pawon Seni
PDS H.B. Jassin
Pekan Literasi Lamongan
Pelukis Tarmuzie
Pendhapa Art Space
Pendidikan
Penerbit Pelangi Sastra
Pengajian
Pipiet Senja
Politik
Pondok Pesantren Mamba'ul Ma'arif Denanyar Jombang
Pramoedya Ananta Toer
Presiden Jokowi
Proses Kreatif
Puisi
Puisi Menolak Korupsi (PMK)
Pungkit Wijaya
Pusat Studi Budaya Banyuwangi (PSBB)
Pustaka LaBRAK
Putu Fajar Arcana
R Giryadi
R. Ng. Ronggowarsito
Radhar Panca Dahana
Raedu Basha
Rakai Lukman
Rakhmat Nur Hakim
Rani R. Moediarta
Raudal Tanjung Banua
Raudlotul Immaroh
Reiny Dwinanda
Remy Syaldo
Remy Sylado
Rendy Adrikni Sadikin
Resensi
Reuni dan Halal Bihalal Mts Putra-Putri Simo 1991-1992
Ribut Wijoto
Ridwan Munawwar Galuh
Riki Antoni
Riki Dhamparan Putra
Rimbun Natamarga
Rinto Andriono
Robin Al Kautsar
Rodli TL
Rofiqi Hasan
Romel Masykuri Nur Arifin
Ronny Agustinus
Rosi
Rosihan Anwar
Rosmawaty Harahap
Roy Kusuma
Rumah Budaya Pantura (RBP)
Rx King Motor
S. Jai
S.W. Teofani
Sabrank Suparno
Sahaya Santayana
Sainul Hermawan
Sajak
Salman Faris
Sandiaga Uno
Sanggar Lukis Alam
Sanggar Pasir
Sanggar Rumah Ilalang
Sanusi Pane
Sapardi Djoko Damono
Saripuddin Lubis
Sasti Gotama
Saut Situmorang
Saya
Sayyid Muhammad Hadi Assegaf
Sejarah
Sekolah Literasi Gratis (SLG)
SelaSAstra Boenga Ketjil
Seni Gumira Ajidarma
Seni Rupa
Seno Joko Suyono
Setia Budhi
Shiny.ane el’poesya
Shofa As-Syadzili
Sholihul Huda
Shulhan Hadi
Sihar Ramses Simatupang
Siti Aisyatul Adawiyah
Siwi Dwi Saputro
Soediro Satoto
Soeparno S. Adhy
Soesilo Toer
Soetanto Soepiadhy
Sofyan RH. Zaid
Sosiawan Leak
Sri Wintala Achmad
STKIP PGRI Ponorogo
Subagio Sastrowardoyo
Suminto A. Sayuti
Sunardian Wirodono
Sunlie Thomas Alexander
Sunoto
Sunu Wasono
Sunudyantoro
Suryanto Sastroatmodjo
Susianna
Sutan Iwan Soekri Munaf
Sutardji Calzoum Bachri
Sutejo
Syahrudin Attar
Syaifuddin Gani
Syaikh Prof. Dr. dr. Yusri Abdul Jabbar al-Hasani Asyadzili
Syaikh Yusri al-Hasani Al Azhari
Taman Ismail Marzuki
Taufiq Wr. Hidayat
Teater Ilat
Teguh Afandi
Temu Penyair Timur Jawa
Tengsoe Tjahjono
Tere Liye
Toko Buku PUstaka puJAngga Lamongan
Tri Wahono
TS Pinang
Tsani Fanie
Tulus S
Udo Z. Karzi
Umar Kayam
Umbu Landu Paranggi
Umi Kulsum
Universitas Jember
Untung Wahyudi
Uwell's King Shop
Uwell's Setiawan
Virdika Rizky Utama
W.S. Rendra
Wage Daksinarga
Wahyu Aji
Wawan Eko Yulianto
Wawancara
Wayan Sunarta
Widie Nurmahmudy
Yanuar Widodo
Yanusa Nugroho
Yerusalem
Yetti A. KA
Yohanes Padmo Adi Nugroho
Yohanes Sehandi
Yoks Kalachakra
Yonathan Rahardjo
Yuditeha
Yusri Fajar
Yuval Noah Harari
Zainal Arifin Thoha
Zehan Zareez
Zuhdi Swt
Zulfikar Akbar
Tidak ada komentar:
Posting Komentar