Sabtu, 07 Agustus 2021

Penulis Muda Jatim: Bergeliat di Situasi Tidak Bersahabat

Palupi Panca Astuti, Anung Wendyartaka
Kompas, 24 Mar 2008
 
Ada fenomena yang berbeda manakala kita mengamati dunia perbukuan di Jawa Timur, khususnya di Surabaya. Industri buku di kota ini terkesan kurang bergairah, bahkan cenderung stagnan jika dibandingkan dengan kota-kota besar di Jawa lainnya seperti Yogyakarta, Bandung, ataupun Jakarta, beberapa tahun terakhir.
 
Geliat industri perbukuan yang terjadi di Yogyakarta, Bandung, ataupun Jakarta yang ditandai dengan munculnya ratusan penerbit buku sejak era reformasi tahun 1998, ternyata tidak terjadi di Surabaya. Hampi-hampir tidak ada satu pun penerbit buku baru yang muncul ke permukaan dan kiprahnya diperhitungkan di kancah industri buku nasional.
 
Kondisi yang berbeda terjadi di Yogyakarta, misalnya, muncul penerbit-penerbit seperti LKiS, Galangpress, Bentang, Jalasutra; di Bandung muncul penerbit Nuansa Cendekia, penerbit-penerbit di bawah kelompok Mizan, MQ Publishing; di Jakarta muncul kelompok penerbit Agromedia, Komunitas Bambu, serta penerbit-penerbit lainnya yang saat ini mewarnai industri buku di Tanah Air.
 
Muramnya kondisi industri perbukuan, tidak berkembangnya industri penerbitan buku di provinsi paling timur Pulau Jawa ini, mau tidak mau memengaruhi perkembangan dunia tulis-menulis dan sastra di wilayah itu. Penulis atau sastrawan di wilayah ini tentunya tidak seleluasa penulis-penulis di Yogyakarta, misalnya, dalam menerbitkan karya-karya mereka karena minimnya penerbit buku. Akibatnya, tidak banyak penulis muda dari wilayah Jatim yang dikenal di tingkat nasional.
 
”Saya iri dengan teman-teman penulis di Yogya atau Bandung. Lingkungan di kota mereka sangat mendukung perkembangan penulis. Selain penerbitnya banyak, masyarakatnya juga peduli dengan perkembangan dunia sastra,” papar Mashuri, salah seorang penulis muda Surabaya.
 
Di Yogyakarta maupun Bandung kegiatan di dunia sastra, seperti diskusi buku atau bedah buku, cukup berkembang, baik di lingkungan kampus maupun di kalangan lebih luas. Selain itu juga muncul berbagai forum atau komunitas yang melibatkan penulis maupun penikmat buku.
 
”Di sini komunitas sastra ada di kampus-kampus seperti yang ada di Fakultas Sastra Unair (Universitas Airlangga) dan di Unesa (Universitas Negeri Surabaya). Itu pun kegiatannya enggak banyak, lebih banyak ngumpul-ngumpul saja,” kata Mashuri. Selain kampus, aktivitas sastra juga ada di beberapa pondok pesantren di Jatim, seperti Al Amin dan Anakoya di Sumenep, Madura, dan beberapa pondok pesantren di Jombang dan Gresik. ”Namun, umumnya penulis-penulis di daerah ini lebih banyak menulis untuk koran daerah, seperti ke Jawa Pos atau Surya,” jelas Sumayoga yang lebih dikenal dengan S Yoga, salah seorang penulis Jatim yang puisinya sudah pernah menembus koran nasional.
 
Menurut Mashuri, kurang berkembangnya sastra di Jatim, khususnya di Surabaya, karena kota ini lebih bercorak dan berkembang sebagai kota dagang atau bisnis ketimbang kota budaya. ”Jadi perhatian masyarakat, pemerintah daerah, dan dunia swasta memang tidak banyak ke sini (sastra),” kata Mashuri.
 
Tetap bergeliat
 
Kendati situasi kurang mendukung perkembangan dunia sastra, hal itu tidak menyurutkan beberapa penulis di daerah ini untuk terus berkarya dan berprestasi sehingga mampu menembus pasar nasional. Ini memberi harapan munculnya penulis-penulis muda yang nantinya bisa meneruskan kiprah penulis generasi yang lebih tua Jatim seperti Budi Darma, Suparto Brata, D Zawawi Imron, Akhudiat, dan Ratna Indrawati Ibrahim, yang sudah lebih dulu bicara di kancah sastra Indonesia.
 
Konstruksi industri penerbitan yang berfondasi pada minat pasar menjadi batu sandungan sastrawan dari daerah ini untuk tampil di panggung sastra Indonesia. Corak daerah dan karakter publik Jatim, terutama Surabaya, dianggap kurang bersahabat terhadap karya-karya sastra, khususnya sastra yang dianggap ”cukup berat” untuk dimengerti pembaca awam. Misalnya puisi, esai sastra, atau novel-novel dan cerpen dengan cerita simbolik, surealis, ataupun realis namun penuh estetika dalam berbahasa. Akibatnya, sastrawan di Jatim lebih banyak bergerak sendiri dalam menyebarkan kreasi-kreasi imajinasinya melalui jalur independen.
 
Geliat perkembangan sastra di Jatim terasa ketika generasi penulis muda kelahiran tahun 70-an mulai menancapkan kukunya di dunia sastra nasional. Sebutlah Mashuri, penulis sekaligus penyair kelahiran Lamongan itu mulai dikenal publik sastra Indonesia ketika novelnya Hubbu atau ’cinta’ dalam bahasa Arab memenangi Sayembara Novel DKJ yang diadakan Dewan Kesenian Jakarta tahun 2006.
 
Secara empiris, kemenangan Mashuri dengan Hubbu-nya cukup membuka mata kalangan sastra Tanah Air bahwa Jatim memiliki bibit-bibit penulis yang bisa diperhitungkan. Itu juga mampu mementahkan pandangan sebagian kelompok masyarakat yang menganggap provinsi ini merupakan ”lahan kering” buat para penulis. Kenyataannya, industri penerbitan yang kurang mendukung serta minat mayoritas publik yang tidak karib dengan sastra, tidak menyurutkan semangat para penulis dalam berkreativitas. Komunikasi antarkomunitas yang intens serta penciptaan jalur-jalur penerbitan independen adalah dua hal yang tetap merangsang munculnya novelis, cerpenis, penyair, esais, hingga kritikus sastra yang baru di Jatim.
 
Penulis Surabaya lain yang berhasil menembus ”Jakarta” adalah Lan Fang. Seperti halnya Mashuri, perempuan pengarang novel berjudul Lelakon yang diterbitkan Gramedia Pustaka Utama ini bisa menembus Jakarta setelah cerita pendek karyanya terpilih sebagai salah satu cerpen terbaik pada sayembara penulisan yang diselenggarakan majalah wanita Femina.
 
Hingga saat ini, tak kurang sudah lima novel karya Lan Fang yang diterbitkan oleh penerbit di Jakarta. Selain Mashuri dan Lan Fang, masih ada penulis muda Jatim lain, seperti Imam Muhtarom, S Yoga, maupun A Mutaqim yang karya-karyanya berhasil menembus pentas sastra nasional.
 
Komunitas diskusi
 
Salah satu sarana yang diperlukan penulis untuk menghasilkan karya yang bermutu adalah komunitas diskusi. Minimnya komunis diskusi inilah yang dihadapi oleh para penulis di Jatim. ”Mereka memang jarang kumpul, berdiskusi. Kalaupun kumpul, yang dibicarakan lain. Jadi, tidak menjadi semacam komunitas berdiskusi. Tidak perlu sampai seperti komunitas Utan Kayu,” ujar Budi Darma.
 
Pentingnya komunitas diskusi ini juga dirasakan S Yoga. Ia merasakan, semangat untuk tetap berkarya muncul jika berjumpa dan berbincang-bincang, khususnya seputar perkembangan sastra dengan kawan-kawan penikmat dan pegiat sastra lainnya. ”Saat teman-teman bertemu, biasanya tiap bulan mengadakan presentasi. Tiap orang membaca puisi atau cerpen, lalu dikritik teman lainnya,” ucap penulis antologi puisi Patung Matahari ini.
 
Pembahasan yang sering kali berisi kritik dan masukan terhadap karya salah satu anggota komunitas pada akhirnya akan melahirkan karya-karya baru dari anggota lain. Dari komunitas-komunitas yang kebanyakan berasal dari kampus itulah kreasi-kreasi sastra di Jatim tidak pernah mati.
 
Pentingnya obrolan ngalor ngidul saat bertemu teman sangat dirasakan Indra Tjahyadi, penyair muda yang bergelut dalam dunia kesusastraan semenjak mengenalnya di bangku kuliah. ”Proses kreatif saya dalam bersastra biasanya dimulai dari diskusi dengan teman-teman,” kata Indra. Dari pembicaraan tentang hal yang remeh-temeh sampai perdebatan bernuansa politik lahirlah puisi atau cerpen-cerpen baru.
 
Hal yang berbeda dialami oleh Sujai atau lebih dikenal dengan nama S Jai. Semangatnya malah timbul ketika ia dan teman-teman sepakat membedah sastra di luar kampus. ”Di bangku kuliah saya tidak menemukan patron untuk bersastra. Oleh sebab itu, para calon penulis di kampus saat itu memilih bergerak di luar,” ujarnya. Untuk menambah jaringan ke penulis lain, penulis novel Tanah Api yang terbit tahun 2005 ini juga menjalin kontak dengan seniman di komunitas luar kampus. ”Di Bengkel Muda Surabaya saya banyak berkenalan dengan penulis-penulis ternama,” tambah penulis kelahiran Kediri itu.
 
Menurut Muhtarom, obrolan di dalam komunitas dianggap sangat tepat untuk membuahkan karya sastra yang ideal. Meski kegiatan sama dilakukan komunitas di daerah lain, ciri sastra Jatim yang tak terikat seperti mendapat peluang untuk lebih kreatif melalui ajang diskusi yang sifatnya serba bebas.
 
”Sastra dari Jatim generasi saya sekarang sebagian besar memiliki ciri-ciri sebagai berikut: tidak baku dan saling mendominasi, penuh gairah dan semangat, tidak terikat, dan bebas dalam menulis,” tambah Imam. Tidak adanya tekanan dari institusi sosial diyakini akan membuat penulis muda Jatim lebih bereksperimen dalam berkarya. Meski selera pasar kurang merespons, Imam yakin d ia dan teman-teman tetap menghasilkan tulisan-tulisan menarik, apalagi jika mampu meraih penghargaan, maka publik dan penerbit pun akan melirik.
 
Kurang gigih
 
Dari rangkaian pengalaman bersastra para penulis muda Jatim tersebut bisa disimpulkan bahwa pembangkit semangat mereka mencipta salah satunya adalah komunikasi rutin yang kemudian mendorong timbulnya karya baru. Diskusi tidak harus selalu berupa pertemuan fisik, melainkan dengan bantuan teknologi, misalnya via chatting, surat elektronik, atau dalam blog. Hal inilah yang sekarang masih dilakoni oleh Imam Muhtarom, penulis asal Blitar, meski kini sering ulang alik Jakarta-Surabaya karena aktivitasnya sebagai editor sebuah penerbitan di Jakarta.
 
Menurut Budi Darma, selain kurangnya forum diskusi ada hal lain yang masih menjadi kelemahan penulis muda di daerah itu, yakni kurang memanfaatkan peluang yang baik dan mereka dianggap kurang gigih. ”Mereka itu menulis, berkarya tetapi kemudian berhenti. Kalau bertemu, mereka lebih sering mengeluhkan situasi Surabaya yang kurang mendukung. Itu secara obyektif memang betul, tetapi tidak bisa dijadikan alasan. Meskipun situasinya seperti itu, kalau mau, ya, mari maju,” papar Budi Darma.

*) Palupi Panca Astuti dan Anung Wendyartaka, Litbang Kompas. http://sastra-indonesia.com/2021/08/penulis-muda-jatim-bergeliat-di-situasi-tidak-bersahabat/

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

A Anzieb A. Khoirul Anam A. Muhaimin Iskandar A. Mustofa Bisri A. Qorib Hidayatullah A. Rodhi Murtadho A.H. J Khuzaini A.S Laksana Aa Sudirman Abdul Kirno Tanda Abdurrahman Wahid Acep Iwan Saidi Achiar M Permana Addi Mawahibun Idhom Adhi Pandoyo Adi W. Gunawan Afrion Afriza Hanifa Afrizal Malna Agama Para Bajingan Aguk Irawan MN Agung Poku Agus Buchori Agus Mulyadi Agus Noor Agus R. Sarjono Agus R. Subagyo Agus Setiawan Agus Sulton Agus Sunyoto Agus Wahyudi Agusri Junaidi AH J Khuzaini Ahmad Baso Ahmad Dahri Ahmad Farid Yahya Ahmad Muchlish Amrin Ahmad Munjin Ahmad Naufel Ahmad Rifa’i Rif’an Ahmad Syauqi Sumbawi Ahmad Tohari Ahmad Yulden Erwin Ahmad Zaini Ahmadul Faqih Mahfudz Ahmadun Yosi Herfanda Akhlis Purnomo Akhmad Sekhu Akhmad Taufiq Akhudiat Albert Camus Alfathri Adlin Alfian Dippahatang Ali Audah Alim Bakhtiar Alimuddin Amelia Rachman Amie Williams Amien Kamil Amien Wangsitalaja Aming Aminoedhin An. Ismanto Andhi Setyo Wibowo Andik Suprihartono Andri Awan Anindita S Thayf Anjrah Lelono Broto Antologi Sastra Lamongan Anton Wahyudi Anugrah Gio Pratama Anung Wendyartaka Aprinus Salam APSAS (Apresiasi Sastra) Indonesia Arafat Nur Ari Welianto Arief Rachman Hakim Arif Hidayat Arif Saifudin Yudistira Arman A.Z. Arsyad Indradi Arti Bumi Intaran Asarpin Asep Dudinov Ar Atafras Awalludin GD Mualif Ayu Nuzul Bahrum Rangkuti Beni Setia Benni Setiawan Benny Benke Berita Bernando J. Sujibto Binhad Nurrohmat Bonardo Maulana Wahono Bre Redana Budi Darma Budiman Hakim Buku Bung Hatta Bustan Basir Maras Butet Kertaredjasa Candrakirana Capres Cawapres 2019 Catatan Cerpen Chairil Anwar CNN Indonesia Coronavirus COVID-19 Cunong N. Suraja D. Zawawi Imron Dadang Ari Murtono Dahlan Iskan Dahlan Kong Damiri Mahmud Danarto Daniel Dhakidae Deni Jazuli Denny JA Denny Mizhar Dessy Wahyuni Dewi Satika Dian R. Basuki Dian Sukarno Dian Tri Lestari Dien Makmur Din Saja Dinas Perpustakaan Daerah Lamongan Diponegoro Djoko Pitono Djoko Saryono Doddi Ahmad Fauji Doddy Hidayatullah Dodit Setiawan Santoso Dody Yan Masfa Donny Anggoro Donny Darmawan Doris Lessing Dr. Hilma Rosyida Ahmad Dwi Pranoto Dyah Ayu Fitriana Edisi Khusus Edy A Effendi Egidius Patnistik Eka Budianta Eka Kurniawan Eko Hendri Saiful Eko Prasetyo Eko Tunas Ekwan Wiratno el-Ha Abdillah Enny Arrow Erdogan Esai Esthi Maharani Estiana Arifin Evi Melyati F. Budi Hardiman F. Rahardi Fahmi Faqih Fahri Salam Faisal Kamandobat Farah Noersativa Fatah Anshori Fatah Yasin Noor Feby Indirani Felix K. Nesi Festival Gugur Gunung Forum Santri Nasional Frischa Aswarini Fuad Mardhatillah UY Tiba Fuad Nawawi Galeri Sonobudoyo Galuh Tulus Utama Gampang Prawoto Geger Riyanto Geguritan Goenawan Mohammad Gola Gong Grathia Pitaloka Gugun el-Guyanie Gus Ahmad Syauqi Gus Dur Gusti Eka Habib Syech bin Abdul Qodir Assegaf Halim HD Hamdy Salad Hamid Jabbar Hamka Hamzah al-Fansuri Hari Puisi Indonesia (HPI) Harris Maulana Hasan Basri Hasnan Bachtiar Herry Fitriadi Herta Muller Heru Kurniawan Hesti Sartika Hilmi Abedillah Hudan Hidayat IAI TABAH Ibnu Wahyudi Idrus Efendi Ignas Kleden Iis Narahmalia Imam Jazuli Imam Nawawi Imamuddin SA Iman Budhi Santosa Imron Tohari Indra Intisa Indra Tjahyadi Indra Tranggono Inung As Irfan Afifi Irwan Kelana Isbedy Stiawan Z.S. Iwan Simatupang Jafar Fakhrurozi Jajang R Kawentar Jalaluddin Rakhmat Jawa dan Islam JJ. Kusni Jo Batara Surya Joni Ariadinata Jordaidan Rizsyah Jual Buku Paket Hemat Jurnalisme Sastra K.H. Ma'ruf Amin Kadek Suartaya Kadjie MM Kalis Mardiasih Kanti W. Janis Karang Taruna Kedungrejo Katrin Bandel Kedai Kopi Sastra Kedung Darma Romansha Kedungrejo Muncar Banyuwangi Kemah Budaya Panturan (KBP) Kembulan KetemuBuku Jombang KH. M. Najib Muhammad KH. Muhammad Amin (1910-1949) Khairul Mufid Jr Khawas Auskarni Ki Ompong Sudarsono Kitab Arbain Nawawi Kitab Kelamin Kompas TV Komplek Gor Kamantren Paciran Lamongan Komunitas Buana Kasih Komunitas Penulis Katolik Deo Gratias Komunitas Perupa Lamongan (KOSPELA) Komunitas Sastra dan Teater Lamongan Komunitas Sastra Ilalang Indonesia (KSII) Komunitas Selapan Sastra Kopi Bubuk Mbok Djum Kostela KPRI IKMAL Lamongan Kritik Sastra Kumpulan Cerita Buntak Kuswaidi Syafi’ie L Ridwan Muljosudarmo L.K. Ara Lagu Laksmi Shitaresmi Lan Fang Launching Buku Launching dan Bedah Buku Lawi Ibung Linda S Priyatna Literasi Liza Wahyuninto Lona Olavia Lukisan Lukman Santoso Az M. Faizi M. Lutfi M. Raudah Jambak M.D. Atmaja Maduretna Menali Mahendra Cipta Mahmud Jauhari Ali Mahwi Air Tawar Maimun Zubair Maiyah Banyuwangi Malkan Junaidi Maman S. Mahayana Manneke Budiman Maratushsholihah Mardi Luhung Marhalim Zaini Maria Magdalena Bhoernomo Mariana Sitohang Mario Vargas Llosa Marsel Robot Mas Garendi Mashuri Massayu Masuki M. Astro Max Arifin Media Seputar Indonesia Mei Anjar Wintolo Melukis Membongkar Mitos Kesusastraan Indonesia Menggalang Dana Amal MG. Sungatno Mianto Nugroho Agung Mien Uno Miftachur Rozak Mihar Harahap Mochtar Lubis Moh. Husen Moh. Jauhar al-Hakimi Moh. Syafari Firdaus Mohamad Sobary Mohammad Rokib Mohammad Wildan Motinggo Busye Muafiqul Khalid MD Muhammad Al-Fayyadl Muhammad Alfatih Suryadilaga Muhammad Alimudin Muhammad Anta Kusuma Muhammad Marzuki Muhammad Muhibbuddin Muhammad N. Hassan Muhammad Subarkah Muhammad Yasir Muhammad Yunus Muhidin M. Dahlan Mukhsin Amar Mulyosari Banyuurip Ujung Pangkah Gresik Munawir Aziz Mutia Sukma N. Syamsuddin CH. Haesy Naskah Teater Ndix Endik Nenden Lilis A Nezar Patria Ni Made Purnama Sari Ninin Damayanti NKRI Nur Taufik Nurel Javissyarqi Nurul Komariyah Obrolan Orasi Budaya Akhir Tahun 2018 Orhan Pamuk Pagelaran Musim Tandur Palestina Palupi Panca Astuti Pameran Lukisan Parimono V / 40 Plandi Jombang Pawon Seni PDS H.B. Jassin Pekan Literasi Lamongan Pelukis Tarmuzie Pendhapa Art Space Pendidikan Penerbit Pelangi Sastra Pengajian Pipiet Senja Politik Pondok Pesantren Mamba'ul Ma'arif Denanyar Jombang Pramoedya Ananta Toer Presiden Jokowi Proses Kreatif Puisi Puisi Menolak Korupsi (PMK) Pungkit Wijaya Pusat Studi Budaya Banyuwangi (PSBB) Pustaka LaBRAK Putu Fajar Arcana R Giryadi R. Ng. Ronggowarsito Radhar Panca Dahana Raedu Basha Rakai Lukman Rakhmat Nur Hakim Rani R. Moediarta Raudal Tanjung Banua Raudlotul Immaroh Reiny Dwinanda Remy Syaldo Remy Sylado Rendy Adrikni Sadikin Resensi Reuni dan Halal Bihalal Mts Putra-Putri Simo 1991-1992 Ribut Wijoto Ridwan Munawwar Galuh Riki Antoni Riki Dhamparan Putra Rimbun Natamarga Rinto Andriono Robin Al Kautsar Rodli TL Rofiqi Hasan Romel Masykuri Nur Arifin Ronny Agustinus Rosi Rosihan Anwar Rosmawaty Harahap Roy Kusuma Rumah Budaya Pantura (RBP) Rx King Motor S. Jai S.W. Teofani Sabrank Suparno Sahaya Santayana Sainul Hermawan Sajak Salman Faris Sandiaga Uno Sanggar Lukis Alam Sanggar Pasir Sanggar Rumah Ilalang Sanusi Pane Sapardi Djoko Damono Saripuddin Lubis Sasti Gotama Saut Situmorang Saya Sayyid Muhammad Hadi Assegaf Sejarah Sekolah Literasi Gratis (SLG) SelaSAstra Boenga Ketjil Seni Gumira Ajidarma Seni Rupa Seno Joko Suyono Setia Budhi Shiny.ane el’poesya Shofa As-Syadzili Sholihul Huda Shulhan Hadi Sihar Ramses Simatupang Siti Aisyatul Adawiyah Siwi Dwi Saputro Soediro Satoto Soeparno S. Adhy Soesilo Toer Soetanto Soepiadhy Sofyan RH. Zaid Sosiawan Leak Sri Wintala Achmad STKIP PGRI Ponorogo Subagio Sastrowardoyo Suminto A. Sayuti Sunardian Wirodono Sunlie Thomas Alexander Sunoto Sunu Wasono Sunudyantoro Suryanto Sastroatmodjo Susianna Sutan Iwan Soekri Munaf Sutardji Calzoum Bachri Sutejo Syahrudin Attar Syaifuddin Gani Syaikh Prof. Dr. dr. Yusri Abdul Jabbar al-Hasani Asyadzili Syaikh Yusri al-Hasani Al Azhari Taman Ismail Marzuki Taufiq Wr. Hidayat Teater Ilat Teguh Afandi Temu Penyair Timur Jawa Tengsoe Tjahjono Tere Liye Toko Buku PUstaka puJAngga Lamongan Tri Wahono TS Pinang Tsani Fanie Tulus S Udo Z. Karzi Umar Kayam Umbu Landu Paranggi Umi Kulsum Universitas Jember Untung Wahyudi Uwell's King Shop Uwell's Setiawan Virdika Rizky Utama W.S. Rendra Wage Daksinarga Wahyu Aji Wawan Eko Yulianto Wawancara Wayan Sunarta Widie Nurmahmudy Yanuar Widodo Yanusa Nugroho Yerusalem Yetti A. KA Yohanes Padmo Adi Nugroho Yohanes Sehandi Yoks Kalachakra Yonathan Rahardjo Yuditeha Yusri Fajar Yuval Noah Harari Zainal Arifin Thoha Zehan Zareez Zuhdi Swt Zulfikar Akbar