Kamis, 29 Juli 2021

Sastra Kita dalam Pergaulan Metropolis

Donny Anggoro *
nasional.kompas.com
 
Dalam lingkup pergaulan metropolis yang riuh tiba-tiba ada “kesepakatan” bahwa tema sebagian besar karya sastra baru jadi memusat dalam setting yang nyaris sama, yaitu kota sehingga ia tak penting lagi berasal dari suatu negara. Imam Muhtarom dalam esainya Kasus Sastra Amerika Latin (Kompas, 9 April 2006) menulis Amerika Latin, negeri yang menjadi komoditas budaya lewat karya-karya Gabriel Garcia Marquez, Mario Vargas Llosa, Carlos Fuentes, dan lain-lain (termasuk ke Indonesia) tak lagi booming realisme magis. Imam lalu mengemukakan pernyataan: jika arus global tak terbendung dengan menjadi serba metropolis, bisakah muncul estetika baru atau hanya sampah?
 
Kasus sastra Amerika Latin yang kini juga menjadi sastra kota sesungguhnya relevan pula pada perkembangan sastra di mana pun, juga di Indonesia. Booming chick-lit dan teen-lit, misalnya, juga tema sastra seks dan Islami yang menggejala setelah diawali dengan estetika sastra koran yang mengetengahkan tema-tema sosial seperti kemiskinan adalah ciri sastra kota Indonesia seperti halnya di Amerika Latin, Jepang, India, juga Indonesia yang sudah tak lagi membicarakan penindasan yang terhimpit dalam budaya tradisinya.
 
Sastra adalah dunia imajinasi. Tak ada karya sastra paling imajiner yang sanggup memiliki wilayah otonomi mutlak, subjektif, bahkan tiada sangkut pautnya dengan individu atau kalangan tertentu seperti perkataan Adolfo Sanchez Vasquez “sastra lahir dalam ke-kini-an dan ke-di sini-an yang konkret” (Art and Society, Merlin Press, London, 1973). Memang Vasquez dalam buku tersebut menuliskan pandangannya dari kacamata Marxisme. Tapi dari pendapat Vasquez ada satu hal yang sulit ditolak: karya sastra tak mungkin lahir dari ruang kosong.
 
Tantangan kreatif yang dilontarkan Imam Muhtarom sejatinya bisa hadir dalam bentuk lain, tentu saja dengan kegelisahan sesuai konteksnya, sehingga latar cerita yaitu kota sebenarnya bukan masalah. Bukankah cerita tetap ditulis selama manusia masih hidup? Masalahnya, ketika sastra kita tengah bergerak menyesuaikan dengan tanda zaman dalam pergaulan metropolis, kebanyakan baru merekam gejala dan problem sosial pada permukaan.
 
Amerika sendiri yang menjadi pusat globalisasi ternyata masih cukup banyak melahirkan karya kuat dalam keriuhan metropolis seperti novel Chuck Palahniuk, esai-esai David Sedaris, atau kegamangan budaya Indian-Amerika dalam cerita Sherman Alexie. Karya Palahniuk seperti Fight Club adalah sisi gelap seorang manusia kota yang terasing sehingga menanggalkan kemanusiaannya sendiri. Dari generasi tertua ada J.D. Sallinger yang menampilkan kegundahan remaja Holden Caulfield. Sedangkan karena Amerika sudah menjadi melting pot-meleburnya berbagai budaya- “gegar budaya” menjadi topik menarik dalam sastranya. Misalnya karya Sherman Alexie yang mengetengahkan pergulatan manusia Indian di kota besar dengan kompleksitas sosialnya. Sedangkan dari chick-lit-nya mampu menyentuh ke dalam sisi pergaulan metropolis yang kadang “memaksa” orang untuk bertindak bukan sebagai dirinya sendiri seperti terbaca dalam karya Sophie Kinsella.
 
Sebenarnya karya sastra Indonesia dengan setting metropolis cukup banyak ‘menemukan kemungkinan tak dikatakan’ -meminjam istilah Raman Selden. Ketika seks menjadi booming, perdebatan yang muncul rata-rata karena bahasa yang vulgar. Tapi ini sulit ditampik lantaran karena sudah terlalu lama seks masih dianggap tabu, hanya bahasan seks yang vulgar saja kebanyakan dilakukan penulisnya. Sastra kota sendiri menjadi sulit mendapat perhatian karena tak mengangkat tema lokal-kedaerahan (kurang membumi) atau karena temanya kebanyakan melulu tentang jatuh cinta dari khasanah novel fiksi pop.
 
Begitu pula aspek religi dalam novel Islami kebanyakan menjadi dakwah, pun cerpen-novel penulis “sastra koran” yang kurang menawarkan kedalaman sehingga baru berhasil pada tataran ide yang melorot dalam penyelesaian. Tapi ini bukan sepenuhnya salah mereka. Karena ruang cerpen koran lebih menjanjikan, penulis dari kalangan ini konsentrasinya terpusat pada estetika cerpen koran, bukan novel yang lebih banyak memberi ruang.
 
Akibatnya bagi tipe pembaca yang teliti selain mendapatkan kepuasan dari karya asing atau terjemahan, untuk karya lokal terpaksa kembali pada karya pengarang lama macam Umar Kayam dalam Secangkir Kopi dan Sepotong Donat atau Seribu Kunang-Kunang di Manhattan, Umar Nur Zain dengan Rissa (setelah sebelumnya diawali dengan serial Ny.Cemplon sebagai sketsa sosial), Iwan Simatupang dengan Kooong, Seno Gumira Adjidarma dengan Jazz, Parfum, dan Insiden, dan lain-lain. Jangan lupa, Pramoedya Ananta Toer juga pernah menulis sastra kota Jakarta dalam novel tipisnya, Korupsi (1957). Begitu pula beberapa cerpen Martin Aleida atau T.I. Thamrin yang galibnya bukan nama baru setelah bisa muncul belakangan akibat peristiwa politik yang sekian lama mengekangnya. Sedangkan dari khasanah Islami yang beranjak pada sufistik, lagi-lagi kita masih dipuaskan oleh karya Kuntowijoyo atau Danarto.
 
Setelah perdebatan vulgar tidaknya karya sastra seks, didukung dengan malasnya para pemawas sastra kita (untuk mencoba mencari kekuatan teks atau baru tergerak jika ada karya sastra yang temanya kedaerahan), jadi hanya sosok biografis pengarang saja lebih banyak diangkat. Sosok pengarang malah jadi “hebat” karena atributnya (salah satunya dari kalangan selebritas) sehingga banyak pula karya sastra kota terluputkan. Akibatnya, meski tidak salah selebritas menulis, mereka sudah mendapat cibiran sinis terlebih dulu lantaran publikasi di media massa cukup besar.
 
Tapi, di kota besar ranah fantasi nampaknya memberi sinyal akan tumbuh setelah chick-lit dan teen-lit yang mulai jenuh. Teknologi informasi dengan banyak diterbitkannya karya fantasi impor juga demam blogger- menulis jurnal di Internet dengan blogspot- sadar tak sadar memengaruhi dunia literer kita yang pada masa kini sedikit menjadi ciri sastra kota. Memang kota tak lagi menjadi tema, namun karya-karya fantasi itu ditulis orang-orang kota. Semisal diterbitkannya Pinissi Mama Piyo, Ledgard WD Yoga atau The Corruptor karya Stanley Timotius Kurnia (yang ditulis dengan bahasa Inggris), dan lainnya karya penulis belia yang justru lepas dari sejarah lama sastra kita.
 
Sastra kota di Indonesia juga di negara lain walau jadi terpusat dalam setting yang seragam sebenarnya masih menyisakan banyak tempat. Keberagaman daerah Indonesia dengan menjadikan sosok manusia urban di kota adalah potensi besar yang masih bisa digali. Jakarta seperti halnya New York dan kota metropolitan lainnya juga adalah melting pot. Sayang, tempat itu lebih banyak diisi oleh karya kualitas “potret bergaya Polaroid” atau karya yang klise sehingga masalah yang dikemukakan adalah problem jatuh cinta.
 
Karya sastra kota kita sendiri akan sulit bernyali (jangankan nyali internasional akibat kendala bahasa selain hanya sedikit yang menerjemahkan sastra kita ke bahasa Inggris) jika alur, kedalaman, dan permenungan saja nyatanya masih menjadi problem kebanyakan dalam penulisan sastra kita.
 
Rawamangun, April 2006

*) Eseis, tinggal di Jakarta. http://sastra-indonesia.com/2010/06/sastra-kita-dalam-pergaulan-metropolis/

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

A Anzieb A. Khoirul Anam A. Muhaimin Iskandar A. Mustofa Bisri A. Qorib Hidayatullah A. Rodhi Murtadho A.H. J Khuzaini A.S Laksana Aa Sudirman Abdul Kirno Tanda Abdurrahman Wahid Acep Iwan Saidi Achiar M Permana Addi Mawahibun Idhom Adhi Pandoyo Adi W. Gunawan Afrion Afriza Hanifa Afrizal Malna Agama Para Bajingan Aguk Irawan MN Agung Poku Agus Buchori Agus Mulyadi Agus Noor Agus R. Sarjono Agus R. Subagyo Agus Setiawan Agus Sulton Agus Sunyoto Agus Wahyudi Agusri Junaidi AH J Khuzaini Ahmad Baso Ahmad Dahri Ahmad Farid Yahya Ahmad Muchlish Amrin Ahmad Munjin Ahmad Naufel Ahmad Rifa’i Rif’an Ahmad Syauqi Sumbawi Ahmad Tohari Ahmad Yulden Erwin Ahmad Zaini Ahmadul Faqih Mahfudz Ahmadun Yosi Herfanda Akhlis Purnomo Akhmad Sekhu Akhmad Taufiq Akhudiat Albert Camus Alfathri Adlin Alfian Dippahatang Ali Audah Alim Bakhtiar Alimuddin Amelia Rachman Amie Williams Amien Kamil Amien Wangsitalaja Aming Aminoedhin An. Ismanto Andhi Setyo Wibowo Andik Suprihartono Andri Awan Anindita S Thayf Anjrah Lelono Broto Antologi Sastra Lamongan Anton Wahyudi Anugrah Gio Pratama Anung Wendyartaka Aprinus Salam APSAS (Apresiasi Sastra) Indonesia Arafat Nur Ari Welianto Arief Rachman Hakim Arif Hidayat Arif Saifudin Yudistira Arman A.Z. Arsyad Indradi Arti Bumi Intaran Asarpin Asep Dudinov Ar Atafras Awalludin GD Mualif Ayu Nuzul Bahrum Rangkuti Beni Setia Benni Setiawan Benny Benke Berita Bernando J. Sujibto Binhad Nurrohmat Bonardo Maulana Wahono Bre Redana Budi Darma Budiman Hakim Buku Bung Hatta Bustan Basir Maras Butet Kertaredjasa Candrakirana Capres Cawapres 2019 Catatan Cerpen Chairil Anwar CNN Indonesia Coronavirus COVID-19 Cunong N. Suraja D. Zawawi Imron Dadang Ari Murtono Dahlan Iskan Dahlan Kong Damiri Mahmud Danarto Daniel Dhakidae Deni Jazuli Denny JA Denny Mizhar Dessy Wahyuni Dewi Satika Dian R. Basuki Dian Sukarno Dian Tri Lestari Dien Makmur Din Saja Dinas Perpustakaan Daerah Lamongan Diponegoro Djoko Pitono Djoko Saryono Doddi Ahmad Fauji Doddy Hidayatullah Dodit Setiawan Santoso Dody Yan Masfa Donny Anggoro Donny Darmawan Doris Lessing Dr. Hilma Rosyida Ahmad Dwi Pranoto Dyah Ayu Fitriana Edisi Khusus Edy A Effendi Egidius Patnistik Eka Budianta Eka Kurniawan Eko Hendri Saiful Eko Prasetyo Eko Tunas Ekwan Wiratno el-Ha Abdillah Enny Arrow Erdogan Esai Esthi Maharani Estiana Arifin Evi Melyati F. Budi Hardiman F. Rahardi Fahmi Faqih Fahri Salam Faisal Kamandobat Farah Noersativa Fatah Anshori Fatah Yasin Noor Feby Indirani Felix K. Nesi Festival Gugur Gunung Forum Santri Nasional Frischa Aswarini Fuad Mardhatillah UY Tiba Fuad Nawawi Galeri Sonobudoyo Galuh Tulus Utama Gampang Prawoto Geger Riyanto Geguritan Goenawan Mohammad Gola Gong Grathia Pitaloka Gugun el-Guyanie Gus Ahmad Syauqi Gus Dur Gusti Eka Habib Syech bin Abdul Qodir Assegaf Halim HD Hamdy Salad Hamid Jabbar Hamka Hamzah al-Fansuri Hari Puisi Indonesia (HPI) Harris Maulana Hasan Basri Hasnan Bachtiar Herry Fitriadi Herta Muller Heru Kurniawan Hesti Sartika Hilmi Abedillah Hudan Hidayat IAI TABAH Ibnu Wahyudi Idrus Efendi Ignas Kleden Iis Narahmalia Imam Jazuli Imam Nawawi Imamuddin SA Iman Budhi Santosa Imron Tohari Indra Intisa Indra Tjahyadi Indra Tranggono Inung As Irfan Afifi Irwan Kelana Isbedy Stiawan Z.S. Iwan Simatupang Jafar Fakhrurozi Jajang R Kawentar Jalaluddin Rakhmat Jawa dan Islam JJ. Kusni Jo Batara Surya Joni Ariadinata Jordaidan Rizsyah Jual Buku Paket Hemat Jurnalisme Sastra K.H. Ma'ruf Amin Kadek Suartaya Kadjie MM Kalis Mardiasih Kanti W. Janis Karang Taruna Kedungrejo Katrin Bandel Kedai Kopi Sastra Kedung Darma Romansha Kedungrejo Muncar Banyuwangi Kemah Budaya Panturan (KBP) Kembulan KetemuBuku Jombang KH. M. Najib Muhammad KH. Muhammad Amin (1910-1949) Khairul Mufid Jr Khawas Auskarni Ki Ompong Sudarsono Kitab Arbain Nawawi Kitab Kelamin Kompas TV Komplek Gor Kamantren Paciran Lamongan Komunitas Buana Kasih Komunitas Penulis Katolik Deo Gratias Komunitas Perupa Lamongan (KOSPELA) Komunitas Sastra dan Teater Lamongan Komunitas Sastra Ilalang Indonesia (KSII) Komunitas Selapan Sastra Kopi Bubuk Mbok Djum Kostela KPRI IKMAL Lamongan Kritik Sastra Kumpulan Cerita Buntak Kuswaidi Syafi’ie L Ridwan Muljosudarmo L.K. Ara Lagu Laksmi Shitaresmi Lan Fang Launching Buku Launching dan Bedah Buku Lawi Ibung Linda S Priyatna Literasi Liza Wahyuninto Lona Olavia Lukisan Lukman Santoso Az M. Faizi M. Lutfi M. Raudah Jambak M.D. Atmaja Maduretna Menali Mahendra Cipta Mahmud Jauhari Ali Mahwi Air Tawar Maimun Zubair Maiyah Banyuwangi Malkan Junaidi Maman S. Mahayana Manneke Budiman Maratushsholihah Mardi Luhung Marhalim Zaini Maria Magdalena Bhoernomo Mariana Sitohang Mario Vargas Llosa Marsel Robot Mas Garendi Mashuri Massayu Masuki M. Astro Max Arifin Media Seputar Indonesia Mei Anjar Wintolo Melukis Membongkar Mitos Kesusastraan Indonesia Menggalang Dana Amal MG. Sungatno Mianto Nugroho Agung Mien Uno Miftachur Rozak Mihar Harahap Mochtar Lubis Moh. Husen Moh. Jauhar al-Hakimi Moh. Syafari Firdaus Mohamad Sobary Mohammad Rokib Mohammad Wildan Motinggo Busye Muafiqul Khalid MD Muhammad Al-Fayyadl Muhammad Alfatih Suryadilaga Muhammad Alimudin Muhammad Anta Kusuma Muhammad Marzuki Muhammad Muhibbuddin Muhammad N. Hassan Muhammad Subarkah Muhammad Yasir Muhammad Yunus Muhidin M. Dahlan Mukhsin Amar Mulyosari Banyuurip Ujung Pangkah Gresik Munawir Aziz Mutia Sukma N. Syamsuddin CH. Haesy Naskah Teater Ndix Endik Nenden Lilis A Nezar Patria Ni Made Purnama Sari Ninin Damayanti NKRI Nur Taufik Nurel Javissyarqi Nurul Komariyah Obrolan Orasi Budaya Akhir Tahun 2018 Orhan Pamuk Pagelaran Musim Tandur Palestina Palupi Panca Astuti Pameran Lukisan Parimono V / 40 Plandi Jombang Pawon Seni PDS H.B. Jassin Pekan Literasi Lamongan Pelukis Tarmuzie Pendhapa Art Space Pendidikan Penerbit Pelangi Sastra Pengajian Pipiet Senja Politik Pondok Pesantren Mamba'ul Ma'arif Denanyar Jombang Pramoedya Ananta Toer Presiden Jokowi Proses Kreatif Puisi Puisi Menolak Korupsi (PMK) Pungkit Wijaya Pusat Studi Budaya Banyuwangi (PSBB) Pustaka LaBRAK Putu Fajar Arcana R Giryadi R. Ng. Ronggowarsito Radhar Panca Dahana Raedu Basha Rakai Lukman Rakhmat Nur Hakim Rani R. Moediarta Raudal Tanjung Banua Raudlotul Immaroh Reiny Dwinanda Remy Syaldo Remy Sylado Rendy Adrikni Sadikin Resensi Reuni dan Halal Bihalal Mts Putra-Putri Simo 1991-1992 Ribut Wijoto Ridwan Munawwar Galuh Riki Antoni Riki Dhamparan Putra Rimbun Natamarga Rinto Andriono Robin Al Kautsar Rodli TL Rofiqi Hasan Romel Masykuri Nur Arifin Ronny Agustinus Rosi Rosihan Anwar Rosmawaty Harahap Roy Kusuma Rumah Budaya Pantura (RBP) Rx King Motor S. Jai S.W. Teofani Sabrank Suparno Sahaya Santayana Sainul Hermawan Sajak Salman Faris Sandiaga Uno Sanggar Lukis Alam Sanggar Pasir Sanggar Rumah Ilalang Sanusi Pane Sapardi Djoko Damono Saripuddin Lubis Sasti Gotama Saut Situmorang Saya Sayyid Muhammad Hadi Assegaf Sejarah Sekolah Literasi Gratis (SLG) SelaSAstra Boenga Ketjil Seni Gumira Ajidarma Seni Rupa Seno Joko Suyono Setia Budhi Shiny.ane el’poesya Shofa As-Syadzili Sholihul Huda Shulhan Hadi Sihar Ramses Simatupang Siti Aisyatul Adawiyah Siwi Dwi Saputro Soediro Satoto Soeparno S. Adhy Soesilo Toer Soetanto Soepiadhy Sofyan RH. Zaid Sosiawan Leak Sri Wintala Achmad STKIP PGRI Ponorogo Subagio Sastrowardoyo Suminto A. Sayuti Sunardian Wirodono Sunlie Thomas Alexander Sunoto Sunu Wasono Sunudyantoro Suryanto Sastroatmodjo Susianna Sutan Iwan Soekri Munaf Sutardji Calzoum Bachri Sutejo Syahrudin Attar Syaifuddin Gani Syaikh Prof. Dr. dr. Yusri Abdul Jabbar al-Hasani Asyadzili Syaikh Yusri al-Hasani Al Azhari Taman Ismail Marzuki Taufiq Wr. Hidayat Teater Ilat Teguh Afandi Temu Penyair Timur Jawa Tengsoe Tjahjono Tere Liye Toko Buku PUstaka puJAngga Lamongan Tri Wahono TS Pinang Tsani Fanie Tulus S Udo Z. Karzi Umar Kayam Umbu Landu Paranggi Umi Kulsum Universitas Jember Untung Wahyudi Uwell's King Shop Uwell's Setiawan Virdika Rizky Utama W.S. Rendra Wage Daksinarga Wahyu Aji Wawan Eko Yulianto Wawancara Wayan Sunarta Widie Nurmahmudy Yanuar Widodo Yanusa Nugroho Yerusalem Yetti A. KA Yohanes Padmo Adi Nugroho Yohanes Sehandi Yoks Kalachakra Yonathan Rahardjo Yuditeha Yusri Fajar Yuval Noah Harari Zainal Arifin Thoha Zehan Zareez Zuhdi Swt Zulfikar Akbar