Rabu, 28 Juli 2021

Penyair Hujan dari Baturono

Ninin Damayanti
majalah.tempointeraktif.com
 
Matahari sudah condong ke barat ketika Tempo bertandang ke rumah penyair Sapardi Djoko Damono di kompleks dosen Universitas Indonesia, Cirendeu, Ciputat, dua pekan lalu. Rumah bercat putih itu hanya sepelemparan batu dari Situ Gintung.
 
Perabot di rumahnya sederhana, menguatkan sosok Sapardi yang lekat dengan puisi liris yang bersahaja. Tidak ada mebel besar dan mewah. Hanya seperangkat kursi tamu yang dimakan usia, bantal kursi bermotif batik, kulkas tua, bale kayu berlapis tikar rotan, rak kayu penuh buku, dan sebuah komputer.
 
Berkemeja cokelat dengan celana jins, wajah Sapardi yang berkacamata terlihat tirus. Malam sebelumnya, dia harus lek-lekan, tidak tidur karena menemani beberapa penyair, termasuk Bambang Bujono, yang bertamu. “Mereka mengucapkan selamat ulang tahun. Padahal saya sendiri enggak merasa berulang tahun,” katanya. Dua pekan lalu penyair yang rambutnya sudah memutih ini genap berusia 70 tahun.
 
Sapardi tinggal di rumah itu dengan seorang pembantu. Istrinya, Wardiningsih, dan dua anaknya, Rasti Suryandani dan Rizki Henriko, tinggal di Depok, Jawa Barat.
 
Bangunan di atas lahan 400 meter persegi yang ditempati sejak 1995 itu merangkap kantor penerbitan miliknya, Editum. Bermodal komputer dengan program Microsoft Word dan sebuah printer, dia mencetak ulang 14 bukunya.
 
Kekecewaan Sapardi kepada penerbit sudah memuncak. Sejak tahun lalu, dia mencabut hak cipta semua karyanya. “Bikin sakit hati,” katanya. Sapardi enggan menyebut berapa jumlah royalti yang diperoleh setiap tahun dari penerbit sebelumnya. “Tidak jelas dan belum tentu ada. Buku puisi kan tidak laku,” katanya.
 
Selain menulis puisi, Sapardi masih mengajar di Institut Kesenian Jakarta dan Universitas Indonesia. Dia juga menulis esai dan kritik sastra, menerjemahkan dan menyusun makalah.
***
 
Sesama penyair biasa menyapanya Sapardi atau SDD. Istrinya memanggil Djoko. Namun seorang penulis perempuan dari Fakultas Sastra dan Kebudayaan Universitas Gadjah Mada memanggilnya Dam.
 
Dia lahir di Baturono, Solo, 20 Maret 1940, tepat pada bulan Sapar. Ayahnya, Sadyoko, salah seorang abdi dalem Keraton Kasunanan Surakarta yang menjadi pegawai negeri sipil Jawatan Pekerjaan Umum.
 
Saat Sapardi menginjak remaja, keluarganya pindah ke Kampung Komplang, Solo bagian utara. Rumah di pinggir kota ini memberikan suasana baru. Kampung yang sepi membuat Sapardi tidak lagi keluyuran. Dia memilih menulis.
 
Sapardi asyik dolan, tapi tidak lagi di ruang fisik, melainkan keluyuran di alam khayal. Cerita pendek pertamanya dikirim ke suplemen Taman Putro milik majalah berbahasa Jawa Panjebar Semangat, tapi ditolak. “Karangan saya dianggap enggak realistis,” ujar lulusan Sastra Barat Universitas Gadjah Mada ini.
 
Buku kumpulan puisi pertamanya, Duka-Mu Abadi, terbit berkat bantuan sahabatnya, pelukis Jeihan Sukmantoro, pada 1969. Sajak-sajak itu ditulis dua tahun sebelumnya. Sejak itu, Sapardi semakin subur memproduksi kata-kata.
 
Dia telah menerbitkan puluhan buku sastra, sebagian kumpulan puisi. Pada 1974 terbitlah Mata Pisau, menyusul Perahu Kertas (1983), Sihir Hujan (1984), Hujan Bulan Juni (1994), Arloji (1998), Ayat-ayat Api (2000), Mata Jendela (2002), Ada Berita Apa Hari Ini, Den Sastro? (2002), dan Kolam (2009).
 
Sapardi juga menerjemahkan sejumlah sastra asing, termasuk karya Kahlil Gibran. Lucunya, puisinya yang berjudul Aku Ingin malah sering dianggap karya Kahlil Gibran. Padahal puisi itu kerap dikutip di lembar pertama undangan pernikahan.
 
Stamina dan vitalitasnya seolah tidak pernah mati. Dia mengaku sehat meski postur tubuhnya terlihat ringkih. “Saya enggak ada pantangan makan. Sate, gule, tongseng kambing masih saya makan,” katanya. Meski pernah terkena serangan jantung, Sapardi lekas pulih. Dia termasuk satu dari sedikit seniman yang rajin check-up kesehatan ke dokter.
 
Tidak banyak yang tahu Sapardi jago bermain gitar. Mantan gitaris band kampus ini juga mengoleksi ribuan lagu dalam format MP3 di komputernya. Dia menyukai jazz tapi mengagumi The Beatles. Saat Tempo memintanya memetik gitar, dia hanya tertawa, “Ah, sudah tua.”
 
Sambil menawarkan teh manis dalam cangkir keramik bermotif kembang, Sapardi terus bertutur. Dia mengaku dulu belajar menulis puisi dari Rendra lewat karya Ballada Orang-orang Tercinta. “Puisi Rendra mudah dipahami,” katanya. Puisi karangan penyair Chairil Anwar baru dia pelajari belakangan.
 
Sapardi tidak suka televisi. Dia menghindari suara bising televisi atau radio, yang membuatnya tidak bisa merenung, apalagi menulis. “Untuk apa? Bikin bingung saja,” katanya. Dia bahkan tidak berlangganan koran atau majalah.
 
Soal menulis, peraih SEA Write Award dan Ahmad Bakrie Award ini pernah hanya butuh waktu 15 menit untuk menciptakan puisi. “Tapi makin lama makin susah menulis. Saya menjadi kritikus tulisan saya sendiri,” kata pendiri Yayasan Lontar ini.
 
Puisi berjudul Dongeng Marsinah dalam kumpulan Ayat-ayat Api, misalnya, butuh waktu tiga tahun untuk dirampungkan. “Saya otak-atik terus, tapi tidak jadi-jadi,” katanya tentang karya untuk mengenang buruh perempuan asal Nganjuk, Jawa Timur, yang tewas dibunuh pada masa Orde Baru itu.
***
 
… tak ada yang lebih bijak
dari hujan bulan Juni
dihapusnya jejak-jejak kakinya
yang ragu-ragu di jalan itu…
 
Penggalan sajak Hujan Bulan Juni itu mewakili karya Sapardi yang liris dan sederhana. Dia menjadikan lirik sebagai genre puisi yang lentur dan variatif. Banyak orang jatuh cinta pada puisi setelah membaca karyanya dan menjadi penggubah puisi setelah terpikat sajak-sajaknya. “Dia salah satu rasul utama dunia puisi Indonesia,” penyair Joko Pinurbo menyampaikan pujian.
 
Sapardi berhasil melanjutkan tradisi lirisisme yang dimulai sejak Amir Hamzah dan Chairil Anwar. Liris memiliki unsur yang menonjol: kental menciptakan suasana, ungkapan, dan mengolah bahasa. “Sapardi sangat kuat dengan puisi suasananya,” penyair Sitok Srengenge menambahkan ciri puisi Sapardi.
 
Tema keseharian yang dipilih Sapardi menjadi kekuatannya. Karyanya tentang hujan, bunga jatuh, air selokan, bayangan, batu, pohon belimbing menunjukkan betapa dia akrab dengan suasana sehari-hari yang kerap dilupakan orang lain. “Saya menganggap orang dan benda itu sama,” kata Sapardi. “Seperti anak kecil, benda saya anggap teman.”
 
Namun ada pula yang menganggap kesederhanaannya sebagai kemiskinan kata. Kosakata yang digunakan dalam rentang waktu 40 tahun karyanya dinilai terbatas. “Miskin itu relatif. Tapi Sapardi mengulang-ulang,” kata kritikus sastra Nirwan Dewanto.
 
Dalam karya-karya Sapardi, hujan misalnya tumbuh dalam pelbagai variasi: hujan yang terpisah dari tik-tok jam; hujan yang mengenakan mantel, sepatu panjang, payung, dan berdiri di samping tiang listrik; hujan yang mengenal baik pohon, jalan, dan selokan; hujan bulan Juni yang lebih tabah dari siapa pun; dan hujan yang tak sempat menerima isyarat awan.
 
Puisi Sapardi, menurut Nirwan, merupakan karya yang ingin dicintai dengan sederhana. Dia tidak menuntut: puisi yang dengan sendirinya membuka diri. Puisinya mudah digemari karena genap dalam gramatika dan semantik. Lantaran itu, sejumlah orang melakukan musikalisasi atas puisi-puisinya.
 
“Kita memang ingin mencintai puisi dengan sederhana. Namun boleh jadi cinta yang sederhana tak cukup lagi, karena di hadapan kita terbentang puisi-puisi dari aneka tanah air, yang mengundang sedikit amarah, sedikit cemburu, dan sedikit muslihat,” Nirwan menambahkan.
 
Sapardi memang tidak seperti Chairil Anwar yang tiba-tiba bisa sangat mengejutkan karena menggunakan struktur kalimat yang tidak lazim atau kata yang nyeleneh. Sapardi adalah Sapardi dengan puisinya yang bersahaja.
 
Penyair hujan itu kini telah beranjak tua. Tapi dia berusaha tidak keropos dalam karya. Dia masih mampu bertahan dengan stamina yang tidak banyak dipunyai penyair lain. Karya terakhirnya dalam Kolam masih saja menggetarkan sama halnya dengan Duka-Mu Abadi, 41 tahun silam. Sapardi seperti sajak yang ditulisnya sendiri dalam Pohon Belimbing: Kau, kan, yang pernah bilang bahwa pohon itu akan jadi Tua juga akhirnya?
***

http://sastra-indonesia.com/2010/07/penyair-hujan-dari-baturono/

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

A Anzieb A. Khoirul Anam A. Muhaimin Iskandar A. Mustofa Bisri A. Qorib Hidayatullah A. Rodhi Murtadho A.H. J Khuzaini A.S Laksana Aa Sudirman Abdul Kirno Tanda Abdurrahman Wahid Acep Iwan Saidi Achiar M Permana Addi Mawahibun Idhom Adhi Pandoyo Adi W. Gunawan Afrion Afriza Hanifa Afrizal Malna Agama Para Bajingan Aguk Irawan MN Agung Poku Agus Buchori Agus Mulyadi Agus Noor Agus R. Sarjono Agus R. Subagyo Agus Setiawan Agus Sulton Agus Sunyoto Agus Wahyudi Agusri Junaidi AH J Khuzaini Ahmad Baso Ahmad Dahri Ahmad Farid Yahya Ahmad Muchlish Amrin Ahmad Munjin Ahmad Naufel Ahmad Rifa’i Rif’an Ahmad Syauqi Sumbawi Ahmad Tohari Ahmad Yulden Erwin Ahmad Zaini Ahmadul Faqih Mahfudz Ahmadun Yosi Herfanda Akhlis Purnomo Akhmad Sekhu Akhmad Taufiq Akhudiat Albert Camus Alfathri Adlin Alfian Dippahatang Ali Audah Alim Bakhtiar Alimuddin Amelia Rachman Amie Williams Amien Kamil Amien Wangsitalaja Aming Aminoedhin An. Ismanto Andhi Setyo Wibowo Andik Suprihartono Andri Awan Anindita S Thayf Anjrah Lelono Broto Antologi Sastra Lamongan Anton Wahyudi Anugrah Gio Pratama Anung Wendyartaka Aprinus Salam APSAS (Apresiasi Sastra) Indonesia Arafat Nur Ari Welianto Arief Rachman Hakim Arif Hidayat Arif Saifudin Yudistira Arman A.Z. Arsyad Indradi Arti Bumi Intaran Asarpin Asep Dudinov Ar Atafras Awalludin GD Mualif Ayu Nuzul Bahrum Rangkuti Beni Setia Benni Setiawan Benny Benke Berita Bernando J. Sujibto Binhad Nurrohmat Bonardo Maulana Wahono Bre Redana Budi Darma Budiman Hakim Buku Bung Hatta Bustan Basir Maras Butet Kertaredjasa Candrakirana Capres Cawapres 2019 Catatan Cerpen Chairil Anwar CNN Indonesia Coronavirus COVID-19 Cunong N. Suraja D. Zawawi Imron Dadang Ari Murtono Dahlan Iskan Dahlan Kong Damiri Mahmud Danarto Daniel Dhakidae Deni Jazuli Denny JA Denny Mizhar Dessy Wahyuni Dewi Satika Dian R. Basuki Dian Sukarno Dian Tri Lestari Dien Makmur Din Saja Dinas Perpustakaan Daerah Lamongan Diponegoro Djoko Pitono Djoko Saryono Doddi Ahmad Fauji Doddy Hidayatullah Dodit Setiawan Santoso Dody Yan Masfa Donny Anggoro Donny Darmawan Doris Lessing Dr. Hilma Rosyida Ahmad Dwi Pranoto Dyah Ayu Fitriana Edisi Khusus Edy A Effendi Egidius Patnistik Eka Budianta Eka Kurniawan Eko Hendri Saiful Eko Prasetyo Eko Tunas Ekwan Wiratno el-Ha Abdillah Enny Arrow Erdogan Esai Esthi Maharani Estiana Arifin Evi Melyati F. Budi Hardiman F. Rahardi Fahmi Faqih Fahri Salam Faisal Kamandobat Farah Noersativa Fatah Anshori Fatah Yasin Noor Feby Indirani Felix K. Nesi Festival Gugur Gunung Forum Santri Nasional Frischa Aswarini Fuad Mardhatillah UY Tiba Fuad Nawawi Galeri Sonobudoyo Galuh Tulus Utama Gampang Prawoto Geger Riyanto Geguritan Goenawan Mohammad Gola Gong Grathia Pitaloka Gugun el-Guyanie Gus Ahmad Syauqi Gus Dur Gusti Eka Habib Syech bin Abdul Qodir Assegaf Halim HD Hamdy Salad Hamid Jabbar Hamka Hamzah al-Fansuri Hari Puisi Indonesia (HPI) Harris Maulana Hasan Basri Hasnan Bachtiar Herry Fitriadi Herta Muller Heru Kurniawan Hesti Sartika Hilmi Abedillah Hudan Hidayat IAI TABAH Ibnu Wahyudi Idrus Efendi Ignas Kleden Iis Narahmalia Imam Jazuli Imam Nawawi Imamuddin SA Iman Budhi Santosa Imron Tohari Indra Intisa Indra Tjahyadi Indra Tranggono Inung As Irfan Afifi Irwan Kelana Isbedy Stiawan Z.S. Iwan Simatupang Jafar Fakhrurozi Jajang R Kawentar Jalaluddin Rakhmat Jawa dan Islam JJ. Kusni Jo Batara Surya Joni Ariadinata Jordaidan Rizsyah Jual Buku Paket Hemat Jurnalisme Sastra K.H. Ma'ruf Amin Kadek Suartaya Kadjie MM Kalis Mardiasih Kanti W. Janis Karang Taruna Kedungrejo Katrin Bandel Kedai Kopi Sastra Kedung Darma Romansha Kedungrejo Muncar Banyuwangi Kemah Budaya Panturan (KBP) Kembulan KetemuBuku Jombang KH. M. Najib Muhammad KH. Muhammad Amin (1910-1949) Khairul Mufid Jr Khawas Auskarni Ki Ompong Sudarsono Kitab Arbain Nawawi Kitab Kelamin Kompas TV Komplek Gor Kamantren Paciran Lamongan Komunitas Buana Kasih Komunitas Penulis Katolik Deo Gratias Komunitas Perupa Lamongan (KOSPELA) Komunitas Sastra dan Teater Lamongan Komunitas Sastra Ilalang Indonesia (KSII) Komunitas Selapan Sastra Kopi Bubuk Mbok Djum Kostela KPRI IKMAL Lamongan Kritik Sastra Kumpulan Cerita Buntak Kuswaidi Syafi’ie L Ridwan Muljosudarmo L.K. Ara Lagu Laksmi Shitaresmi Lan Fang Launching Buku Launching dan Bedah Buku Lawi Ibung Linda S Priyatna Literasi Liza Wahyuninto Lona Olavia Lukisan Lukman Santoso Az M. Faizi M. Lutfi M. Raudah Jambak M.D. Atmaja Maduretna Menali Mahendra Cipta Mahmud Jauhari Ali Mahwi Air Tawar Maimun Zubair Maiyah Banyuwangi Malkan Junaidi Maman S. Mahayana Manneke Budiman Maratushsholihah Mardi Luhung Marhalim Zaini Maria Magdalena Bhoernomo Mariana Sitohang Mario Vargas Llosa Marsel Robot Mas Garendi Mashuri Massayu Masuki M. Astro Max Arifin Media Seputar Indonesia Mei Anjar Wintolo Melukis Membongkar Mitos Kesusastraan Indonesia Menggalang Dana Amal MG. Sungatno Mianto Nugroho Agung Mien Uno Miftachur Rozak Mihar Harahap Mochtar Lubis Moh. Husen Moh. Jauhar al-Hakimi Moh. Syafari Firdaus Mohamad Sobary Mohammad Rokib Mohammad Wildan Motinggo Busye Muafiqul Khalid MD Muhammad Al-Fayyadl Muhammad Alfatih Suryadilaga Muhammad Alimudin Muhammad Anta Kusuma Muhammad Marzuki Muhammad Muhibbuddin Muhammad N. Hassan Muhammad Subarkah Muhammad Yasir Muhammad Yunus Muhidin M. Dahlan Mukhsin Amar Mulyosari Banyuurip Ujung Pangkah Gresik Munawir Aziz Mutia Sukma N. Syamsuddin CH. Haesy Naskah Teater Ndix Endik Nenden Lilis A Nezar Patria Ni Made Purnama Sari Ninin Damayanti NKRI Nur Taufik Nurel Javissyarqi Nurul Komariyah Obrolan Orasi Budaya Akhir Tahun 2018 Orhan Pamuk Pagelaran Musim Tandur Palestina Palupi Panca Astuti Pameran Lukisan Parimono V / 40 Plandi Jombang Pawon Seni PDS H.B. Jassin Pekan Literasi Lamongan Pelukis Tarmuzie Pendhapa Art Space Pendidikan Penerbit Pelangi Sastra Pengajian Pipiet Senja Politik Pondok Pesantren Mamba'ul Ma'arif Denanyar Jombang Pramoedya Ananta Toer Presiden Jokowi Proses Kreatif Puisi Puisi Menolak Korupsi (PMK) Pungkit Wijaya Pusat Studi Budaya Banyuwangi (PSBB) Pustaka LaBRAK Putu Fajar Arcana R Giryadi R. Ng. Ronggowarsito Radhar Panca Dahana Raedu Basha Rakai Lukman Rakhmat Nur Hakim Rani R. Moediarta Raudal Tanjung Banua Raudlotul Immaroh Reiny Dwinanda Remy Syaldo Remy Sylado Rendy Adrikni Sadikin Resensi Reuni dan Halal Bihalal Mts Putra-Putri Simo 1991-1992 Ribut Wijoto Ridwan Munawwar Galuh Riki Antoni Riki Dhamparan Putra Rimbun Natamarga Rinto Andriono Robin Al Kautsar Rodli TL Rofiqi Hasan Romel Masykuri Nur Arifin Ronny Agustinus Rosi Rosihan Anwar Rosmawaty Harahap Roy Kusuma Rumah Budaya Pantura (RBP) Rx King Motor S. Jai S.W. Teofani Sabrank Suparno Sahaya Santayana Sainul Hermawan Sajak Salman Faris Sandiaga Uno Sanggar Lukis Alam Sanggar Pasir Sanggar Rumah Ilalang Sanusi Pane Sapardi Djoko Damono Saripuddin Lubis Sasti Gotama Saut Situmorang Saya Sayyid Muhammad Hadi Assegaf Sejarah Sekolah Literasi Gratis (SLG) SelaSAstra Boenga Ketjil Seni Gumira Ajidarma Seni Rupa Seno Joko Suyono Setia Budhi Shiny.ane el’poesya Shofa As-Syadzili Sholihul Huda Shulhan Hadi Sihar Ramses Simatupang Siti Aisyatul Adawiyah Siwi Dwi Saputro Soediro Satoto Soeparno S. Adhy Soesilo Toer Soetanto Soepiadhy Sofyan RH. Zaid Sosiawan Leak Sri Wintala Achmad STKIP PGRI Ponorogo Subagio Sastrowardoyo Suminto A. Sayuti Sunardian Wirodono Sunlie Thomas Alexander Sunoto Sunu Wasono Sunudyantoro Suryanto Sastroatmodjo Susianna Sutan Iwan Soekri Munaf Sutardji Calzoum Bachri Sutejo Syahrudin Attar Syaifuddin Gani Syaikh Prof. Dr. dr. Yusri Abdul Jabbar al-Hasani Asyadzili Syaikh Yusri al-Hasani Al Azhari Taman Ismail Marzuki Taufiq Wr. Hidayat Teater Ilat Teguh Afandi Temu Penyair Timur Jawa Tengsoe Tjahjono Tere Liye Toko Buku PUstaka puJAngga Lamongan Tri Wahono TS Pinang Tsani Fanie Tulus S Udo Z. Karzi Umar Kayam Umbu Landu Paranggi Umi Kulsum Universitas Jember Untung Wahyudi Uwell's King Shop Uwell's Setiawan Virdika Rizky Utama W.S. Rendra Wage Daksinarga Wahyu Aji Wawan Eko Yulianto Wawancara Wayan Sunarta Widie Nurmahmudy Yanuar Widodo Yanusa Nugroho Yerusalem Yetti A. KA Yohanes Padmo Adi Nugroho Yohanes Sehandi Yoks Kalachakra Yonathan Rahardjo Yuditeha Yusri Fajar Yuval Noah Harari Zainal Arifin Thoha Zehan Zareez Zuhdi Swt Zulfikar Akbar