Senin, 28 Januari 2019

Senja Kala Ruang Sastra di Media?

Ni Made Purnama Sari
Kompas, 14 Mei 2016

Sejak akhir abad ke-19, hadirnya ruang-ruang sastra di media massa cetak Indonesia telah membuka kemungkinan interaksi yang unik antara penulis dan pembaca. Hubungan keduanya bukan hanya sekadar berkreasi dan mengapresiasi, namun lebih jauh terbukti meregenerasi pengarang, yang muncul justru dari pengalaman mencermati karya-karya yang dimuat pada koran atau majalah. Kecenderungan ini pun mentradisi yang—sebagaimana kita tahu—turut membentuk pergaulan kreatif dan karakter kesusastraan di negeri ini.

Maka, ketika arus perubahan digital mulai mengepung, kita lantas mencemaskan, setidak-tidaknya oleh publik sastra Indonesia, apakah mungkin suatu tradisi susastra ini, yang memang telah melahirkan sederetan nama-nama cerpenis, novelis, kritikus, serta penyair ternama kita, akan tetap bertahan?

Berikutnya berlanjut pada pertanyaan: mungkinkah ruang-ruang digital, termasuk sosial media di dalamnya, dengan segala kebebasan dan keterbukaan berekspresinya, mampu merekahkan tulisan-tulisan sastrawi yang bernas dan berkualitas sebagaimana selalu dijaga para redaktur media massa yang secara hati-hati mengkurasi pemuatan karya para pengarang?

Diskusi “Senjakala Ruang Sastra di Media” yang digelar di Gedung OLVEH, Jakarta (28/04) membedah masalah-masalah tersebut. Keempat pembicara, antara lain Agus Noor (sastrawan), Djenar Maesa Ayu (novelis), Putu Fajar Arcana (redaktur budaya Kompas, sastrawan) dan Triyanto Triwikromo (cerpenis dan penyair yang juga redaktur pelaksana Harian Suara Merdeka), dalam argumentasinya masing-masing sepakat bahwa ruang sastra di media telah berpengaruh signifikan bagi bersemainya budaya bersastra di Indonesia.

Sastra Koran vs Laman Digital?

Tatkala peran media massa sebagai ruang berkarya sekaligus “patron” susastra terancam oleh tutupnya halaman prosa, puisi maupun esai-kritik, sebagian dari khalayak kita rupanya masih ragu-ragu memandang dunia digital sebagai wadah baru penciptaan. Alam sosial media dan internet dipandang terlalu memberikan “kemerdekaan”, di mana seseorang dapat dengan mudah memuatkan cerita ataupun puisinya dalam aneka motivasi—meliputi di antaranya apa yang oleh Triyanto disebut sebagai sastra-selfie, yakni sastra cenderung asyik-asyik sendiri.

Triyanto mencermati bahwa seolah ada dikotomi antara media cetak dan digital. Pemuatan karya cetak dipandang mencerminkan kualitas sementara postingan di sosial media, blog, atau situs media online hanyalah sebagai media berekspresi—yang nyaris tanpa kurasi. Dia menegaskan, perubahan menuju zaman digital tidaklah terelakkan. Pengarang, tambahnya selaras dengan pendapat Djenar, harus berani masuk ke dalam dunia baru ini seraya secara kreatif memanfaatkan kemungkinan intertekstualitas tak tepermanai.

Pandangan Triyanto bukannya tanpa alasan. Berbeda dengan laman internet, frekuensi pemuatan karya di ruang sastra media massa memang terbatas. Terbit seminggu sekali dengan maksimal 52 edisi dalam setahun menimbulkan kompetisi tingkat tinggi. Tulisan yang berhasil lolos tak ayal dianggap sebagai kelas tersendiri, yang oleh Agus Noor dinilai sebagai semacam legitimasi kehadiran seseorang sebagai sastrawan—kendati Putu Fajar Arcana kemudian mengingatkan, bahwa keberadaan ruang sastra di sebagian besar surat kabar setiap hari Minggu awalnya adalah memberikan nuansa berbeda dari pemberitaan koran yang menyampaikan fakta-fakta setiap harinya.

Ruang sastra di koran mulai dianggap serius justru akibat kian redupnya majalah-majalah yang memuat sastra dan budaya, sebut saja Poedjangga Baroe, Budaya, Prosa, termasuk Horison. “Apalagi ketika Kompas menerbitkan buku Cerpen Pilihan Kompas tahun 1992, sastra koran tidak bisa lagi dianggap sepele. Pertumbuhan dan perkembangan sastra dilihat dari koran-koran,” tambah Putu Fajar Arcana.

Bila penulis berebut laman pemuatan, maka ruang-ruang sastra di media belakangan berkompetisi dengan berita, atau bahkan promosi iklan. Kepentingan finansial acap menjadi pertimbangan atas pengurangan halaman sastra, sebagaimana pengalaman Triyanto dalam mengelola Harian Suara Merdeka. Dari yang semula bertujuan memberikan selingan mingguan, halaman sastra kemudian terancam ditiadakan lantaran tidak signifikan membuahkan iklan—yang membuat beberapa koran terpaksa bernegoisasi mengubah waktu terbit bagi kolom puisi maupun prosa. Lainnya bahkan harus menutup halaman sastranya, atau berhenti melanjutkan terbitan medianya sebagaimana yang terjadi pada Sinar Harapan belum lama kemarin.

Menyaksikan semua ini, senjakala ruang sastra di media massa sungguhkah memang seakan suatu keniscayaan: tradisi kepengarangan yang tergerus akibat perubahan di segala lini?

Masalah Sastra

Ekspresi dan apresiasi atas kebahasaan, khususnya kesusastraan di media massa, belumlah panjang umurnya dan itu pun terjadi dalam konteks yang seolah patah-tumbuh hilang-berganti: dari satu surat kabar ke koran lain, dari sebuah majalah ke terbitan berikutnya. Keberadaan ruang-ruang sastra selama ini tidak berjalan berkesinambungan atau secara kontinyu lagi konsisten memberikan ruang sastra demi menghargai capaian karya penulis-penulis kita, yang selama bertahun-tahun terus bersetia berkarya.

Baik Triyanto maupun Fajar Arcana sama-sama menegaskan bahwa kelangsungan ruang-ruang sastra di media sangat bergantung pada sosok-sosok sastrawan pengampunya, yang secara ideologis menumbuhkan semangat bersastra kepada lapis penerusnya atas nama kesadaran literasi. “Ruang sastra hampir tidak pernah menjadi keputusan sistemik dari sebuah penerbitan umum,” ujar Fajar Arcana.

Peran utama ruang sastra di media dalam melestarikan budaya literasi memang tidak terbantahkan. Kehadirannya tetap perlu dipertahankan bukan semata atas pertimbangan kesejarahan ataupun tradisi interaksi penulis dan pembaca, melainkan lebih sebagai daya dukung sekaligus perjuangan bahwa sastra masih dipandang penting maknanya.

Dalam dunia kini yang menawarkan kemudahan secara segera, ringkas dan hampir serba ‘instan’, seyogyanya media massa tetap tampil sebagai lembaga yang benar-benar menghargai intensitas kebahasaan dalam aneka wujud pengungkapannya, termasuk di dalamnya susastra. Apalagi kiranya semangat dan hakikat idealisme susastra dengan esensi media massa tidaklah berseberangan, sebagaimana pendapat Adinegoro sang pionir jurnalistik, bahwa berita merupakan pernyataan antarmanusia yang dikabarkan seluas-luasnya demi aneka tujuan penting bagi masyarakat. Keduanya terbukti dapat saling menyempurnakan, seperti yang dicerminkan dalam penganugerahan Nobel Sastra 2015 kepada penulis perempuan Svetlana Alexievich atas karya-karyanya yang menuturkan kenyataan penuh empati, paduan antara jurnalisme dan sastrawi.

Selanjutnya, persoalan senjakala ruang-ruang sastra di media massa jangan hanya berhenti menjadi permasalahan publik sastra semata. Sebab tentulah kita sama memahami, bahwa upaya memuliakan bahasa melalui susastra sejalan pula dengan niatan kita dalam merawat nilai-nilai besar dan esensial, sebutlah kemanusiaan, kebangsaan, kebudayaan atau bahkan keberpihakan kepada yang terpinggirkan—suatu hal yang senantiasa hidup penuh harap dalam diri setiap manusia, sebuah impian yang dipersembahkan menjadi karya, entah apapun wujudnya. Sastra, dengan ekspresinya yang bebas, mencerminkan tradisi panjang nusantara yang telah teruji, dan menyiratkan amanat hati nurani rakyat, adalah salah satunya.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar

A Anzieb A. Khoirul Anam A. Muhaimin Iskandar A. Mustofa Bisri A. Qorib Hidayatullah A. Rodhi Murtadho A.H. J Khuzaini A.S Laksana Aa Sudirman Abdul Kirno Tanda Abdurrahman Wahid Acep Iwan Saidi Achiar M Permana Addi Mawahibun Idhom Adhi Pandoyo Adi W. Gunawan Afrion Afriza Hanifa Afrizal Malna Agama Para Bajingan Aguk Irawan MN Agung Poku Agus Buchori Agus Mulyadi Agus Noor Agus R. Sarjono Agus R. Subagyo Agus Setiawan Agus Sulton Agus Sunyoto Agus Wahyudi Agusri Junaidi AH J Khuzaini Ahmad Baso Ahmad Dahri Ahmad Farid Yahya Ahmad Muchlish Amrin Ahmad Munjin Ahmad Naufel Ahmad Rifa’i Rif’an Ahmad Syauqi Sumbawi Ahmad Tohari Ahmad Yulden Erwin Ahmad Zaini Ahmadul Faqih Mahfudz Ahmadun Yosi Herfanda Akhlis Purnomo Akhmad Sekhu Akhmad Taufiq Akhudiat Albert Camus Alfathri Adlin Alfian Dippahatang Ali Audah Alim Bakhtiar Alimuddin Amelia Rachman Amie Williams Amien Kamil Amien Wangsitalaja Aming Aminoedhin An. Ismanto Andhi Setyo Wibowo Andik Suprihartono Andri Awan Anindita S Thayf Anjrah Lelono Broto Antologi Sastra Lamongan Anton Wahyudi Anugrah Gio Pratama Anung Wendyartaka Aprinus Salam APSAS (Apresiasi Sastra) Indonesia Arafat Nur Ari Welianto Arief Rachman Hakim Arif Hidayat Arif Saifudin Yudistira Arman A.Z. Arsyad Indradi Arti Bumi Intaran Asarpin Asep Dudinov Ar Atafras Awalludin GD Mualif Ayu Nuzul Bahrum Rangkuti Beni Setia Benni Setiawan Benny Benke Berita Bernando J. Sujibto Binhad Nurrohmat Bonardo Maulana Wahono Bre Redana Budi Darma Budiman Hakim Buku Bung Hatta Bustan Basir Maras Butet Kertaredjasa Candrakirana Capres Cawapres 2019 Catatan Cerpen Chairil Anwar CNN Indonesia Coronavirus COVID-19 Cunong N. Suraja D. Zawawi Imron Dadang Ari Murtono Dahlan Iskan Dahlan Kong Damiri Mahmud Danarto Daniel Dhakidae Deni Jazuli Denny JA Denny Mizhar Dessy Wahyuni Dewi Satika Dian R. Basuki Dian Sukarno Dian Tri Lestari Dien Makmur Din Saja Dinas Perpustakaan Daerah Lamongan Diponegoro Djoko Pitono Djoko Saryono Doddi Ahmad Fauji Doddy Hidayatullah Dodit Setiawan Santoso Dody Yan Masfa Donny Anggoro Donny Darmawan Doris Lessing Dr. Hilma Rosyida Ahmad Dwi Pranoto Dyah Ayu Fitriana Edisi Khusus Edy A Effendi Egidius Patnistik Eka Budianta Eka Kurniawan Eko Hendri Saiful Eko Prasetyo Eko Tunas Ekwan Wiratno el-Ha Abdillah Enny Arrow Erdogan Esai Esthi Maharani Estiana Arifin Evi Melyati F. Budi Hardiman F. Rahardi Fahmi Faqih Fahri Salam Faisal Kamandobat Farah Noersativa Fatah Anshori Fatah Yasin Noor Feby Indirani Felix K. Nesi Festival Gugur Gunung Forum Santri Nasional Frischa Aswarini Fuad Mardhatillah UY Tiba Fuad Nawawi Galeri Sonobudoyo Galuh Tulus Utama Gampang Prawoto Geger Riyanto Geguritan Goenawan Mohammad Gola Gong Grathia Pitaloka Gugun el-Guyanie Gus Ahmad Syauqi Gus Dur Gusti Eka Habib Syech bin Abdul Qodir Assegaf Halim HD Hamdy Salad Hamid Jabbar Hamka Hamzah al-Fansuri Hari Puisi Indonesia (HPI) Harris Maulana Hasan Basri Hasnan Bachtiar Herry Fitriadi Herta Muller Heru Kurniawan Hesti Sartika Hilmi Abedillah Hudan Hidayat IAI TABAH Ibnu Wahyudi Idrus Efendi Ignas Kleden Iis Narahmalia Imam Jazuli Imam Nawawi Imamuddin SA Iman Budhi Santosa Imron Tohari Indra Intisa Indra Tjahyadi Indra Tranggono Inung As Irfan Afifi Irwan Kelana Isbedy Stiawan Z.S. Iwan Simatupang Jafar Fakhrurozi Jajang R Kawentar Jalaluddin Rakhmat Jawa dan Islam JJ. Kusni Jo Batara Surya Joni Ariadinata Jordaidan Rizsyah Jual Buku Paket Hemat Jurnalisme Sastra K.H. Ma'ruf Amin Kadek Suartaya Kadjie MM Kalis Mardiasih Kanti W. Janis Karang Taruna Kedungrejo Katrin Bandel Kedai Kopi Sastra Kedung Darma Romansha Kedungrejo Muncar Banyuwangi Kemah Budaya Panturan (KBP) Kembulan KetemuBuku Jombang KH. M. Najib Muhammad KH. Muhammad Amin (1910-1949) Khairul Mufid Jr Khawas Auskarni Ki Ompong Sudarsono Kitab Arbain Nawawi Kitab Kelamin Kompas TV Komplek Gor Kamantren Paciran Lamongan Komunitas Buana Kasih Komunitas Penulis Katolik Deo Gratias Komunitas Perupa Lamongan (KOSPELA) Komunitas Sastra dan Teater Lamongan Komunitas Sastra Ilalang Indonesia (KSII) Komunitas Selapan Sastra Kopi Bubuk Mbok Djum Kostela KPRI IKMAL Lamongan Kritik Sastra Kumpulan Cerita Buntak Kuswaidi Syafi’ie L Ridwan Muljosudarmo L.K. Ara Lagu Laksmi Shitaresmi Lan Fang Launching Buku Launching dan Bedah Buku Lawi Ibung Linda S Priyatna Literasi Liza Wahyuninto Lona Olavia Lukisan Lukman Santoso Az M. Faizi M. Lutfi M. Raudah Jambak M.D. Atmaja Maduretna Menali Mahendra Cipta Mahmud Jauhari Ali Mahwi Air Tawar Maimun Zubair Maiyah Banyuwangi Malkan Junaidi Maman S. Mahayana Manneke Budiman Maratushsholihah Mardi Luhung Marhalim Zaini Maria Magdalena Bhoernomo Mariana Sitohang Mario Vargas Llosa Marsel Robot Mas Garendi Mashuri Massayu Masuki M. Astro Max Arifin Media Seputar Indonesia Mei Anjar Wintolo Melukis Membongkar Mitos Kesusastraan Indonesia Menggalang Dana Amal MG. Sungatno Mianto Nugroho Agung Mien Uno Miftachur Rozak Mihar Harahap Mochtar Lubis Moh. Husen Moh. Jauhar al-Hakimi Moh. Syafari Firdaus Mohamad Sobary Mohammad Rokib Mohammad Wildan Motinggo Busye Muafiqul Khalid MD Muhammad Al-Fayyadl Muhammad Alfatih Suryadilaga Muhammad Alimudin Muhammad Anta Kusuma Muhammad Marzuki Muhammad Muhibbuddin Muhammad N. Hassan Muhammad Subarkah Muhammad Yasir Muhammad Yunus Muhidin M. Dahlan Mukhsin Amar Mulyosari Banyuurip Ujung Pangkah Gresik Munawir Aziz Mutia Sukma N. Syamsuddin CH. Haesy Naskah Teater Ndix Endik Nenden Lilis A Nezar Patria Ni Made Purnama Sari Ninin Damayanti NKRI Nur Taufik Nurel Javissyarqi Nurul Komariyah Obrolan Orasi Budaya Akhir Tahun 2018 Orhan Pamuk Pagelaran Musim Tandur Palestina Palupi Panca Astuti Pameran Lukisan Parimono V / 40 Plandi Jombang Pawon Seni PDS H.B. Jassin Pekan Literasi Lamongan Pelukis Tarmuzie Pendhapa Art Space Pendidikan Penerbit Pelangi Sastra Pengajian Pipiet Senja Politik Pondok Pesantren Mamba'ul Ma'arif Denanyar Jombang Pramoedya Ananta Toer Presiden Jokowi Proses Kreatif Puisi Puisi Menolak Korupsi (PMK) Pungkit Wijaya Pusat Studi Budaya Banyuwangi (PSBB) Pustaka LaBRAK Putu Fajar Arcana R Giryadi R. Ng. Ronggowarsito Radhar Panca Dahana Raedu Basha Rakai Lukman Rakhmat Nur Hakim Rani R. Moediarta Raudal Tanjung Banua Raudlotul Immaroh Reiny Dwinanda Remy Syaldo Remy Sylado Rendy Adrikni Sadikin Resensi Reuni dan Halal Bihalal Mts Putra-Putri Simo 1991-1992 Ribut Wijoto Ridwan Munawwar Galuh Riki Antoni Riki Dhamparan Putra Rimbun Natamarga Rinto Andriono Robin Al Kautsar Rodli TL Rofiqi Hasan Romel Masykuri Nur Arifin Ronny Agustinus Rosi Rosihan Anwar Rosmawaty Harahap Roy Kusuma Rumah Budaya Pantura (RBP) Rx King Motor S. Jai S.W. Teofani Sabrank Suparno Sahaya Santayana Sainul Hermawan Sajak Salman Faris Sandiaga Uno Sanggar Lukis Alam Sanggar Pasir Sanggar Rumah Ilalang Sanusi Pane Sapardi Djoko Damono Saripuddin Lubis Sasti Gotama Saut Situmorang Saya Sayyid Muhammad Hadi Assegaf Sejarah Sekolah Literasi Gratis (SLG) SelaSAstra Boenga Ketjil Seni Gumira Ajidarma Seni Rupa Seno Joko Suyono Setia Budhi Shiny.ane el’poesya Shofa As-Syadzili Sholihul Huda Shulhan Hadi Sihar Ramses Simatupang Siti Aisyatul Adawiyah Siwi Dwi Saputro Soediro Satoto Soeparno S. Adhy Soesilo Toer Soetanto Soepiadhy Sofyan RH. Zaid Sosiawan Leak Sri Wintala Achmad STKIP PGRI Ponorogo Subagio Sastrowardoyo Suminto A. Sayuti Sunardian Wirodono Sunlie Thomas Alexander Sunoto Sunu Wasono Sunudyantoro Suryanto Sastroatmodjo Susianna Sutan Iwan Soekri Munaf Sutardji Calzoum Bachri Sutejo Syahrudin Attar Syaifuddin Gani Syaikh Prof. Dr. dr. Yusri Abdul Jabbar al-Hasani Asyadzili Syaikh Yusri al-Hasani Al Azhari Taman Ismail Marzuki Taufiq Wr. Hidayat Teater Ilat Teguh Afandi Temu Penyair Timur Jawa Tengsoe Tjahjono Tere Liye Toko Buku PUstaka puJAngga Lamongan Tri Wahono TS Pinang Tsani Fanie Tulus S Udo Z. Karzi Umar Kayam Umbu Landu Paranggi Umi Kulsum Universitas Jember Untung Wahyudi Uwell's King Shop Uwell's Setiawan Virdika Rizky Utama W.S. Rendra Wage Daksinarga Wahyu Aji Wawan Eko Yulianto Wawancara Wayan Sunarta Widie Nurmahmudy Yanuar Widodo Yanusa Nugroho Yerusalem Yetti A. KA Yohanes Padmo Adi Nugroho Yohanes Sehandi Yoks Kalachakra Yonathan Rahardjo Yuditeha Yusri Fajar Yuval Noah Harari Zainal Arifin Thoha Zehan Zareez Zuhdi Swt Zulfikar Akbar