Selasa, 09 Juni 2020

Persetujuan Penuh atas Interupsi Fransiscus Budi Hardiman


Yang Menginterupsi Goenawan Mohammad dan A.S Laksana
Imam Nawawi *

Tanpa perlu basabasi lagi, saya, Imam Nawawi, santri dari Madura, menyatakan tertarik dengan tiga persoalan yang ditawarkan oleh F. Budi Hardiman. Pernyataan “agama dan sains kerap dihadap-hadapkan. Itu tidak realistis” itu benar adanya, dan secara historis, sejarah perkembangan agama saya, Islam, adalah kolaborasi penuh antara agama dan sains. Siapa yang mau menolak aliran teologi Asy’arian, pengikut Abul Hasan al-Asy’ari, sangat lengket dengan atomisme?

Jika dunia Barat, Yunani kuno, mengembangkan konsep atom, atomos, lalu abad 18, Antoine Lavoisier (1789) menjadikannya tema sentral sains. Di dunia Islam, filsafat atomisme ini mengental dalam  kitab-kitab Asy’ari, salah satunya Maqalat Islamiyin. Pembahasan tentang ruang, materi, gerak, energi penciptaan, dalam hubungannya dengan bangunan teologi masing-masing sekte Islam, tersaji rapi dalam jilid 1.

Pada jilid 2, penekanan pada materi, gerak, a’radh (makna yang dibangun di atas materi dan gerak) membuka pembahasan. Mendekati penutup, Imam al-Asy’ari membahas kekuasaan Tuhan dalam menciptakan satu materi yang tidak terbagi lagi (atomos) itu tadi. Saya hanya menghadirkan satu contoh kecil saja, untuk mengafirmasi F. Budi Hardiman bahwa agama dan sains tidak realistis dipertentangkan bukan saja secara sejarah melainkan keimanan teologis umat beragama (muslim) hingga hari ini masih dipijak di atas pemahaman akan sains (saintisme).

Hari ini sejauh saya tahu, atomisme tergantikan oleh wacana partikel quark dalam disiplin fisika kuantum. Keterbatasan saya membuat saya belum membaca karya teolog muslim yang menggeser wacana atomisme teologi Asy’ari ke teologi berbasis fisika kuantum ini. Hanya beberapa hari yang lalu, saya memantik teman-teman di lingkungan muslim untuk mengkritik kitab Fususul Hikam karya Ibnu Arabi, yang membangun teologinya di atas teknologi cermin, karena kebetulan perkembangan mutakhir memperkenalkan saya pada aplikasi FaceApp yang lagi viral. Saya pun ingin mengutip kata-kata F. Budi Hardiman itu, “entah, apakah ada yang tertarik.”

Untuk menjawab pertanyaan, “apakah wahyu religius tidak ikut melahirkan sains, sekurang-kurangnya secara tidak langsung,” maka saya jawab: “dalam sekte kami, Ahlus Sunnah wal Jamaah (Aswaja), wahyu religius secara langsung melahirkan sains, dan sains adalah prasyarat mutlak memahami wahyu.” Sekurang-kurangnya, kami memiliki tradisi yang disebut Ulumut Tafsir, Ulumul Hadits, Ushulul Fiqih. Lembaga ilmu pengetahuan, kampus/universitas, mengajarkan semua ini, yakni perkara-perkara sains, sekurang-kurangnya sains sosial-humaniora, dan saya berharap makna sains tidak dipersempit sebatas teknologi. Itu saja.

Kedua, Fransiscus Budi Hardiman mengajukan persoalan ketidakpastian dan kontingensi yang mendapatkan tempat penting dalam sains, yang tujuan utamanya mengurangi kerumitan hidup, kemudian di akhir kalimatnya mengajukan pertanyaan, “mengapa harus berkhidmat pada mereka.” Lagi-lagi untuk menjawabnya, saya perlu merujuk ke dalam tradisi sekte kami, Aswaja, di mana ketidakpastian sains dan kepastian wahyu sama-sama mendapatkan tempat dalam Islam. Kita mempertahankan apa yang disebut Mashadirul Ahkam (sumber-sumber agama). Sumber agama Islam ada dua macam: wahyu (al-Quran dan Hadits) dan sains (Ijma’ dan Qiyas).

Hanya sekte Aswaja atau Sunni yang menerima dua sumber agama tersebut. Sedangkan sekte Mu’tazilah, Syi’ah, dan Dhahiriah menolak sumber terakhir (sains). Mereka yang anti-sains dalam beragama lebih fokus pada sumber wahyu. Jadi, non-Sunni hanya berpegang pada Al-Quran dan Hadits, sedangkan Sunni menambahkannya dengan Ijma’ (konsensus sosial kaum intelektual) dan Qiyas (filsafat analogia).

Menerima sains sebagai sumber agama bukan tanpa konsekuensi. Hanya kaum Sunni saja yang selalu dipaksa berlapang dada untuk menyambut kebaruan-kebaruan pemikiran yang dinamis tanpa akhir itu. Karenanya, ada slogan yang populer di sekte kami, “pintu ijtihad belum tertutup!” Dinamika sains adalah dinamika agama itu sendiri. Tentu saya tidak mau membahas kelompok anti-sains, anti-ijtihad, anti-Qiyas, dan anti-Ijma’. Saya secara pribadi “menghargai” tradisi Imamah dan konsep Maksum di kalangan Syi’ah, misalnya. Walaupun saya “tidak-sepakat.”

Ketiga, Fransiscus Budi Hardiman menduga-duga bahwa “dunia makna tidak dapat didekati oleh sains (ilmu alam) tanpa melibatkan filsafat dan agama.” Saya bukan lagi menduga, tetapi yakin penuh bahwa tanpa filsafat dan agama, sains tidak dapat mendekati dunia makna. Hanya saja, ini keyakinan saya dalam posisi sebagai seorang santri. Santri di sini diartikan seseorang yang memiliki guru, dan sebutan guru di mata santri adalah Kiai. Dan seorang Kiai berbeda pandangan dengan saya. Di sini saya perlu sedikit berkisah tentang pengalaman personal.

Suatu hari saya sedang membaca buku. Tiga hari lamanya, dari Kamis sampai Minggu, tidak keluar rumah kecuali ke kamar mandi dan beli makan di burjo. Saya tinggal di daerah Salakan, Bantul, Yogyakarta. Puncak kesimpulan atas buku bacaan itu, saya wajib meragukan kemampuan manusia mengetahui peristiwa sejarah di masa silam. Buku-buku sejarah apa pun itu, baik ditulis oleh ilmuan Barat maupun muslim Timur, mustahil memberikan informasi akurat. Intinya, saya ragu mengenali Nabi Muhammad saw, dan puncaknya, mustahil saya paham al-Quran, kitab suci saya.

Tepat jam 22.00 wib, saya pergi ke wilayah Cangkringan, Sleman, Yogyakarta. Ada sebuah pondok di lereng tertinggi Gunung Merapi. Di sana Kiai saya mengajar. Setibanya di sana, tanpa sempat uluk salam dan cium tangan kepada sang Kiai, sebagai bagian tradisi umat muslim, semua isi dada saya dibabar habis. Diurai satu persatu. Sampai muncul keringat dingin di kening, dan satu pertanyaan di hati: “bagaimana mungkin jarak terbentang dari Bantul ke Sleman tersingkap begitu saja, bagaimana mungkin seorang manusia biasa mengerti kedalaman hati saya?” Sejak saat itu, saya tidak percaya bahwa ruang dan waktu adalah tabir penghalang manusia mengetahui, bahkan tanpa media ilmiah sekalipun, seperti buku atau informasi apa pun.

Kisah ini tidak untuk mengatakan bahwa agama dan filsafat mampu membantu sains memahami dunia makna, seperti diajukan F. Budi Hardiman. Lebih dari itu, sang Kiai, guru saya itu, mendefinisikan pengetahuannya itu sebagai sains. Ketika saya bertanya, “mengapa sampean bisa tahu semua isi saya?” Ia menjawab, “itu ilmu rasa, semakin kuat rasa, semakin jeli membaca tanda.” Di mata sang Kiai, wajah saya ketika pertama kali datang menghadap kepadanya sudah membawa tanda-tanda yang juga sering dijumpainya dari banyak orang selain saya. Kiai berhasil mengumpulkan tanda-tanda itu, menganalisis, dan menjadikannya sebagai satu rumusan saintifik, mungkin juga proposisi, atau setidaknya hipotesa dalam ilmu sosialnya. Begitulah Kiai itu menjelaskan epistemologinya.
***

Demikian respon saya atas tulisan Fransiscus Budi Hardiman di https://sastra-indonesia.com/2020/06/saintisme-dan-momok-momok-lain/. Selebihnya, saya ingin bersepakat dengan apa yang konon pernah dikatakan Karl Marx, “dunia tidak untuk dipahami semata, tetapi untuk kita ubah.” Memahami dunia itu penting, tetapi mengubahnya juga tidak kalah penting. Namun, dunia mana yang perlu diubah? Di sini saya lebih bersepakat dengan Maulana Jalaluddin Rumi, “orang berilmu ingin mengubah dunia, orang bijaksana mengubah dirinya sendiri.”

Apa perangkat/instrumen mengubah dunia dan diri sendiri? Bagi saya, itulah sains, filsafat, ideologi, agama, dan mitos. Semua itu khazanah peradaban manusia. Dan saya sebagai orang Madura bersepakat dengan nilai hidup manusia Nusantara, “guyub rukun dan gotong royong.” Para pendukung sains tidaklah perlu saling berdebat sesama pendukung sains, apalagi menyalahkan para pendukung filsafat, ideologi, agama dan mitos. Tetapi, apa yang anda bisa, berikanlah untuk menyumbang kemajuan kemanusiaan kita.

Mungkin hari ini sains lebih efektif dan efisien dalam mengatasi pandemi Covid-19, misalnya. Boleh saja besok atau lusa, filsafat harus memimpin di garda terdepan. Besoknya lagi, giliran agama. Besoknya lagi giliran ideologi dan mitos. Tidak ada yang tahu siapa di antara kita yang lebih baik. Untuk apa mencari yang terbaik? Bukankah patungan kebaikan, besar atau kecil, adalah epistemologi yang ampuh? Saya punya apa, anda punya apa, mari kita bersama-sama! Sekali lagi saya ingin mengutip F. Budi Hardiman yang mengatakan, “entah, apakah ada yang tertarik.” Wallahu a’lam bis shawab.

*) Imam Nawawi, santri-humanis Madura.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

A Anzieb A. Khoirul Anam A. Muhaimin Iskandar A. Mustofa Bisri A. Qorib Hidayatullah A. Rodhi Murtadho A.H. J Khuzaini A.S Laksana Aa Sudirman Abdul Kirno Tanda Abdurrahman Wahid Acep Iwan Saidi Achiar M Permana Addi Mawahibun Idhom Adhi Pandoyo Adi W. Gunawan Afrion Afriza Hanifa Afrizal Malna Agama Para Bajingan Aguk Irawan MN Agung Poku Agus Buchori Agus Mulyadi Agus Noor Agus R. Sarjono Agus R. Subagyo Agus Setiawan Agus Sulton Agus Sunyoto Agus Wahyudi Agusri Junaidi AH J Khuzaini Ahmad Baso Ahmad Dahri Ahmad Farid Yahya Ahmad Muchlish Amrin Ahmad Munjin Ahmad Naufel Ahmad Rifa’i Rif’an Ahmad Syauqi Sumbawi Ahmad Tohari Ahmad Yulden Erwin Ahmad Zaini Ahmadul Faqih Mahfudz Ahmadun Yosi Herfanda Akhlis Purnomo Akhmad Sekhu Akhmad Taufiq Akhudiat Albert Camus Alfathri Adlin Alfian Dippahatang Ali Audah Alim Bakhtiar Alimuddin Amelia Rachman Amie Williams Amien Kamil Amien Wangsitalaja Aming Aminoedhin An. Ismanto Andhi Setyo Wibowo Andik Suprihartono Andri Awan Anindita S Thayf Anjrah Lelono Broto Antologi Sastra Lamongan Anton Wahyudi Anugrah Gio Pratama Anung Wendyartaka Aprinus Salam APSAS (Apresiasi Sastra) Indonesia Arafat Nur Ari Welianto Arief Rachman Hakim Arif Hidayat Arif Saifudin Yudistira Arman A.Z. Arsyad Indradi Arti Bumi Intaran Asarpin Asep Dudinov Ar Atafras Awalludin GD Mualif Ayu Nuzul Bahrum Rangkuti Beni Setia Benni Setiawan Benny Benke Berita Bernando J. Sujibto Binhad Nurrohmat Bonardo Maulana Wahono Bre Redana Budi Darma Budiman Hakim Buku Bung Hatta Bustan Basir Maras Butet Kertaredjasa Candrakirana Capres Cawapres 2019 Catatan Cerpen Chairil Anwar CNN Indonesia Coronavirus COVID-19 Cunong N. Suraja D. Zawawi Imron Dadang Ari Murtono Dahlan Iskan Dahlan Kong Damiri Mahmud Danarto Daniel Dhakidae Deni Jazuli Denny JA Denny Mizhar Dessy Wahyuni Dewi Satika Dian R. Basuki Dian Sukarno Dian Tri Lestari Dien Makmur Din Saja Dinas Perpustakaan Daerah Lamongan Diponegoro Djoko Pitono Djoko Saryono Doddi Ahmad Fauji Doddy Hidayatullah Dodit Setiawan Santoso Dody Yan Masfa Donny Anggoro Donny Darmawan Doris Lessing Dr. Hilma Rosyida Ahmad Dwi Pranoto Dyah Ayu Fitriana Edisi Khusus Edy A Effendi Egidius Patnistik Eka Budianta Eka Kurniawan Eko Hendri Saiful Eko Prasetyo Eko Tunas Ekwan Wiratno el-Ha Abdillah Enny Arrow Erdogan Esai Esthi Maharani Estiana Arifin Evi Melyati F. Budi Hardiman F. Rahardi Fahmi Faqih Fahri Salam Faisal Kamandobat Farah Noersativa Fatah Anshori Fatah Yasin Noor Feby Indirani Felix K. Nesi Festival Gugur Gunung Forum Santri Nasional Frischa Aswarini Fuad Mardhatillah UY Tiba Fuad Nawawi Galeri Sonobudoyo Galuh Tulus Utama Gampang Prawoto Geger Riyanto Geguritan Goenawan Mohammad Gola Gong Grathia Pitaloka Gugun el-Guyanie Gus Ahmad Syauqi Gus Dur Gusti Eka Habib Syech bin Abdul Qodir Assegaf Halim HD Hamdy Salad Hamid Jabbar Hamka Hamzah al-Fansuri Hari Puisi Indonesia (HPI) Harris Maulana Hasan Basri Hasnan Bachtiar Herry Fitriadi Herta Muller Heru Kurniawan Hesti Sartika Hilmi Abedillah Hudan Hidayat IAI TABAH Ibnu Wahyudi Idrus Efendi Ignas Kleden Iis Narahmalia Imam Jazuli Imam Nawawi Imamuddin SA Iman Budhi Santosa Imron Tohari Indra Intisa Indra Tjahyadi Indra Tranggono Inung As Irfan Afifi Irwan Kelana Isbedy Stiawan Z.S. Iwan Simatupang Jafar Fakhrurozi Jajang R Kawentar Jalaluddin Rakhmat Jawa dan Islam JJ. Kusni Jo Batara Surya Joni Ariadinata Jordaidan Rizsyah Jual Buku Paket Hemat Jurnalisme Sastra K.H. Ma'ruf Amin Kadek Suartaya Kadjie MM Kalis Mardiasih Kanti W. Janis Karang Taruna Kedungrejo Katrin Bandel Kedai Kopi Sastra Kedung Darma Romansha Kedungrejo Muncar Banyuwangi Kemah Budaya Panturan (KBP) Kembulan KetemuBuku Jombang KH. M. Najib Muhammad KH. Muhammad Amin (1910-1949) Khairul Mufid Jr Khawas Auskarni Ki Ompong Sudarsono Kitab Arbain Nawawi Kitab Kelamin Kompas TV Komplek Gor Kamantren Paciran Lamongan Komunitas Buana Kasih Komunitas Penulis Katolik Deo Gratias Komunitas Perupa Lamongan (KOSPELA) Komunitas Sastra dan Teater Lamongan Komunitas Sastra Ilalang Indonesia (KSII) Komunitas Selapan Sastra Kopi Bubuk Mbok Djum Kostela KPRI IKMAL Lamongan Kritik Sastra Kumpulan Cerita Buntak Kuswaidi Syafi’ie L Ridwan Muljosudarmo L.K. Ara Lagu Laksmi Shitaresmi Lan Fang Launching Buku Launching dan Bedah Buku Lawi Ibung Linda S Priyatna Literasi Liza Wahyuninto Lona Olavia Lukisan Lukman Santoso Az M. Faizi M. Lutfi M. Raudah Jambak M.D. Atmaja Maduretna Menali Mahendra Cipta Mahmud Jauhari Ali Mahwi Air Tawar Maimun Zubair Maiyah Banyuwangi Malkan Junaidi Maman S. Mahayana Manneke Budiman Maratushsholihah Mardi Luhung Marhalim Zaini Maria Magdalena Bhoernomo Mariana Sitohang Mario Vargas Llosa Marsel Robot Mas Garendi Mashuri Massayu Masuki M. Astro Max Arifin Media Seputar Indonesia Mei Anjar Wintolo Melukis Membongkar Mitos Kesusastraan Indonesia Menggalang Dana Amal MG. Sungatno Mianto Nugroho Agung Mien Uno Miftachur Rozak Mihar Harahap Mochtar Lubis Moh. Husen Moh. Jauhar al-Hakimi Moh. Syafari Firdaus Mohamad Sobary Mohammad Rokib Mohammad Wildan Motinggo Busye Muafiqul Khalid MD Muhammad Al-Fayyadl Muhammad Alfatih Suryadilaga Muhammad Alimudin Muhammad Anta Kusuma Muhammad Marzuki Muhammad Muhibbuddin Muhammad N. Hassan Muhammad Subarkah Muhammad Yasir Muhammad Yunus Muhidin M. Dahlan Mukhsin Amar Mulyosari Banyuurip Ujung Pangkah Gresik Munawir Aziz Mutia Sukma N. Syamsuddin CH. Haesy Naskah Teater Ndix Endik Nenden Lilis A Nezar Patria Ni Made Purnama Sari Ninin Damayanti NKRI Nur Taufik Nurel Javissyarqi Nurul Komariyah Obrolan Orasi Budaya Akhir Tahun 2018 Orhan Pamuk Pagelaran Musim Tandur Palestina Palupi Panca Astuti Pameran Lukisan Parimono V / 40 Plandi Jombang Pawon Seni PDS H.B. Jassin Pekan Literasi Lamongan Pelukis Tarmuzie Pendhapa Art Space Pendidikan Penerbit Pelangi Sastra Pengajian Pipiet Senja Politik Pondok Pesantren Mamba'ul Ma'arif Denanyar Jombang Pramoedya Ananta Toer Presiden Jokowi Proses Kreatif Puisi Puisi Menolak Korupsi (PMK) Pungkit Wijaya Pusat Studi Budaya Banyuwangi (PSBB) Pustaka LaBRAK Putu Fajar Arcana R Giryadi R. Ng. Ronggowarsito Radhar Panca Dahana Raedu Basha Rakai Lukman Rakhmat Nur Hakim Rani R. Moediarta Raudal Tanjung Banua Raudlotul Immaroh Reiny Dwinanda Remy Syaldo Remy Sylado Rendy Adrikni Sadikin Resensi Reuni dan Halal Bihalal Mts Putra-Putri Simo 1991-1992 Ribut Wijoto Ridwan Munawwar Galuh Riki Antoni Riki Dhamparan Putra Rimbun Natamarga Rinto Andriono Robin Al Kautsar Rodli TL Rofiqi Hasan Romel Masykuri Nur Arifin Ronny Agustinus Rosi Rosihan Anwar Rosmawaty Harahap Roy Kusuma Rumah Budaya Pantura (RBP) Rx King Motor S. Jai S.W. Teofani Sabrank Suparno Sahaya Santayana Sainul Hermawan Sajak Salman Faris Sandiaga Uno Sanggar Lukis Alam Sanggar Pasir Sanggar Rumah Ilalang Sanusi Pane Sapardi Djoko Damono Saripuddin Lubis Sasti Gotama Saut Situmorang Saya Sayyid Muhammad Hadi Assegaf Sejarah Sekolah Literasi Gratis (SLG) SelaSAstra Boenga Ketjil Seni Gumira Ajidarma Seni Rupa Seno Joko Suyono Setia Budhi Shiny.ane el’poesya Shofa As-Syadzili Sholihul Huda Shulhan Hadi Sihar Ramses Simatupang Siti Aisyatul Adawiyah Siwi Dwi Saputro Soediro Satoto Soeparno S. Adhy Soesilo Toer Soetanto Soepiadhy Sofyan RH. Zaid Sosiawan Leak Sri Wintala Achmad STKIP PGRI Ponorogo Subagio Sastrowardoyo Suminto A. Sayuti Sunardian Wirodono Sunlie Thomas Alexander Sunoto Sunu Wasono Sunudyantoro Suryanto Sastroatmodjo Susianna Sutan Iwan Soekri Munaf Sutardji Calzoum Bachri Sutejo Syahrudin Attar Syaifuddin Gani Syaikh Prof. Dr. dr. Yusri Abdul Jabbar al-Hasani Asyadzili Syaikh Yusri al-Hasani Al Azhari Taman Ismail Marzuki Taufiq Wr. Hidayat Teater Ilat Teguh Afandi Temu Penyair Timur Jawa Tengsoe Tjahjono Tere Liye Toko Buku PUstaka puJAngga Lamongan Tri Wahono TS Pinang Tsani Fanie Tulus S Udo Z. Karzi Umar Kayam Umbu Landu Paranggi Umi Kulsum Universitas Jember Untung Wahyudi Uwell's King Shop Uwell's Setiawan Virdika Rizky Utama W.S. Rendra Wage Daksinarga Wahyu Aji Wawan Eko Yulianto Wawancara Wayan Sunarta Widie Nurmahmudy Yanuar Widodo Yanusa Nugroho Yerusalem Yetti A. KA Yohanes Padmo Adi Nugroho Yohanes Sehandi Yoks Kalachakra Yonathan Rahardjo Yuditeha Yusri Fajar Yuval Noah Harari Zainal Arifin Thoha Zehan Zareez Zuhdi Swt Zulfikar Akbar