Selasa, 10 Agustus 2021

Di Rumah Sakit Bethesda, Kita Duduk Bertiga

Saut Situmorang, Seni Sepanjang Abad

Muhammad Yasir
 
Telepon genggamku bergetar. Aku lupa kapan hari dan tanggal persisnya. Aku hanya ingat tahunnya. Jelas itu tahun 2015 yang menyala-nyala tanpa ledakan, karena sekian juta hektar hutan di tanah-air kami, Pulau Kalimantan, dibakar untuk perkebunan kelapa sawit. “Segera jemput aku di rumah dan panggilkan taksi, aku tidak kuat duduk di atas motor!” Begitulah bunyi pesan yang membuatku bergegas memacu kuda besiku menuju sebuah rumah di dalam gang sempit di antara jalan Pojok Benteng, Yogyakarta yang selalu sibuk dan akan selalu begitu, siang dan malam. Setibanya aku di rumah itu, seorang lelaki, Penyair, keluar dari rumah bercat putih. Tampaknya, ada suatu hal menyakitkan yang (lagi-lagi) mendera kehidupannya, bagaimana pun dia, wajahnya menunjukkan itu! Kemudian, tanpa bicara banyak sebuah taksi berwarna biru membawanya pergi ke Rumah Sakit Bethesda. Aku membuntuti, bertanya-tanya dalam hati apa lagi ini.
 
Entah mengapa. Orang-orang sakit tampaknya telah memercayakan nasib mereka kepada rumah sakit sebagai suatu tempat yang menjanjikan kesembuhan, tetapi mereka membayar cukup mahal untuk itu! Pikirku. Apakah mereka telah kehilangan waktu untuk kembali kepada pengetahuan leluhur mereka tentang obat-mengobati? Atau dokter yang kaya raya telah sejajar dengan Tuhan, sehingga kepadanyalah orang-orang ini berserah diri? Tetapi, sekali lagi, mereka membayar untuk itu! Lupakan tentang ini. Penyair itu memintaku menunggu di lobi rumah sakit, aku mengiyakan dan mulai menunggu. Dari kursi tunggu, aku merasakan setiap langkah Penyair itu semacam tanda-tanda pesakitan yang dia sembunyikan kepada para pembaca karya-karyanya yang ngeri. Bahkan, aku sendiri pun, belum memiliki kemampuan untuk membaca tanda-tanda itu. Tapi itu terasa semacam pesakitan yang sukar dijelaskan. Jadilah ini semacam kebisuan yang hening dan sepi bagi hidup seorang Penyair sepertinya.
 
Sebagai Suhuku, dia telah mengajarkan kepadaku bagaimana seorang Penyair harus memiliki kepekaan yang tinggi terhadap situasi dan keadaan. Jadi, sembari menunggu Penyair itu kembali, aku menarik nafas dalam-dalam, kemudian menghembuskannya, lalu menatap pergerakan jarum panjang sebuah jam dinding. Sama! Aku merasakan setiap gerak dan detak jarum panjang jam dinding itu seperti tanda-tanda kesaksian yang bisu dalam keheningan pergolakan Sastra Kita dewasa ini. Itu bergolak, tetapi bisu. Itu marah, tetapi tidak terucap. Jadilah pergolakan ini semacam barah atau kanker di tubuh seorang janda tua yang miskin. Ah! Berapa Penyair atau pengarang yang sudah melakukan kejahatan seperti ini: mengambil pesakitan seorang janda tua untuk kekuatan estetika dan poetik karya-karyanya?! Dan, bagaimana kita bisa melupakan itu dan menganggapnya sebagai pemakluman atas proses kreatif? Aku harus melupakan pertanyaan-pertanyaan ini sejenak.
 
Penyair itu kembali. Wajahnya merengut. Aku tidak bicara sekata pun, karena tidak akan menyelamatkannya. Dia memberi kode kepadaku untuk mengikutinya. Kami berjalan menuju resto berlapis kaca di rumah sakit itu. “Penyakit lamaku, datang. Semakin parah. Dokter bilang harus dioperasi. Dan, engkau tahu berapa yang harus kubayar? 30 juta rupiah! Dari mana uang sebesar itu! Aku sudah tidak bisa menulis lagi! Jika pun bisa, berapa tahun atau buku setebal apa yang harus kubuat untuk dapat uang begitu banyak! Itulah mengapa kukatakan kepada engkau, jangan jadi Penyair! Jadilah dokter gigi, maka engkau akan kaya-raya!” Begitulah dia mengungkapkan perasaannya. Tidak ada suatu kata pun yang dapat kuungkapkan. Aku hanya menunduk, sesekali menatapnya. Aku mencoba menyerap kemarahan itu dan mencoba mengubahnya menjadi semangat dan harapan, tetapi rumit. Itu begitu besar dan menyala-nyala. Jika ceroboh, aku akan terbakar hangus bersamanya.
 
Kami duduk di resto itu cukup lama. Penyair itu menyuruhku untuk memesan sesuatu, jika aku ingin. Tapi tidak. Aku bergeming, sekaligus takjub. Bagaimana pun, kecintaannya terhadap Sastra Kita telah membuatnya hidup menjadi dan, bagiku, dia adalah Seni Sepanjang Abad. Dia akan hidup, akan selalu, di hati orang-orang tahu betapa pesakitan hidup di darahnya dan berseteru dengan akal sehat dan nuraninya yang jujur terhadap apa yang dia lakukan dan komitmen individualnya sebagai Penyair. Tidak berapa lama kemudian, seorang perempuan Jerman, Katrin Bandel, membuka pintu resto, kemudian duduk di hadapan Penyair itu, berhadapan. Sementara aku, duduk di tengah-tengah, seakan-akan berada dalam pertemuan tebing yang begitu tinggi begitu kokoh dan lautan yang berombak, berbadai yang selalu menghantam batu-batu karang atau melenyapkan satu peradaban manusia.
 
Aku tahu ini suatu kelancangan yang sebenarnya tidak perlu kuceritakan kepada engkau sekalian. Tetapi, aku tidak memiliki kemampuan untuk menahan kesaksian ini lebih lama lagi. Aku khawatir ini akan menjadi barah yang bisa membunuhku. Jadi, Katrin Bandel melelehkan airmata ketika mendengar perlu uang sebanyak 30 juta rupiah untuk operasi penyakit lama Penyair itu. Itu terjadi ketika Penyair itu pergi ke toilet. Aku tidak memiliki cerita yang lucu untuk menghibur Katrin Bandel, dan memang sepertinya yang tepat adalah diam dan mengahayati perasaan sakit ini seorang diri. Katrin Bandel masih melelehkan airmata dan tidak bicara sekata pun, pun denganku. Ketika kami saling menatap, akhirnya Katrin Bandel mengatakan sesuatu yang masih kuingat sampai sekarang - kelak, mungkin tentang ini akan menjadi sebuah novel: “Ini adalah puncaknya bagi Bang Saut. Dia bersiteguh dengan komitmennya. Karena itu, dia tahu konskuensinya. Ini hanyalah salah satu, akan ada lagi. Dan, akan selalu ada. Temani dia, kumohon. Aku tidak dapat membantu lebih. Apalah pekerjaan sebagai dosen? Kumohon.”
 
Di Rumah Sakit Bethesda, kami duduk bertiga, sama-sama menahan diri, sama-sama menangis dalam hati, sama-sama memiliki tatapan sendu ketika melihat satu sama lain, sebelum akhirnya pulang dengan pesakitan yang selalu menjadi bayangan diri sendiri. Namun, agar tetap hidup sebagaimana yang telah disumpahkan dalam jalan hidup, Penyair itu mengobati dirinya sendiri dengan tissue dan mineral. Setiap malam, dalam kesaksianku, dia terjaga karena tidak bisa telentang, tidak bisa duduk dengan nyaman seperti sedianya. Di rumah penuh dengan buku klasik itu, sebuah guci putih untuk Arak, bergeming. Kami berdua duduk, membisu dalam keramaian Pojok Benteng, Yogyakarta. Dan, kenyataan bahwa Penyair itu berusaha membunuh block-writer dalam kepalanya, membuatku takjub. Bagaimana pun, kecintaannya terhadap Sastra Kita, tidak akan dipahami orang-orang bodoh yang membencinya.
 
Surabaya, 2018-2021. http://sastra-indonesia.com/2021/08/di-rumah-sakit-bethesda-kita-duduk-bertiga/

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

A Anzieb A. Khoirul Anam A. Muhaimin Iskandar A. Mustofa Bisri A. Qorib Hidayatullah A. Rodhi Murtadho A.H. J Khuzaini A.S Laksana Aa Sudirman Abdul Kirno Tanda Abdurrahman Wahid Acep Iwan Saidi Achiar M Permana Addi Mawahibun Idhom Adhi Pandoyo Adi W. Gunawan Afrion Afriza Hanifa Afrizal Malna Agama Para Bajingan Aguk Irawan MN Agung Poku Agus Buchori Agus Mulyadi Agus Noor Agus R. Sarjono Agus R. Subagyo Agus Setiawan Agus Sulton Agus Sunyoto Agus Wahyudi Agusri Junaidi AH J Khuzaini Ahmad Baso Ahmad Dahri Ahmad Farid Yahya Ahmad Muchlish Amrin Ahmad Munjin Ahmad Naufel Ahmad Rifa’i Rif’an Ahmad Syauqi Sumbawi Ahmad Tohari Ahmad Yulden Erwin Ahmad Zaini Ahmadul Faqih Mahfudz Ahmadun Yosi Herfanda Akhlis Purnomo Akhmad Sekhu Akhmad Taufiq Akhudiat Albert Camus Alfathri Adlin Alfian Dippahatang Ali Audah Alim Bakhtiar Alimuddin Amelia Rachman Amie Williams Amien Kamil Amien Wangsitalaja Aming Aminoedhin An. Ismanto Andhi Setyo Wibowo Andik Suprihartono Andri Awan Anindita S Thayf Anjrah Lelono Broto Antologi Sastra Lamongan Anton Wahyudi Anugrah Gio Pratama Anung Wendyartaka Aprinus Salam APSAS (Apresiasi Sastra) Indonesia Arafat Nur Ari Welianto Arief Rachman Hakim Arif Hidayat Arif Saifudin Yudistira Arman A.Z. Arsyad Indradi Arti Bumi Intaran Asarpin Asep Dudinov Ar Atafras Awalludin GD Mualif Ayu Nuzul Bahrum Rangkuti Beni Setia Benni Setiawan Benny Benke Berita Bernando J. Sujibto Binhad Nurrohmat Bonardo Maulana Wahono Bre Redana Budi Darma Budiman Hakim Buku Bung Hatta Bustan Basir Maras Butet Kertaredjasa Candrakirana Capres Cawapres 2019 Catatan Cerpen Chairil Anwar CNN Indonesia Coronavirus COVID-19 Cunong N. Suraja D. Zawawi Imron Dadang Ari Murtono Dahlan Iskan Dahlan Kong Damiri Mahmud Danarto Daniel Dhakidae Deni Jazuli Denny JA Denny Mizhar Dessy Wahyuni Dewi Satika Dian R. Basuki Dian Sukarno Dian Tri Lestari Dien Makmur Din Saja Dinas Perpustakaan Daerah Lamongan Diponegoro Djoko Pitono Djoko Saryono Doddi Ahmad Fauji Doddy Hidayatullah Dodit Setiawan Santoso Dody Yan Masfa Donny Anggoro Donny Darmawan Doris Lessing Dr. Hilma Rosyida Ahmad Dwi Pranoto Dyah Ayu Fitriana Edisi Khusus Edy A Effendi Egidius Patnistik Eka Budianta Eka Kurniawan Eko Hendri Saiful Eko Prasetyo Eko Tunas Ekwan Wiratno el-Ha Abdillah Enny Arrow Erdogan Esai Esthi Maharani Estiana Arifin Evi Melyati F. Budi Hardiman F. Rahardi Fahmi Faqih Fahri Salam Faisal Kamandobat Farah Noersativa Fatah Anshori Fatah Yasin Noor Feby Indirani Felix K. Nesi Festival Gugur Gunung Forum Santri Nasional Frischa Aswarini Fuad Mardhatillah UY Tiba Fuad Nawawi Galeri Sonobudoyo Galuh Tulus Utama Gampang Prawoto Geger Riyanto Geguritan Goenawan Mohammad Gola Gong Grathia Pitaloka Gugun el-Guyanie Gus Ahmad Syauqi Gus Dur Gusti Eka Habib Syech bin Abdul Qodir Assegaf Halim HD Hamdy Salad Hamid Jabbar Hamka Hamzah al-Fansuri Hari Puisi Indonesia (HPI) Harris Maulana Hasan Basri Hasnan Bachtiar Herry Fitriadi Herta Muller Heru Kurniawan Hesti Sartika Hilmi Abedillah Hudan Hidayat IAI TABAH Ibnu Wahyudi Idrus Efendi Ignas Kleden Iis Narahmalia Imam Jazuli Imam Nawawi Imamuddin SA Iman Budhi Santosa Imron Tohari Indra Intisa Indra Tjahyadi Indra Tranggono Inung As Irfan Afifi Irwan Kelana Isbedy Stiawan Z.S. Iwan Simatupang Jafar Fakhrurozi Jajang R Kawentar Jalaluddin Rakhmat Jawa dan Islam JJ. Kusni Jo Batara Surya Joni Ariadinata Jordaidan Rizsyah Jual Buku Paket Hemat Jurnalisme Sastra K.H. Ma'ruf Amin Kadek Suartaya Kadjie MM Kalis Mardiasih Kanti W. Janis Karang Taruna Kedungrejo Katrin Bandel Kedai Kopi Sastra Kedung Darma Romansha Kedungrejo Muncar Banyuwangi Kemah Budaya Panturan (KBP) Kembulan KetemuBuku Jombang KH. M. Najib Muhammad KH. Muhammad Amin (1910-1949) Khairul Mufid Jr Khawas Auskarni Ki Ompong Sudarsono Kitab Arbain Nawawi Kitab Kelamin Kompas TV Komplek Gor Kamantren Paciran Lamongan Komunitas Buana Kasih Komunitas Penulis Katolik Deo Gratias Komunitas Perupa Lamongan (KOSPELA) Komunitas Sastra dan Teater Lamongan Komunitas Sastra Ilalang Indonesia (KSII) Komunitas Selapan Sastra Kopi Bubuk Mbok Djum Kostela KPRI IKMAL Lamongan Kritik Sastra Kumpulan Cerita Buntak Kuswaidi Syafi’ie L Ridwan Muljosudarmo L.K. Ara Lagu Laksmi Shitaresmi Lan Fang Launching Buku Launching dan Bedah Buku Lawi Ibung Linda S Priyatna Literasi Liza Wahyuninto Lona Olavia Lukisan Lukman Santoso Az M. Faizi M. Lutfi M. Raudah Jambak M.D. Atmaja Maduretna Menali Mahendra Cipta Mahmud Jauhari Ali Mahwi Air Tawar Maimun Zubair Maiyah Banyuwangi Malkan Junaidi Maman S. Mahayana Manneke Budiman Maratushsholihah Mardi Luhung Marhalim Zaini Maria Magdalena Bhoernomo Mariana Sitohang Mario Vargas Llosa Marsel Robot Mas Garendi Mashuri Massayu Masuki M. Astro Max Arifin Media Seputar Indonesia Mei Anjar Wintolo Melukis Membongkar Mitos Kesusastraan Indonesia Menggalang Dana Amal MG. Sungatno Mianto Nugroho Agung Mien Uno Miftachur Rozak Mihar Harahap Mochtar Lubis Moh. Husen Moh. Jauhar al-Hakimi Moh. Syafari Firdaus Mohamad Sobary Mohammad Rokib Mohammad Wildan Motinggo Busye Muafiqul Khalid MD Muhammad Al-Fayyadl Muhammad Alfatih Suryadilaga Muhammad Alimudin Muhammad Anta Kusuma Muhammad Marzuki Muhammad Muhibbuddin Muhammad N. Hassan Muhammad Subarkah Muhammad Yasir Muhammad Yunus Muhidin M. Dahlan Mukhsin Amar Mulyosari Banyuurip Ujung Pangkah Gresik Munawir Aziz Mutia Sukma N. Syamsuddin CH. Haesy Naskah Teater Ndix Endik Nenden Lilis A Nezar Patria Ni Made Purnama Sari Ninin Damayanti NKRI Nur Taufik Nurel Javissyarqi Nurul Komariyah Obrolan Orasi Budaya Akhir Tahun 2018 Orhan Pamuk Pagelaran Musim Tandur Palestina Palupi Panca Astuti Pameran Lukisan Parimono V / 40 Plandi Jombang Pawon Seni PDS H.B. Jassin Pekan Literasi Lamongan Pelukis Tarmuzie Pendhapa Art Space Pendidikan Penerbit Pelangi Sastra Pengajian Pipiet Senja Politik Pondok Pesantren Mamba'ul Ma'arif Denanyar Jombang Pramoedya Ananta Toer Presiden Jokowi Proses Kreatif Puisi Puisi Menolak Korupsi (PMK) Pungkit Wijaya Pusat Studi Budaya Banyuwangi (PSBB) Pustaka LaBRAK Putu Fajar Arcana R Giryadi R. Ng. Ronggowarsito Radhar Panca Dahana Raedu Basha Rakai Lukman Rakhmat Nur Hakim Rani R. Moediarta Raudal Tanjung Banua Raudlotul Immaroh Reiny Dwinanda Remy Syaldo Remy Sylado Rendy Adrikni Sadikin Resensi Reuni dan Halal Bihalal Mts Putra-Putri Simo 1991-1992 Ribut Wijoto Ridwan Munawwar Galuh Riki Antoni Riki Dhamparan Putra Rimbun Natamarga Rinto Andriono Robin Al Kautsar Rodli TL Rofiqi Hasan Romel Masykuri Nur Arifin Ronny Agustinus Rosi Rosihan Anwar Rosmawaty Harahap Roy Kusuma Rumah Budaya Pantura (RBP) Rx King Motor S. Jai S.W. Teofani Sabrank Suparno Sahaya Santayana Sainul Hermawan Sajak Salman Faris Sandiaga Uno Sanggar Lukis Alam Sanggar Pasir Sanggar Rumah Ilalang Sanusi Pane Sapardi Djoko Damono Saripuddin Lubis Sasti Gotama Saut Situmorang Saya Sayyid Muhammad Hadi Assegaf Sejarah Sekolah Literasi Gratis (SLG) SelaSAstra Boenga Ketjil Seni Gumira Ajidarma Seni Rupa Seno Joko Suyono Setia Budhi Shiny.ane el’poesya Shofa As-Syadzili Sholihul Huda Shulhan Hadi Sihar Ramses Simatupang Siti Aisyatul Adawiyah Siwi Dwi Saputro Soediro Satoto Soeparno S. Adhy Soesilo Toer Soetanto Soepiadhy Sofyan RH. Zaid Sosiawan Leak Sri Wintala Achmad STKIP PGRI Ponorogo Subagio Sastrowardoyo Suminto A. Sayuti Sunardian Wirodono Sunlie Thomas Alexander Sunoto Sunu Wasono Sunudyantoro Suryanto Sastroatmodjo Susianna Sutan Iwan Soekri Munaf Sutardji Calzoum Bachri Sutejo Syahrudin Attar Syaifuddin Gani Syaikh Prof. Dr. dr. Yusri Abdul Jabbar al-Hasani Asyadzili Syaikh Yusri al-Hasani Al Azhari Taman Ismail Marzuki Taufiq Wr. Hidayat Teater Ilat Teguh Afandi Temu Penyair Timur Jawa Tengsoe Tjahjono Tere Liye Toko Buku PUstaka puJAngga Lamongan Tri Wahono TS Pinang Tsani Fanie Tulus S Udo Z. Karzi Umar Kayam Umbu Landu Paranggi Umi Kulsum Universitas Jember Untung Wahyudi Uwell's King Shop Uwell's Setiawan Virdika Rizky Utama W.S. Rendra Wage Daksinarga Wahyu Aji Wawan Eko Yulianto Wawancara Wayan Sunarta Widie Nurmahmudy Yanuar Widodo Yanusa Nugroho Yerusalem Yetti A. KA Yohanes Padmo Adi Nugroho Yohanes Sehandi Yoks Kalachakra Yonathan Rahardjo Yuditeha Yusri Fajar Yuval Noah Harari Zainal Arifin Thoha Zehan Zareez Zuhdi Swt Zulfikar Akbar