Senin, 19 Juli 2021

Membangun Surga Berteater

Grathia Pitaloka
jurnalnasional.com
 
Teater Garasi menyiapkan setiap eksponen pendukungnya, termasuk aktor, adalah kreator.
Dua orang perempuan sibuk bersolek di sudut ruang terbuka. Lalu lalang orang yang lewat seolah tak mengganggu aktivitas mereka untuk menyapu pupur ke muka. Di muka yang berbeda beberapa anak tampak sibuk melarikan diri dari kejaran Satuan Polisi Pamong Praja.
 
Kemudian dari podium muncul seorang pengamen yang merapal tentang Catatan Pinggir milik Goenawan Mohamad. Cerita tragis mengenai pedagang gorengan yang bunuh diri itu lalu disahuti oleh seorang perempuan dalam kotak dengan untaian sajak Chairil Anwar.
 
Situasi jalanan yang dekat, namun kerap terlupakan diboyong dengan sempurna ke atas pentas oleh Teater Garasi. Repetoar berjudul Je.ja.lan itu pun menjelma menjadi karya yang menuai banyak puja-puji. “Kami menggunakan kesenian untuk menawarkan alternatif pandangan atas kenyataan,” kata Direktur Artistik Teater Garasi Yudi Ahmad Tajudin kepada Jurnal Nasional, beberapa waktu lalu.
 
Teater Garasi merupakan sebuah komunitas kreatif dan laboratorium penciptaan teater. Didirikan oleh tiga orang sekawan, Yudi Ahmad Tajudin, Kusworo Bayu Aji dan Puthut Yulianto, komunitas ini berusaha mencari dan menciptakan bentuk-bentuk pengucapan artistik yang segar dan mampu membangun dialektika kritis terhadap lingkungannya.
 
Sejak lima belas tahun silam Teater Garasi menjadi wadah untuk menampung gagasan kritis dalam wujud kerja kreatif dengan pendekatan lintas disiplin. “Buat kami, teater merupakan alat baca lingkungan selain sebagai ekspresi kesenian,” ujar Yudi.
 
Konsep labolatorium penciptaan teater menjadi salah satu ciri yang membedakan Teater Garasi dengan kelompok lainnya. Ada semangat untuk selalu mendasarkan karya pada riset, baik secara bentuk maupun tema.
 
Mungkin ada beberapa kelompok teater lain yang memakai pola kerja serupa, namun memilih untuk tidak menamainya secara eksplisit. Tetapi Teater Garasi memilih untuk menamainya secara terbuka sebagai salah satu jalan untuk kritis dengan metoda yang digunakan.
 
Jelajah estetika yang mereka lakukan bukan hanya sekadar berkutat pada tumpukan buku atau berselancar di dunia maya. Anggota Teater Garasi juga turun langsung untuk mengenal lebih dekat materi-materi yang akan mereka pentaskan.
 
Sebagai salah satu contoh ketika menggarap Waktu Batu, Yudi mengajak rekan-rekannya untuk melakukan pendekatan spesifik terhadap candi. Dengan terjun langsung, sensibilitas pun terasa lebih terbuka. Bukan hanya mata, semua indra diajak untuk mengidentifikasi.
 
Hasilnya tak sia-sia, Anggota Teater Garasi, Ugoran Prasad yang sebelumnya menghadapi kesulitan membayangkan medan kuburan ala fantasi Mahabrata Jawa untuk kebutuhan skenario-nya, perlahan merasa paham mengenai bentuk ruang Setra Gandamayit.
 
Bukan hanya itu, patung garuda mencengkeram gajah di Candi Sukuh juga kemudian mengilhami bentuk topeng yang dipakai awak teater Garasi saat pementasan. Imaji kura-kura yang kerap muncul di Candi Sukuh pun tak kuasa mereka hapus sehingga menjadi bagian improvisasi di atas panggung.
 
Distribusi Kekuasaan
 
Ciri lain dari Teater Garasi yang jarang ditemui pada kelompok lain adalah adanya distribusi kekuasaan. Kekuataan kelompok tidak hanya bersandar pada satu tokoh, melainkan menyebar merata. “Sejak lama kami menolak konsep sentralisme, di mana proses kreatif hanya bertumpu pada satu orang,” kata Anggota Teater Garasi, Gunawan Maryanto.
 
Salah satu program guna memperkokoh visi tersebut adalah Seri Solo Sembilan Aktor. Pada program tersebut masing-masing aktor diberi keleluasaan untuk merancang karya yang ingin mereka tampilkan mulai dari pengembangan gagasan, perwujudan idiom-idiom kreatif, hingga strategi presentasi karya di depan publik.
 
Lakon Shakuntalla yang disutradarai oleh Naomi Srikandi merupakan salah satu dari Seri Solo Sembilan Aktor yang berhasil menuai sukses. Repertoar yang diangkat dari novel karya Ayu Utami ini seolah menjadi langkah awal yang nyaris tanpa aral bagi Naomi.
 
Naomi mampu menghidupkan teks dan karakter kompleks yang terdapat dalam naskah. Sehingga pertunjukan yang berlangsung selama satu jam ini menjadi sarat akan ungkapan padat yang menyiratkan carut marut pengalaman hidup Shakuntala.
 
Lulusan Ilmu Komunikasi Fakultas Ilmu Sosial dan Politik UGM Ini mencairkan pertunjukannya dengan menggunakan idiom kebudayaan massa. Salah satunya dengan kostum tukang sulap yang digunakan saat menceritakan memori dan fantasi Shakuntala tentang tubuh, seks, dan kekerasan ayahnya.
 
Lebih dari itu, kesuksesan Naomi juga tak lepas dari dukungan seting yang digarap Titarubi. Pilihan bentuk dan corak minimalis, ditambah tata cahaya arahan Johan Didik, seolah menegaskan kehadiran dualisme seksualitas: feminin dan maskulin.
 
Gunawan mengatakan, tujuan utama program Seri Solo Sembilan Aktor ini adalah guna menumbuhkan aktor sekaligus kreator. “Sebagai penegasan bahwa aktor adalah kreator, bukan sekadar boneka sutradara,” kata lelaki yang memperoleh Anugrah Budaya dari Departemen Kebudayaan dan Pariwisata ini.
 
Selanjutnya ia memaparkan bahwa sebagai seniman seorang aktor dapat menawarkan gagasannya. Setelah dipaparkan dan disepakati bersama gagasan tersebut dapat segera diolah, baik melalui riset literer atau cara lainnya.
 
Senada dengan Gunawan, Yudi mengatakan, program Seri Solo Sembilan Aktor menjadi langkah supaya awak Teater Garasi tidak terjebak dalam gerombolan. “Itu merupakan strategi kelembagaan. Bahaya laten yang mengancam kelompok teater adalah hilangnya individu dalam komunitas,” ujar Yudi.
 
Program tersebut merupakan investasi jangka panjang bagi kelangsungan hidup Teater Garasi. Di mana para anggotanya diberikan ruang kreatif sendiri sehingga tumbuh menjadi seniman yang independen.
 
Pengamat seni Alia Swastika memandang positif pola “distribusi kekuasaan” yang dilakukan dalam tubuh Teater Garasi. Penyegaran penyutradaraan menurutnya, meski belum semuanya berhasil namun ada beberapa karya yang perlu digarisbawahi.
 
Proses penyegaran tersebut melahirkan inspirasi yang beragam, sehingga Teater Garasi produktif menghasilkan karya yang kaya warna. “Teater Garasi merupakan salah satu kelompok yang memberikan inspirasi bagi dunia teater tanah air,” kata Alia.
 
Sementara itu, Yudi melihat “distribusi kekuasaan” itu sebagai salah satu strategi untuk menghindari kebangkrutan. Banyak kelompok teater terpaksa gulung tikar ketika menginjak usia belasan tahun.
 
Menurut Yudi, permasalahan yang dihadapi biasanya berkisar pada dana dan sistem manajemen tradisional. “Karena itu kami menolak rumusan-rumusan tradisional di kelompok teater yang biasanya hanya berpusat pada satu tokoh,” ujar lelaki yang pernah meraih penghargaan sebagai sutradara terbaik dalam Festival Teater Remaja ini.
 
Berkaca dari pengalaman-pengalaman kelompok lain, sejak awal Teater Garasi mencoba menerapkan sistem manajemen distribusi kewenangan dan tanggungjawab. Anggota kelompok dirangkul untuk saling memahami visi misi. “Sehingga kalau mereka membuat karya masih dalam kerangka visi Teater Garasi,” kata Yudi.
 
Lebih lanjut, Teater Garasi berusaha menyesuaikan diri dengan tuntutan baik dari dalam maupun dari luar. “Kami berusaha mengidentifikasi diri sehubungan dengan lingkungan, publik, dan penonton. Kami ingin tumbuh bersama,” kata pria yang juga menyutradarai pertunjukan Waktu Batu.
 
Mengembangkan Jejaring
 
“Kalau hanya mencari kekayaan dan popularitas mending buat sinetron saja.” Jawaban itu terlontar ketika ditanya mengapa memilih teater sebagai muara berkesenian. Sementara untuk negara berkembang seperti Indonesia, berkecimpung di dunia teater layaknya menceburkan diri dalam sumur tanpa dasar.
 
Dunia teater memang tidak menjanjikan kemegahan materi ataupun embel-embel popularitas. Banyak aktor dan sutradara teater yang hidup dalam keterbatasan materi, walau nama mereka sudah banyak dikenal.
 
38 tahun lalu dramawan WS Rendra pernah melontarkan ungkapan “Kegagahan Dalam Kemiskinan: Teater Modern di Indonesia”. Meski telah terentang waktu puluhan tahun, rasanya ungkapan yang dimuat dalam buku Mempertimbangkan Tradisi itu rasanya masih sesuai dengan keadaan para penggelut dunia teater di Tanah Air.
 
D antara anggota Teater Populer pimpinan Teguh Karya (alm) terdapat semacam kredo yang terus-menerus didengungkan untuk mempertahankan semangat berteater. “Di rumah ada surga, tapi kami memilih kelam di jalan.”
 
Yudi memandang keterbatasan tersebut sebagai sebuah tantangan yang harus dihadapi. Ia mengatakan, para pekerja teater harus kembali pada niat awal berkecimpung ke dunia tersebut. “Kalau untuk mencari kekayaan dan popularitas teater merupakan pilihan yang salah karena tidak ada infrastruktur untuk itu,” kata alumni Fakultas Ilmu Sosial Politik UGM ini.
 
Untuk menyiasati hal itu, Teater Garasi memasang strategi dengan meluaskan medan kreatif ke lingkungan yang lebih luas. Perwujudannya dengan kemitraan dengan lembaga-lembaga kebudayaan dan sosial lain, baik dalam wilayah lokal maupun global.
 
Terentang dari institusi kebudayaan/sosial lokal sampai pada lembaga kebudayaan semacam Centre Culturel Francaise (CCF) dan The Japan Foundation (untuk produksi pertunjukan teater), Asia Link (untuk program Artist in Residency), OSI-Open Society Institute (dalam bentuk institutional building), Hivos Foundation (untuk hibah yang sama sejak tahun 2003-2007), Kedutaan Belanda (2006-2009) serta lembaga-lembaga festival teater/seni pertunjukan baik di dalam maupun luar negeri.
 
“Kami menjalin kerja sama dengan lembaga donor baik dari dalam maupun luar negeri yang peduli pada kesenian sebagai aktivitas kultural,” ujar Yudi.
***

http://sastra-indonesia.com/2009/01/membangun-surga-berteater/

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

A Anzieb A. Khoirul Anam A. Muhaimin Iskandar A. Mustofa Bisri A. Qorib Hidayatullah A. Rodhi Murtadho A.H. J Khuzaini A.S Laksana Aa Sudirman Abdul Kirno Tanda Abdurrahman Wahid Acep Iwan Saidi Achiar M Permana Addi Mawahibun Idhom Adhi Pandoyo Adi W. Gunawan Afrion Afriza Hanifa Afrizal Malna Agama Para Bajingan Aguk Irawan MN Agung Poku Agus Buchori Agus Mulyadi Agus Noor Agus R. Sarjono Agus R. Subagyo Agus Setiawan Agus Sulton Agus Sunyoto Agus Wahyudi Agusri Junaidi AH J Khuzaini Ahmad Baso Ahmad Dahri Ahmad Farid Yahya Ahmad Muchlish Amrin Ahmad Munjin Ahmad Naufel Ahmad Rifa’i Rif’an Ahmad Syauqi Sumbawi Ahmad Tohari Ahmad Yulden Erwin Ahmad Zaini Ahmadul Faqih Mahfudz Ahmadun Yosi Herfanda Akhlis Purnomo Akhmad Sekhu Akhmad Taufiq Akhudiat Albert Camus Alfathri Adlin Alfian Dippahatang Ali Audah Alim Bakhtiar Alimuddin Amelia Rachman Amie Williams Amien Kamil Amien Wangsitalaja Aming Aminoedhin An. Ismanto Andhi Setyo Wibowo Andik Suprihartono Andri Awan Anindita S Thayf Anjrah Lelono Broto Antologi Sastra Lamongan Anton Wahyudi Anugrah Gio Pratama Anung Wendyartaka Aprinus Salam APSAS (Apresiasi Sastra) Indonesia Arafat Nur Ari Welianto Arief Rachman Hakim Arif Hidayat Arif Saifudin Yudistira Arman A.Z. Arsyad Indradi Arti Bumi Intaran Asarpin Asep Dudinov Ar Atafras Awalludin GD Mualif Ayu Nuzul Bahrum Rangkuti Beni Setia Benni Setiawan Benny Benke Berita Bernando J. Sujibto Binhad Nurrohmat Bonardo Maulana Wahono Bre Redana Budi Darma Budiman Hakim Buku Bung Hatta Bustan Basir Maras Butet Kertaredjasa Candrakirana Capres Cawapres 2019 Catatan Cerpen Chairil Anwar CNN Indonesia Coronavirus COVID-19 Cunong N. Suraja D. Zawawi Imron Dadang Ari Murtono Dahlan Iskan Dahlan Kong Damiri Mahmud Danarto Daniel Dhakidae Deni Jazuli Denny JA Denny Mizhar Dessy Wahyuni Dewi Satika Dian R. Basuki Dian Sukarno Dian Tri Lestari Dien Makmur Din Saja Dinas Perpustakaan Daerah Lamongan Diponegoro Djoko Pitono Djoko Saryono Doddi Ahmad Fauji Doddy Hidayatullah Dodit Setiawan Santoso Dody Yan Masfa Donny Anggoro Donny Darmawan Doris Lessing Dr. Hilma Rosyida Ahmad Dwi Pranoto Dyah Ayu Fitriana Edisi Khusus Edy A Effendi Egidius Patnistik Eka Budianta Eka Kurniawan Eko Hendri Saiful Eko Prasetyo Eko Tunas Ekwan Wiratno el-Ha Abdillah Enny Arrow Erdogan Esai Esthi Maharani Estiana Arifin Evi Melyati F. Budi Hardiman F. Rahardi Fahmi Faqih Fahri Salam Faisal Kamandobat Farah Noersativa Fatah Anshori Fatah Yasin Noor Feby Indirani Felix K. Nesi Festival Gugur Gunung Forum Santri Nasional Frischa Aswarini Fuad Mardhatillah UY Tiba Fuad Nawawi Galeri Sonobudoyo Galuh Tulus Utama Gampang Prawoto Geger Riyanto Geguritan Goenawan Mohammad Gola Gong Grathia Pitaloka Gugun el-Guyanie Gus Ahmad Syauqi Gus Dur Gusti Eka Habib Syech bin Abdul Qodir Assegaf Halim HD Hamdy Salad Hamid Jabbar Hamka Hamzah al-Fansuri Hari Puisi Indonesia (HPI) Harris Maulana Hasan Basri Hasnan Bachtiar Herry Fitriadi Herta Muller Heru Kurniawan Hesti Sartika Hilmi Abedillah Hudan Hidayat IAI TABAH Ibnu Wahyudi Idrus Efendi Ignas Kleden Iis Narahmalia Imam Jazuli Imam Nawawi Imamuddin SA Iman Budhi Santosa Imron Tohari Indra Intisa Indra Tjahyadi Indra Tranggono Inung As Irfan Afifi Irwan Kelana Isbedy Stiawan Z.S. Iwan Simatupang Jafar Fakhrurozi Jajang R Kawentar Jalaluddin Rakhmat Jawa dan Islam JJ. Kusni Jo Batara Surya Joni Ariadinata Jordaidan Rizsyah Jual Buku Paket Hemat Jurnalisme Sastra K.H. Ma'ruf Amin Kadek Suartaya Kadjie MM Kalis Mardiasih Kanti W. Janis Karang Taruna Kedungrejo Katrin Bandel Kedai Kopi Sastra Kedung Darma Romansha Kedungrejo Muncar Banyuwangi Kemah Budaya Panturan (KBP) Kembulan KetemuBuku Jombang KH. M. Najib Muhammad KH. Muhammad Amin (1910-1949) Khairul Mufid Jr Khawas Auskarni Ki Ompong Sudarsono Kitab Arbain Nawawi Kitab Kelamin Kompas TV Komplek Gor Kamantren Paciran Lamongan Komunitas Buana Kasih Komunitas Penulis Katolik Deo Gratias Komunitas Perupa Lamongan (KOSPELA) Komunitas Sastra dan Teater Lamongan Komunitas Sastra Ilalang Indonesia (KSII) Komunitas Selapan Sastra Kopi Bubuk Mbok Djum Kostela KPRI IKMAL Lamongan Kritik Sastra Kumpulan Cerita Buntak Kuswaidi Syafi’ie L Ridwan Muljosudarmo L.K. Ara Lagu Laksmi Shitaresmi Lan Fang Launching Buku Launching dan Bedah Buku Lawi Ibung Linda S Priyatna Literasi Liza Wahyuninto Lona Olavia Lukisan Lukman Santoso Az M. Faizi M. Lutfi M. Raudah Jambak M.D. Atmaja Maduretna Menali Mahendra Cipta Mahmud Jauhari Ali Mahwi Air Tawar Maimun Zubair Maiyah Banyuwangi Malkan Junaidi Maman S. Mahayana Manneke Budiman Maratushsholihah Mardi Luhung Marhalim Zaini Maria Magdalena Bhoernomo Mariana Sitohang Mario Vargas Llosa Marsel Robot Mas Garendi Mashuri Massayu Masuki M. Astro Max Arifin Media Seputar Indonesia Mei Anjar Wintolo Melukis Membongkar Mitos Kesusastraan Indonesia Menggalang Dana Amal MG. Sungatno Mianto Nugroho Agung Mien Uno Miftachur Rozak Mihar Harahap Mochtar Lubis Moh. Husen Moh. Jauhar al-Hakimi Moh. Syafari Firdaus Mohamad Sobary Mohammad Rokib Mohammad Wildan Motinggo Busye Muafiqul Khalid MD Muhammad Al-Fayyadl Muhammad Alfatih Suryadilaga Muhammad Alimudin Muhammad Anta Kusuma Muhammad Marzuki Muhammad Muhibbuddin Muhammad N. Hassan Muhammad Subarkah Muhammad Yasir Muhammad Yunus Muhidin M. Dahlan Mukhsin Amar Mulyosari Banyuurip Ujung Pangkah Gresik Munawir Aziz Mutia Sukma N. Syamsuddin CH. Haesy Naskah Teater Ndix Endik Nenden Lilis A Nezar Patria Ni Made Purnama Sari Ninin Damayanti NKRI Nur Taufik Nurel Javissyarqi Nurul Komariyah Obrolan Orasi Budaya Akhir Tahun 2018 Orhan Pamuk Pagelaran Musim Tandur Palestina Palupi Panca Astuti Pameran Lukisan Parimono V / 40 Plandi Jombang Pawon Seni PDS H.B. Jassin Pekan Literasi Lamongan Pelukis Tarmuzie Pendhapa Art Space Pendidikan Penerbit Pelangi Sastra Pengajian Pipiet Senja Politik Pondok Pesantren Mamba'ul Ma'arif Denanyar Jombang Pramoedya Ananta Toer Presiden Jokowi Proses Kreatif Puisi Puisi Menolak Korupsi (PMK) Pungkit Wijaya Pusat Studi Budaya Banyuwangi (PSBB) Pustaka LaBRAK Putu Fajar Arcana R Giryadi R. Ng. Ronggowarsito Radhar Panca Dahana Raedu Basha Rakai Lukman Rakhmat Nur Hakim Rani R. Moediarta Raudal Tanjung Banua Raudlotul Immaroh Reiny Dwinanda Remy Syaldo Remy Sylado Rendy Adrikni Sadikin Resensi Reuni dan Halal Bihalal Mts Putra-Putri Simo 1991-1992 Ribut Wijoto Ridwan Munawwar Galuh Riki Antoni Riki Dhamparan Putra Rimbun Natamarga Rinto Andriono Robin Al Kautsar Rodli TL Rofiqi Hasan Romel Masykuri Nur Arifin Ronny Agustinus Rosi Rosihan Anwar Rosmawaty Harahap Roy Kusuma Rumah Budaya Pantura (RBP) Rx King Motor S. Jai S.W. Teofani Sabrank Suparno Sahaya Santayana Sainul Hermawan Sajak Salman Faris Sandiaga Uno Sanggar Lukis Alam Sanggar Pasir Sanggar Rumah Ilalang Sanusi Pane Sapardi Djoko Damono Saripuddin Lubis Sasti Gotama Saut Situmorang Saya Sayyid Muhammad Hadi Assegaf Sejarah Sekolah Literasi Gratis (SLG) SelaSAstra Boenga Ketjil Seni Gumira Ajidarma Seni Rupa Seno Joko Suyono Setia Budhi Shiny.ane el’poesya Shofa As-Syadzili Sholihul Huda Shulhan Hadi Sihar Ramses Simatupang Siti Aisyatul Adawiyah Siwi Dwi Saputro Soediro Satoto Soeparno S. Adhy Soesilo Toer Soetanto Soepiadhy Sofyan RH. Zaid Sosiawan Leak Sri Wintala Achmad STKIP PGRI Ponorogo Subagio Sastrowardoyo Suminto A. Sayuti Sunardian Wirodono Sunlie Thomas Alexander Sunoto Sunu Wasono Sunudyantoro Suryanto Sastroatmodjo Susianna Sutan Iwan Soekri Munaf Sutardji Calzoum Bachri Sutejo Syahrudin Attar Syaifuddin Gani Syaikh Prof. Dr. dr. Yusri Abdul Jabbar al-Hasani Asyadzili Syaikh Yusri al-Hasani Al Azhari Taman Ismail Marzuki Taufiq Wr. Hidayat Teater Ilat Teguh Afandi Temu Penyair Timur Jawa Tengsoe Tjahjono Tere Liye Toko Buku PUstaka puJAngga Lamongan Tri Wahono TS Pinang Tsani Fanie Tulus S Udo Z. Karzi Umar Kayam Umbu Landu Paranggi Umi Kulsum Universitas Jember Untung Wahyudi Uwell's King Shop Uwell's Setiawan Virdika Rizky Utama W.S. Rendra Wage Daksinarga Wahyu Aji Wawan Eko Yulianto Wawancara Wayan Sunarta Widie Nurmahmudy Yanuar Widodo Yanusa Nugroho Yerusalem Yetti A. KA Yohanes Padmo Adi Nugroho Yohanes Sehandi Yoks Kalachakra Yonathan Rahardjo Yuditeha Yusri Fajar Yuval Noah Harari Zainal Arifin Thoha Zehan Zareez Zuhdi Swt Zulfikar Akbar