Selasa, 26 Januari 2021

Jombang dan Peta Kebangkitan Zaman

Sabrank Suparno *
 
1. Maulid Nabi Muhammad
Dalam buku yang ditulis Haikal dijelaskan bahwa Nabi Muhammad lahir pada tanggal 12 Rabi’ul awal. Tanggal kelahirannya sama persis dengan tanggal wafat Beliau. Beberapa pengamat mencatat indikasi metodologi khusus bahwa orang-orang besar itu, hari dan tanggal lahirnya selalu sama dalam hitungan bulan qomariyah (bulan jawa tahun saka).
 
Dua belas sesungguhnya adalah simbolik dari posisi interval bumi mengitari matahari dalam tataran satu tahun revolusi. Dalam satu kurun waktu revolusi, bumi memerlukan dua belas interval. Pada interval Ramadhan maka dinamakan bulan Ramadhan. Sebagaimana pada interval Dhulqo’da disebut bulan Zulhijah. Sedangkan bulannya tetaplah satu.
 
Seandainya imajinasi kita bebas mengintepretasikan mungkin kita perlu sedikit berhati-hati menjelang tahun 2012 nanti. Dalam Al-qur’an dijelaskan “Inna iddada syuhri itsna asyarota fii kilatabillah”. Sesungguhnya hitungan bulan adalah dua belas, dalam kitab Alloh. Dari analisis sejarawan menyimpulkan bahwa setiap tahun yang ditandai dengan hitungan dua belas selalu terjadi perubahan cepat dan menyeluruh dalam sekala besar peradaban manusia.
 
Dalam buku “Gelora Iman” dijelaskan bahwa pada hari kedelapan setelah lahir di kota Makkah, Muhammad dikirim ke pedalaman untuk disusukan. Hal ini memang tradisi orang-orang arab untuk mengasuhkan anaknya di daerah pegunungan sekitar kota Makkah yang jauhnya satu hari perjalanan onta. Dan bayi-bayi ini akan dikembalikan ke kota setelah berumur delapan atau sepuluh tahun.
 
Ada beberapa pendapat yang sama dengan yang dikatakan Ibnu Ishaq dalam kitab “Hikayatun nubuah”. Bahwa Halimatussa’diyah pada waktu itu tidak mendapatkan bayi untuk disusui. Namun karena malu dengan tetangganya, akhirnya Halimatussa’diyah membawa pulang bayi Muhammad itu, meskipun lahir dari keluarga miskin dan yatim.
 
Pada usia delapan tahun Nabi Muhammad diambil pamannya Abdul Muntolib ke pedesaan. Semenjak di asuh Halimatussa’diyah, Muhammad punya saudara sepupu yang bernama Said. Said tidak mengerti kalau yang mengambil Muhammad itu pamannya. Said segera berlarian mencari ibunya. Serentak Said berteriak “Emaaak, saudaraku dicuri...” Halimatussa’diyah pucat pasih. Ia ketakutan, kalau-kalau Muhammad kecil itu diculik orang. Ternyata Halimattussa’diah lebih sayang kepada Muhammad ketimbang anaknya sendiri. Saat Halimatussa’diyah kebingungan itulah tiba-tiba terdengar suara bergemuruh dari angkasa “tidaaaak..., dia tidak akan hilang dalam dunia, tetapi dunia yang akan lenyap ke dalam dirinya”. Cuplikan kalimat bercetak miring ini akan penulis jelaskan di akhir pembahasan.
2. Isro’ Mi’roj
Kehidupan telah menghantarkan Nabi Muhammad pada usia empat puluh tahun terhitung terbit dan tenggelamnya matahari. Seperti yang dijelaskan dalam Al-Isro’ ayat 1, pada suatu malam Muhammad mipet dijalankan untuk “melakoni” peradaban ummat manusia.
 
Sepuluh juta kilo meter tahun cahaya bumi mulai di tinggalkan. Seratus juta meter, berjuta-juta meter tidak hanya bumi, tetapi bulan mulai di tinggalkan. Muhammad itu manusia biasa, yang bereksistensi natural. Dia punya rasa ‘gamang’ saat di ketinggian. Tak henti Nabi Muhammad bergumam dalam hati “ada apa dengan diriku? Akan dibawa kemana aku? dan akankah aku kembali?”
 
Lima ratus juta kilo meter tidak hanya bumi dan bulan, tetapi matahari juga mulai ditinggalkan. Sepuluh juta kilo meter, berjuta-juta kilometer seluruh gugusan planet (super classter) mulai ditinggalkan. Ia hanya berdua dengan Jibril. Sampailah di satu tempat Jibril berhenti seraya beseru “Muhammad! Aku ini makhluk biasa! tidak sekomplek kamu manusia, silahkan teruskan perjalanan sendiri, karena aku sudah tidak kuwat lagi!”
 
Sepuluh juta kilo meter, seratus juta kilo meter, berjuta-juta kilo meter Jibril mulai di tinggalkan. Sampailah Muhammad di suatu tempat yang disebut Sidrotul Muntaha. Muhammad bertemu dengan Alloh. Pertemuan dua kekasih yang bersaut salam, seperti dijelaskan dalam satu ayat yang merupakan do’a tahiyat di akhir sholat.
 
Mungkin selama ini kita tidak pernah mengamati secara jeli terhadap intepretasi tafsir Al-qur’an dan hadits yang lebih kompleks dan multidimensial. Semisal, kita dapat lontarkan pertanyaan sepele, apa yang dibawa Nabi Muhammad sepulang dari Sidrotul Muntaha? Yang di bawa Muhammad adalah dua hal: yang pertama adalah perintah sholat, yang kedua adalah ‘peta kebangkitan zaman’. Peta ini adalah komunitas pulau di bumi yang jika dilihat dari langit (atas) berbentuk sketsa orang yang sedang berposisi‘akhir’sholat(tahiyyat). Posisi akhir sholat adalah tahiyat akhir. Dalam posisi tahiyat akhir jika dilihat dari langit tergambar jelas bahwa lutut kiri dan lutut kanan menjorok kebarat menjadi Pacitan dan Bojonegoro. Sedangkan posisi pantat menjorok ke timur dan agak melengkung ke utara, menjadi semenanjung Blambangan dan sepanjang pesisir Sritanjung Banyuwangi. Adapun telapak kaki kanan memanjang ke timur disebelah utara badan yang menjadi Pulau Madura. Kalau Nabi Muhammad pernah berpesan bahwa ‘kebangkitan Islam akhir zaman itu di timur, maka peta itu adalah Jawa Timur’.
 
Tidak heran jika secara inheren Syeh Subakir jauh dari Ubyeikistan datang ke pulau Jawa ini. Sebagai bukti awal adalah kerajaan islam Demak. Dan dari sembilan wali di Jawa, lima diantaranya ada di Jawa Timur pesisir utara. Mitos orang jawa mengatakan bahwa duduknya lima wali di pesisir utara Jawa Timur befungsi sebagai pengimbang ekosistem pulau. Dimana Jawa Timur bagian selatan dihuni gunung-gunung berapi. Agar pulau Jawa tidak miring ke selatan, diimbangilah dengan wali lima di utara. Ini terbukti pulau Jawa berposisi kealaman miring ke utara dengan indikasi mengalirnya setiap aliran air yang pasti ke utara.
 
Hipotesa kejadian ini di perkuat dengan suatu ayat “kul ayyu syaiin akbaru syahadatan” katakanlah (Muhammad) sesuatu akan terjadi’lebih besar syahadatnya’. Indonesia terbukti sembilan puluh lima persen penduduknya beragama Islam. Penduduk muslim terbesar seluruh dunia yang kemudian diikuti India urutan kedua. Syahadat terdahsyat juga pernah dikumandangkan oleh Bung Tomo dan para pahlawan dalam mengusir penjajah dengan seruan “Allohu akbar!.”
 
3. Jombang
Kita dapat menggelar sejenak peta Jawa timur yang kita amati dari atas. Ada satu tempat dari bagan keseluruhan peta itu, dimana tempat itu adalah pusat dari titik koordinat yang runtut dari atas berupa fikiran(otak), mata, nafas, hati, jantung, dan sahwat dalam satu koordinat tubuh manusia. Semua item dari fikiran hingga syahwat terus terjadi sinergi konstantif yang menghasilkan transformasi nilai sepanjang hayat. Tempat ini juga sebagai “orbit” dari seluruh gerak grafitasi badan yang kemudian menjadi “watak pandang” jujugan sebagai standart sistem nilai bagi organ tubuh yang lain. Dan tempat itu adalah ‘Jombang’. Arti kata ’Jombang’ dalam kamus bahasa Indonesia adalah” tanpak elok/cantik. Dalam peta Jawa timur ini, Jombang dapat kita tarik jarak posisinya berdasarkan perbandingan skala dari berbagai batas wilayah pantai di Jawa timur.
 
Bukan sekedar afunturis atau feodalis dalam pemahaman tulisan ini, jika kemudian tokoh-tokoh besar lahir di wilayah Jombang, yang 70% berdataran rendah dan panas ini. Sebut saja KH. Hasyim Asyari, KH. Wahab Hasbulloh, KH. Wahid Hasyim, KH. Romli Tamim, KH. Abdurrahman Wahid, Nurcholish Madjid, Emha Ainun Nadjib yang mewakili barisan intelektual muslim. Belum lagi kyai dari pondok-pondok salaf semisal KH. Jamal dari Tambak Beras, KH. A. Aziz Masyhuri, dan KH. Muhaimin dari Pacul Gowang, KH. Arif Balongrejo, dan 143 pondok pesantren yang menyangga kekuatan Jombang dengan kewalian sufinya dan menjadi energi wisdom, penyangga tanah Jombang. Dan masih banyak dari para arif yang bertoriqoh sebagai wali badal yang kewaliannya tabu untuk diketahui banyak orang. Wali badal ini tersebar dengan hanya sekedar menjadi petani udik jelata (ndeso klutuk) yang diam-diam do’anya mudah terkabul dan efektif menata sejarah dan prahara.
 
Sementara kisah sejak lahirnya Muhammad, Isro’-Mi’roj, Demak dan Jombang dapat kita peres menjadi setangkup arti esensial. Sebagai kholifah manusia bergerak aktif menempati tugas kerasulannya sepanjang hayat. Dan kerasulan akan terhenti saat lelaku hidup sudah mati. Perjalanan Nabi Muhammad ialah toriqoh sosial (syari’at) yang terus bersinergi afiliatif’ toriqoh’ untuk mencapai afirmasi kognitif ‘ma’rifat’. Maulid nabi Muhammad dan Isro’ adalah perjalanan sosial yang masih memerlukan dan menemui jarak pandang, ruang, waktu, nada, langkah dan situasi. Mi’roj adalah perjalanan menuju intensitas tertinggi yang non-ruang dan non-waktu.
 
Mengutip dari ungkapan DR. Ali Syariati -islam berbeda dengan sufisme. Seorang sufi hidup ‘dengan nama Alloh’ dan mati “demi Alloh”. Islam adalah bergerak menghampiri Alloh dan bersama dengan Alloh bergerak pula menghampiri masyarakat social”.
 
Kebangkitan akhir zaman adalah di Jawa Timur, dan Jombang adalah sentral penentu dari kebangkitan tersebut. Mewakili uneg-uneg warga Jombang yang notabenenya warga adalah juragan yang telah menggaji pemerintah sebagai abdi rakyat. Saya bertanya kepada semua pihak! Sejauh mana kesiapan Jombang yang akan menjadi tuan rumah hadirnya kebangkitan zaman kelak? Selayaknyalah mulai dari rakyat jelata, pejabat dan aparat di Jombang menyadari tugas kita di perubahan zaman mendatang. Amatilah ayat yang menghantarkan ke QS: 12:20 atau QS: 20 ayat 12 sebagai wacana simbol perubahan sosial yang terjadi tahun 2012 nanti. Muatan makna ayat ini menyiratkan adanya perubahan baru dalam tatanan “socity space”. Setiap pelaku sejarah dipilih berdasarkan syarat yang dilaluinya. Ruang peradaban baru itu disimbolkan dengan sebuah sinopsis “lembah suci”. Dan untuk memasukinya Jombang harus rela “mencopot sandal” atau segala macam skat mediasinya.
***
 
*) Sabrank Suparno, petani, pencetak bata, cerpenis, kolomnis dan pemerhati budaya. Aktif di Komunitas Padhang mBulan dan bergiat di Lincak Sastra Dowong. Beralamat di Dowong, Desa Plosokerep, Sumobito, Jombang, Jawa Timur. http://sastra-indonesia.com/2010/07/jombang-dan-peta-kebangkitan-zaman/

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

A Anzieb A. Khoirul Anam A. Muhaimin Iskandar A. Mustofa Bisri A. Qorib Hidayatullah A. Rodhi Murtadho A.H. J Khuzaini A.S Laksana Aa Sudirman Abdul Kirno Tanda Abdurrahman Wahid Acep Iwan Saidi Achiar M Permana Addi Mawahibun Idhom Adhi Pandoyo Adi W. Gunawan Afrion Afriza Hanifa Afrizal Malna Agama Para Bajingan Aguk Irawan MN Agung Poku Agus Buchori Agus Mulyadi Agus Noor Agus R. Sarjono Agus R. Subagyo Agus Setiawan Agus Sulton Agus Sunyoto Agus Wahyudi Agusri Junaidi AH J Khuzaini Ahmad Baso Ahmad Dahri Ahmad Farid Yahya Ahmad Muchlish Amrin Ahmad Munjin Ahmad Naufel Ahmad Rifa’i Rif’an Ahmad Syauqi Sumbawi Ahmad Tohari Ahmad Yulden Erwin Ahmad Zaini Ahmadul Faqih Mahfudz Ahmadun Yosi Herfanda Akhlis Purnomo Akhmad Sekhu Akhmad Taufiq Akhudiat Albert Camus Alfathri Adlin Alfian Dippahatang Ali Audah Alim Bakhtiar Alimuddin Amelia Rachman Amie Williams Amien Kamil Amien Wangsitalaja Aming Aminoedhin An. Ismanto Andhi Setyo Wibowo Andik Suprihartono Andri Awan Anindita S Thayf Anjrah Lelono Broto Antologi Sastra Lamongan Anton Wahyudi Anugrah Gio Pratama Anung Wendyartaka Aprinus Salam APSAS (Apresiasi Sastra) Indonesia Arafat Nur Ari Welianto Arief Rachman Hakim Arif Hidayat Arif Saifudin Yudistira Arman A.Z. Arsyad Indradi Arti Bumi Intaran Asarpin Asep Dudinov Ar Atafras Awalludin GD Mualif Ayu Nuzul Bahrum Rangkuti Beni Setia Benni Setiawan Benny Benke Berita Bernando J. Sujibto Binhad Nurrohmat Bonardo Maulana Wahono Bre Redana Budi Darma Budiman Hakim Buku Bung Hatta Bustan Basir Maras Butet Kertaredjasa Candrakirana Capres Cawapres 2019 Catatan Cerpen Chairil Anwar CNN Indonesia Coronavirus COVID-19 Cunong N. Suraja D. Zawawi Imron Dadang Ari Murtono Dahlan Iskan Dahlan Kong Damiri Mahmud Danarto Daniel Dhakidae Deni Jazuli Denny JA Denny Mizhar Dessy Wahyuni Dewi Satika Dian R. Basuki Dian Sukarno Dian Tri Lestari Dien Makmur Din Saja Dinas Perpustakaan Daerah Lamongan Diponegoro Djoko Pitono Djoko Saryono Doddi Ahmad Fauji Doddy Hidayatullah Dodit Setiawan Santoso Dody Yan Masfa Donny Anggoro Donny Darmawan Doris Lessing Dr. Hilma Rosyida Ahmad Dwi Pranoto Dyah Ayu Fitriana Edisi Khusus Edy A Effendi Egidius Patnistik Eka Budianta Eka Kurniawan Eko Hendri Saiful Eko Prasetyo Eko Tunas Ekwan Wiratno el-Ha Abdillah Enny Arrow Erdogan Esai Esthi Maharani Estiana Arifin Evi Melyati F. Budi Hardiman F. Rahardi Fahmi Faqih Fahri Salam Faisal Kamandobat Farah Noersativa Fatah Anshori Fatah Yasin Noor Feby Indirani Felix K. Nesi Festival Gugur Gunung Forum Santri Nasional Frischa Aswarini Fuad Mardhatillah UY Tiba Fuad Nawawi Galeri Sonobudoyo Galuh Tulus Utama Gampang Prawoto Geger Riyanto Geguritan Goenawan Mohammad Gola Gong Grathia Pitaloka Gugun el-Guyanie Gus Ahmad Syauqi Gus Dur Gusti Eka Habib Syech bin Abdul Qodir Assegaf Halim HD Hamdy Salad Hamid Jabbar Hamka Hamzah al-Fansuri Hari Puisi Indonesia (HPI) Harris Maulana Hasan Basri Hasnan Bachtiar Herry Fitriadi Herta Muller Heru Kurniawan Hesti Sartika Hilmi Abedillah Hudan Hidayat IAI TABAH Ibnu Wahyudi Idrus Efendi Ignas Kleden Iis Narahmalia Imam Jazuli Imam Nawawi Imamuddin SA Iman Budhi Santosa Imron Tohari Indra Intisa Indra Tjahyadi Indra Tranggono Inung As Irfan Afifi Irwan Kelana Isbedy Stiawan Z.S. Iwan Simatupang Jafar Fakhrurozi Jajang R Kawentar Jalaluddin Rakhmat Jawa dan Islam JJ. Kusni Jo Batara Surya Joni Ariadinata Jordaidan Rizsyah Jual Buku Paket Hemat Jurnalisme Sastra K.H. Ma'ruf Amin Kadek Suartaya Kadjie MM Kalis Mardiasih Kanti W. Janis Karang Taruna Kedungrejo Katrin Bandel Kedai Kopi Sastra Kedung Darma Romansha Kedungrejo Muncar Banyuwangi Kemah Budaya Panturan (KBP) Kembulan KetemuBuku Jombang KH. M. Najib Muhammad KH. Muhammad Amin (1910-1949) Khairul Mufid Jr Khawas Auskarni Ki Ompong Sudarsono Kitab Arbain Nawawi Kitab Kelamin Kompas TV Komplek Gor Kamantren Paciran Lamongan Komunitas Buana Kasih Komunitas Penulis Katolik Deo Gratias Komunitas Perupa Lamongan (KOSPELA) Komunitas Sastra dan Teater Lamongan Komunitas Sastra Ilalang Indonesia (KSII) Komunitas Selapan Sastra Kopi Bubuk Mbok Djum Kostela KPRI IKMAL Lamongan Kritik Sastra Kumpulan Cerita Buntak Kuswaidi Syafi’ie L Ridwan Muljosudarmo L.K. Ara Lagu Laksmi Shitaresmi Lan Fang Launching Buku Launching dan Bedah Buku Lawi Ibung Linda S Priyatna Literasi Liza Wahyuninto Lona Olavia Lukisan Lukman Santoso Az M. Faizi M. Lutfi M. Raudah Jambak M.D. Atmaja Maduretna Menali Mahendra Cipta Mahmud Jauhari Ali Mahwi Air Tawar Maimun Zubair Maiyah Banyuwangi Malkan Junaidi Maman S. Mahayana Manneke Budiman Maratushsholihah Mardi Luhung Marhalim Zaini Maria Magdalena Bhoernomo Mariana Sitohang Mario Vargas Llosa Marsel Robot Mas Garendi Mashuri Massayu Masuki M. Astro Max Arifin Media Seputar Indonesia Mei Anjar Wintolo Melukis Membongkar Mitos Kesusastraan Indonesia Menggalang Dana Amal MG. Sungatno Mianto Nugroho Agung Mien Uno Miftachur Rozak Mihar Harahap Mochtar Lubis Moh. Husen Moh. Jauhar al-Hakimi Moh. Syafari Firdaus Mohamad Sobary Mohammad Rokib Mohammad Wildan Motinggo Busye Muafiqul Khalid MD Muhammad Al-Fayyadl Muhammad Alfatih Suryadilaga Muhammad Alimudin Muhammad Anta Kusuma Muhammad Marzuki Muhammad Muhibbuddin Muhammad N. Hassan Muhammad Subarkah Muhammad Yasir Muhammad Yunus Muhidin M. Dahlan Mukhsin Amar Mulyosari Banyuurip Ujung Pangkah Gresik Munawir Aziz Mutia Sukma N. Syamsuddin CH. Haesy Naskah Teater Ndix Endik Nenden Lilis A Nezar Patria Ni Made Purnama Sari Ninin Damayanti NKRI Nur Taufik Nurel Javissyarqi Nurul Komariyah Obrolan Orasi Budaya Akhir Tahun 2018 Orhan Pamuk Pagelaran Musim Tandur Palestina Palupi Panca Astuti Pameran Lukisan Parimono V / 40 Plandi Jombang Pawon Seni PDS H.B. Jassin Pekan Literasi Lamongan Pelukis Tarmuzie Pendhapa Art Space Pendidikan Penerbit Pelangi Sastra Pengajian Pipiet Senja Politik Pondok Pesantren Mamba'ul Ma'arif Denanyar Jombang Pramoedya Ananta Toer Presiden Jokowi Proses Kreatif Puisi Puisi Menolak Korupsi (PMK) Pungkit Wijaya Pusat Studi Budaya Banyuwangi (PSBB) Pustaka LaBRAK Putu Fajar Arcana R Giryadi R. Ng. Ronggowarsito Radhar Panca Dahana Raedu Basha Rakai Lukman Rakhmat Nur Hakim Rani R. Moediarta Raudal Tanjung Banua Raudlotul Immaroh Reiny Dwinanda Remy Syaldo Remy Sylado Rendy Adrikni Sadikin Resensi Reuni dan Halal Bihalal Mts Putra-Putri Simo 1991-1992 Ribut Wijoto Ridwan Munawwar Galuh Riki Antoni Riki Dhamparan Putra Rimbun Natamarga Rinto Andriono Robin Al Kautsar Rodli TL Rofiqi Hasan Romel Masykuri Nur Arifin Ronny Agustinus Rosi Rosihan Anwar Rosmawaty Harahap Roy Kusuma Rumah Budaya Pantura (RBP) Rx King Motor S. Jai S.W. Teofani Sabrank Suparno Sahaya Santayana Sainul Hermawan Sajak Salman Faris Sandiaga Uno Sanggar Lukis Alam Sanggar Pasir Sanggar Rumah Ilalang Sanusi Pane Sapardi Djoko Damono Saripuddin Lubis Sasti Gotama Saut Situmorang Saya Sayyid Muhammad Hadi Assegaf Sejarah Sekolah Literasi Gratis (SLG) SelaSAstra Boenga Ketjil Seni Gumira Ajidarma Seni Rupa Seno Joko Suyono Setia Budhi Shiny.ane el’poesya Shofa As-Syadzili Sholihul Huda Shulhan Hadi Sihar Ramses Simatupang Siti Aisyatul Adawiyah Siwi Dwi Saputro Soediro Satoto Soeparno S. Adhy Soesilo Toer Soetanto Soepiadhy Sofyan RH. Zaid Sosiawan Leak Sri Wintala Achmad STKIP PGRI Ponorogo Subagio Sastrowardoyo Suminto A. Sayuti Sunardian Wirodono Sunlie Thomas Alexander Sunoto Sunu Wasono Sunudyantoro Suryanto Sastroatmodjo Susianna Sutan Iwan Soekri Munaf Sutardji Calzoum Bachri Sutejo Syahrudin Attar Syaifuddin Gani Syaikh Prof. Dr. dr. Yusri Abdul Jabbar al-Hasani Asyadzili Syaikh Yusri al-Hasani Al Azhari Taman Ismail Marzuki Taufiq Wr. Hidayat Teater Ilat Teguh Afandi Temu Penyair Timur Jawa Tengsoe Tjahjono Tere Liye Toko Buku PUstaka puJAngga Lamongan Tri Wahono TS Pinang Tsani Fanie Tulus S Udo Z. Karzi Umar Kayam Umbu Landu Paranggi Umi Kulsum Universitas Jember Untung Wahyudi Uwell's King Shop Uwell's Setiawan Virdika Rizky Utama W.S. Rendra Wage Daksinarga Wahyu Aji Wawan Eko Yulianto Wawancara Wayan Sunarta Widie Nurmahmudy Yanuar Widodo Yanusa Nugroho Yerusalem Yetti A. KA Yohanes Padmo Adi Nugroho Yohanes Sehandi Yoks Kalachakra Yonathan Rahardjo Yuditeha Yusri Fajar Yuval Noah Harari Zainal Arifin Thoha Zehan Zareez Zuhdi Swt Zulfikar Akbar