Zehan Zareez
Jangan sedikit-sedikit tidak boleh. Nanti hidupmu sempit.
Bid'ah memang istilah mengerikan bagi yang memahaminya sebagai rivalitas yang
butuh dilawan. Namun ia akan menjadi wacana membahagiakan bagi yang memahaminya
sebagai keindahan.
"Tidak semua perbuatan yang (dulunya) tidak
dilakukan Rosululloh SAW adalah terhalang hukumnya untuk diamalkan
seseorang". - dalam kitab al hujaj al qoth'iyyah fi sihhati al mu'taqidaat
wa al amaliyyaat, karya Syaikh Muhyiddin Abdussomad -
Semasa hidup para sahabat di jaman dulu, mereka sering
mengagendakan acara kopdar (kumpul bareng) baik di rumah salah satu dari mereka
ataupun di masjid. Bahkan kerap Rosululloh SAW hadir berada di tengah-tengah
perkumpulan tersebut. Kehidupan Rosululloh SAW bersama para sahabat tidak
selalu terkemas dalam bingkai spiritual eksklusif. Dalam suasana berkumpul pun,
tidak lantas harus menjurus pada melakukan ibadah-ibadah yang sifatnya khusyu
dan tumakninah.
Dalam beberapa riwayat pengisahan (salah satunya dalam
lembar lanjutan kitab yang saya sebut di atas) diceritakan, para sahabat
bersama Rosululloh SAW sering berkumpul bersama yang di dalamnya mereka semua
saling membaca puisi (syiir). Beberapa waktu juga, perkumpulannya bahkan hanya
diisi dengan sebatas makan bersama. Terlepas dari hadirnya Rosululloh SAW dalam
perkumpulan-perkumpulan tersebut -dalam yakin saya- pasti terdapat mujalasatul
ilmi. Mengingat beliau adalah 'kotanya ilmu'. Tidak mungkin tiada ilmu yang
bisa ditangkap saat Rosululloh SAW hadir secara jismi.
Bukankah gambaran yang demikian merupakan teladan?
Adanya forum literasi dan diskusi, kongkow bareng, kelas
sastra, kajian budaya dlsb yang marak di pasca milenium ini memang merupakan
hal baru. Bahkan di pelbagai situasi dilakukan dengan cara daring (online). Jika
ditinjau dari segi teknis pelaksanaan, sudah barang tentu kegiatan-kegiatan
tersebut tidak sama persis dengan af'alnya Rosululloh SAW bersama para sahabat
jaman dulu. Tapi bukankah yang demikian sejatinya (secara maksud) pernah
dicontohkan; seperti apa yang saya tulis dalam pengisahan di atas tadi?
Karena akan menjadi tidak masuk akal, misalkan di negara
Indonesia ini, yang memang sulit didapati hewan unta, semua penduduknya boleh
mengadakan perkumpulan asal pulang perginya harus mengendarai unta (seperti
kendaraan Rosululoh SAW dan para sahabat jaman dulu). Atau, karena mayoritas
original genetik masyarakat arab memiliki pita suara yang gahar dan gelegar,
apa lantas haram hukumnya bagi masyarakat Indonesia membaca puisi dengan jenis
suaranya yang rata-rata cempreng dan amburadul?
Jika semua dipahami tanpa dicerna, maka jelas; hidup ini
akan terasa sangat rumit. Bisa-bisa, kasihan nasib kotoran-kotoran kita karena
tidak akan pernah menemui tempat pembuangan yang 'nyunnah'. Sementara baik
closet duduk maupun jongkok hari ini sejatinya adalah tidak sama dengan model
closet di jaman Rosululloh SAW. Bingung kan?
Kumpul-kumpul ngopi bareng itu juga boleh. Meskipun
nantinya pesan es teh, kopi saset, wedang uwuh, nyemil emping, rengginang,
jepit, polo pendem, roti bakar, martabak, bakpau, puthu, gethuk atau apalah
terserah. Tidak harus kopinya kopi arab dan makan kurma, persis sama dengan Rosululloh
SAW dulu. Susah nanti! Lidah pun belum tentu suka. Jangan terlalu dipaksa.
Tidak semua yang baru harus disikapi sebagai musuh. Tidak
semua yang labelnya tidak 'islami' harus langsung dibumi-hanguskan. Dunia dan
kehidupan ini isinya tidak cuma kamu. Ingat, ada aku juga. Ada bapakmu, ada
ibumu, ada tetanggamu; yang semuanya juga tahu kalau dalam kehidupan mereka dan
kita semua; juga ada kamu.
Kehidupan ini bisa berjalan bahkan terus berkembang
harmonis karena ada akalku dan akalmu yang terus bekerja, ada wajahku dan
wajahmu yang bertutur sapa, ada perasaanku dan perasaanmu yang juga butuh terus
saling dijaga.
9 Juli 2020
Tidak ada komentar:
Posting Komentar